Oleh: Muhammad Syarif, S.HI.M.H*
Fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh Negara. Demikianlah bunyi konstitusi negara Indonesia yang
termaktub dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945. Dalam konteks ini Negara
diberimandat untuk menuntaskan problem kemiskinan. Oleh karena itu dalam
menuntaskan problem kemiskinan negara membentuk organ yang secara teknis
menangani problem kemiskinan.
Dalam perspektif mikro dilevel
daerah, sejatinya persoalan fakir miskin, gelandangan, pengemis, funk serta komunitas luntang- lantung
yang mencari sesuap nasi dan rezeki harus benar-benar diatasi oleh kepala
daerah (Gubernur, Walikota, Bupati) beserta pembantunya (Dinas/Badan/Kantor)
serta Baitulmal, sehingga ada tanggungjawab kepala Daerah disetiap levelnya.
Terminologi gelandangan mengandung
makna selalu berkeliaran atau tidak mendapat tempat tinggal yang tetap. Pada umumnya
gelandangan adalah kaum urban yang berasal dari desa, guna mengadu nasib di
kota, namun tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang cukup, keahlian
pengetahuan spesialisasi dan tidak mempunya modal uang. Sehingga menyebabkan
mereka melakukan pekerjaan serabutan, bahkan tidak jarang yang berprofesi
sebagai pengemis. Akar munculnya fenomena gelandangan menurut al-qur`an adalah
kemiskinan.
Sementera pengemis mengandung makna
orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum
dengan berbagai cara dan alasan untuk belas kasihan orang lain. Weinberrg
menjelaskan Gepeng yang masuk dalam katagori miskin di perkotaan sering
mengalami praktek diskriminasi, mereka terkadang diperalat oleh pihak-pihak
tertentu demi memperolah keuntungan finansial. Untuk itulah perlu keberpihakan
negara melakukan pendataan dan melakukan rehabilitasi mental, sehingga Gepeng
tidak lagi menjadi profesi yang tetap.
Ada trend saat ini gepeng melakukan “migrasi
politik ekonomi” pada kota-kota yang dianggap berpotensi meraup keuntungan.
Prilaku gepeng yang cendrung meningkat di Banda Aceh, patut dikaji secara dalam
serta dicari solusi alternatif. Bukan hanya itu, akhir-akhir para gepeng selalu
mangkal di jalan raya, masjid-masjid serta tempat-tempat publik lainnya. Warna
ini sangat mengganggu keindahan Kota Banda Aceh, bahkan saat Banda Aceh
kebanjiran tamu dari Malaysia, para gepeng tidak segang membidik setiap tamu
guna meminta belas kasihan, Toh peng
seuribe (minta uang seribu), minta uang makan dan ongkos pulang kampung. Beberapa Gepeng di Banda Aceh telah mengoleksi ringgit yang diperoleh dari Tamu Malaysia, dan ini sungguh memalukan. Ada kesan Pemerintah Kota Banda Aceh tidak konsern terhadap penuntasan kemiskinan, padahal gepeng yang ada adalah produk migrasi dari luar Kota Banda Aceh.
Berdasarkan data yang direalis oleh Farid
Nyak Umar (Angota DPRK Banda Aceh), pada saat melakukan penertiban Gepeng
tercatat 145 orang gepeng di Kota Banda Aceh di Tahun 2015 dan dipastikan terus
bertambah. Dominasinya menyebar pada 15 Kabupaten/Kota. Kebanyakan dari Pidie,
Bireun, Aceh Timur dan Aceh Besar. Sejatinya Pemerintah Daerah setempat harus
bertanggungjawab terhadap warganya, jangan dibiarkan seolah-olah itu menjadi
tugas Pemerintah Kota Banda Aceh. Harus ada kerjasama yang baik dalam mengatasi
masalah ini, jika perlu dibuat kebijakan bersama. Misalnya ada sharing dana pembinaan
antar kepala daerah terhadap rehabilitasi dan pembinaan ketrampilan bagi
gepeng.
Disamping itu perlu juga dipikirkan tanggungjawab moril dan materil anggota DPRA/DPRK dapil masing-masing. Misalnya ada pos anggaran pembinaan gepeng baik dalam bentuk bansos maupun hibah bersyarat. Mekanisme teknis perlu diatur dalam Qanun Aceh tentang penanganan Gepeng. Saya kira ikhtiar Kota Banda Aceh telah maksimal terhadap upaya mengatasi problem kemiskinan, bahkan saya menilai upaya Baitalmal Kota Banda Aceh serta Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sudah cukup baik dalam mengatasi problem ini. Akan tetapi karena Banda Aceh dianggap sebagai Kota yang sudah maju, nyaman dan mudah melakoni tabiat gepeng, maka kabilah gepeng bermigrasi ke Kuta Raja. Wallahu`alam binshawab.
*Penulis adalah Direktur Aceh
Research Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar