Oleh :
Muhammad Syarif*
Berbagai terobosan dilakukan oleh Kementrian
Pendayagunaan Aparatur Negara dibawah pimpinan
Yuddy Chrisnandi, terutama dalam aspek pencegah Korupsi. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebutkan bahwa: Setiap Penyelenggara
Negara berkewajiban untuk: diperiksa kekayaan sebelum dan sesudah menjabat
serta melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan sesudah menjabat pada
Komisi Pemberantasan Korupsi (baca Pasal 5 UU No.28 Tahun 1999).
Sedangkan UU
No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 13
Huruf a menjelaskan:” bahwa dalam rangka melaksanakan tugas pencegahan, KPK
berwenang melakukan Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN)”Pelaporan harta kekayaan merupakan salah satu cara
untuk memberantas korupsi dan membentuk aparatur negara yang bersih dan
berintegritas. Untuk mendorong semangat tersebut di lingkungan pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota, setidaknya Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara Republik Indonesia telah mengelurakan 6 Surat Edaran antara lain:
1.
Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang LHKPN
2.
Surat Edaran Nomor : SE/05/M.PAN/01/2006 tentang LHKPN
3.
Surat Edaran Nomor SE/16/M.PAN/10/2006 tentang tindak
lanjut penyampaian LHKPN
4. Surat Edaran Nomor SE/01/M.PAN/10/2008 tentang Peningkatan
Ketaatan LHKPN untuk pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
5.
Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2012 tentang Kewajiban
Penyampaian dan Sanksi Atas ketidak patuhan terhadap Kewajiban Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara dilingkungan Kementrian/Lembaga dan Pemerintahan Daerah
6. Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) di lingkungan
Instansi Pemerintah.
Pertama : LHKPN
diperuntukkkan bagi Pejabat Eselon II dan III yang dianggap strategis serta bagi pejabat publik yang diatur oleh Undang-Undang.
Sementara LHKASN diperuntukan bagi seluruh Aparatur Sipil Negara.
Kedua : LHKPN
disampaikan kepada KPK setelah adanya penetapan oleh Pimpinan Lembaga/ Kepala Daerah bagi pejabat dilingkungan
Lembaga/Pemerintahan Daerah. Sementara LHKASN disampaikan kepada APIP (Inspektorat)
Ketiga: LHKPN
mempunya 2 Form yaitu Form A dan Form B dimana Form A bagi pejabat yang belum
menyampaikan LHKPN nya pada KPK sementara Form B diperuntukkan bagi Pejabat
yang telah dimutasi/promosi jabatan. Sementara LHKASN mempunyai 3 Form yaitu :
Surat Pernyataan serta Form LHKASN 1 dan LHKASN 2. Dan sifat formnya sangat
sederhana, bila dibandingkan dengan Form A dan Form B yang sangat rumit, tebal
dan detil.
Untuk itulah sejatinya APIP harus pro aktif dalam
mengawal penerapan LHKASN, sekaligus menjadi role model dalam implementasi
kebijakan ini. Untuk langkah awal seluruh pegawai inspektorat harus duluan
mengisi dan mempublis ke publik beberapa sesungguhnya kekayaannya saat ini.
Sehingga memotivasi Aparatur yang lain untuk lebih transparan dalam rangka
menyampaikan kekayaannya, baik sifatnya pemberian dari orang tua, maupun harta
yang didapatkan dari pekerjaannnya saat ini.
Disamping itu pula terkait penerapan LHKASN adanya
sanksi berupa peninjauan kembali (penundaan/pembatalan) pengagkatan dalam
jabatan struktural dan fungsional, apabila yang bersangkutan tidak memenuhi
kewajiban penyampaian LHKASN. Ayo mari kita dorong semua Aparatur/Penyelenggara
Negara menyampaikan LHKPN/LHKASN secara terang benderang. Kalau bukan kita siapa
lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.
*Penulis adalah Pengelola LHKPN dilingkungan Pemko Banda Aceh Tahun 2008 s/d 2010
*Penulis adalah Pengelola LHKPN dilingkungan Pemko Banda Aceh Tahun 2008 s/d 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar