Trio ISKADA Aceh (Syarif-Azwir-Junaidi) |
Pagi yang penuh kedamaian saya diajak ngopi bareng dengan Kader
ISKADA, Azwir Nazar, cs Pertemuan itu
ibarat temu kangen trio ISKADA Aceh (Azwir-Syarif-Junaidi). Dua Kandidat
Doktoral dalam bidang yang berbeza. Junaidi Poroh Jebolan Magister Ekonomi
Islam Univ Antar Bangsa Malaysia saat ini sedang melanjutkan Study Doktoral
(S3) Kosentrasi Fiq Modern. Sementara Azwir Nazar Magister Ilmu Komunikasi Politik
Universitas Indonesia, melanjutkan Study Doktoral bidang Ilmu Komunikasi
Politik Internasional Universitas Turki. Mereka berdua adalah Kader masa depan
Ikatan Siswa Kader Dakwah (ISKADA) Aceh.
Tentu, dari segi usia mungkin saya lebih tua dari mereka,
akan tetapi dari aspek Akademik Formal saya ketinggalan satu klik dari mereka.
Ya inilah hidup, tak disangka dulunya mereka pernah menjadi junior di ISKADA,
akan tetapi kini mereka menjadi senior dalam bidang akademik. Pertemuan yang
berlangsung hampir 3 Jam di Dhapu Kupi Ulelheu, Banda Aceh punya kesan
tersendiri. Bung Azwir yang juga Presiden Mahasiswa Turki kini semakin lincah
dalam pusaran diplomatik luar negeri.
Kelincahan dan kepiawaiannya dalam menarasikan dan memainkan
lakon intelektual dan bisnis Hijabah dan baju Gamis Turki tidak bisa dianggap
remeh, sementara Junaidi Poroh semakin piawai dalam membangun jejaring antara
kampus dengan lembaga perbankan, termasuk lembaga bursa efek. Kepiawaian itu
sangat tergantung pada komunitas yang ia geluti. Azwir Nazar sudah cakap dalam
bidang bisnis (toke), sementara Junaidi meniti karir menjadi Dosen di Institute
Al-Muslim, Prodi Perbankan /Ekonomi Islam.
Dari kecil bakat menulis dan orasi Ilmiah semakin kental pada
sosok anak Lambada Lhok, Aceh Besar ini. Saat ini ia sering berwara-wiri
Aceh-Turki, bahkan sesekali ia berselancar di sosmed di berbagai benua Eropa.
Anak muda yang satu ini sangat piawai dalam melakukan komunikasi verbal dan non
verbal. Tak ayal jika sudah diberi sinyal untuk bicara maka Bung Azwir bisa
memikat sang lawan bicara bahkan bertekuk lutut.
Kalau soal biduan tentu jangan ditanya, hampir semua para
gadis Nusantara yang ketemu ia tersipu malu mungkin juga terpikat dengan narasi
dan dialektikanya, Cuma sangkit banyaknya sang biduan sampai kini belum ada
yang bisa di pikatnya, mungkin juga terlalu banyak memilih.....haha, nyoe haba
meuayang, bek beugeh-beugeh. (SM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar