16 Mei 2014

Syariat Islam Aceh berbasis OPD*

Oleh: Muhammad Syarif

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat kekhususan dan keistimewaan yang atur oleh UUD 1945 Amandemen ke IV. Sebagai implementasi dari amanat UUD 1945 pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan seperti UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, dimana pemerintah daerah diberi 2 jenis kewenangan urusan yaitu urusan yang  bersifat wajib dan urusan pemerintah yang bersifat pilihan.


Urusan pemerintah yang bersifat wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. 

Adapun yang menjadi urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten Kota berdasarkan UU No. 11 Tahun 2006 pasal 17 meliputi empat belas unsur. Diantaranya, perencanaan, pemamfataan dan pengawasan tata ruang; perencanaan dan pengendalian pembangunan; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; hingga pelayanan pertanahan; pelayanan kependudukan dan catatan sipil; dan pelayanan administrasi umum pemertintahan. 

Disamping itu ada urusan wajib lainya yang menjadi kewenangan khusus pemerintah kabupaten/ kota pada pelaksanaan keistimewaan Aceh. Sebut saja penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama; penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam; dan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syariat Islam.  

Mencermati hal tersebut diatas disinilah Aceh dituntut untuk mengidentifikasi lembaga apa saja yang dibutuhkan dalam rangka menyahuti peraturan perundang-undangan terutama dalam rangka pembentukan kelembagaan perangkat daerah sebagaimana PP No.41/2007 serta Permendagri No.57/2007. Dimana keberadaan organisasi perangkat daerah harus menyelaraskan karesteristik Aceh yang bersifat keistimewaan dan kekhususan, diatur dalam UU Nomor 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh dan UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintah Aceh.

Sebagai implementasi  peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan syariat Islam di Provinsi Aceh khususnya di Kota Banda Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan  Istimewa Aceh  berupa kewenangan Istimewa  dalam penyelengaraan kehidupan beragama, adat, pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan pemerintah, tentunya pemerintah daerah berkewajiban membentuk lembaga yang mengurusi penerapan syariat Islam di Aceh. 

Dasar utama menyusun perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah  adanya urusan wajib dan pilihan yang perlu ditangani. Penataan organisasi perangkat daerah (OPD) diarahkan kepada upaya penyederhanaan organisasi dan mengembangkan birokrasi yang lebih proposional dan ini sesuai dengan Amanah PP No.41/2007. 

Disamping itu juga besaran OPD harus sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) PP No.41/2007,  dimana harus melihat dengan variabel antara lain: jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah APBDnya. Lebih lanjut, Pasal 21 ayat 1-3, berbicara tentang skorsing yang menetukan berapa jumlah OPD meliputi Sekda, Sekwan, Dinas dan Lembagaa Teknis Daerah.

Eksistensi Pemda adalah melayani. Karenanya pemda harus memahami benar kebutuhan masyarakat yang selalu dinamis. Untuk menata OPD, langkah pertama pemda  harus melakukan  analisis kelembagaan berdasarkan kebutuhan. Baik tentang unsur staf apa saja yang dubawahi dalam sekretariat, Lembaga teknis apa saja sebagai unsur pendukung tugas kepala daerah atau kelembagaan apa saja yang dapat menangani kebutuhan dasar (urusan wajib) dan lembaga-lembaga apa yang menangani kebutuhan pengembangan (urusan pilihan).

Dalam penataan perangkat daerah, perlu  kajian lebih dalam paling tidak 3 syarat utama haru di penuhi dalam rangka menentukan besaran organisasi perangkat daerah. Adanya ketiga syarat tersebut anatara lain: luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah Pendapatan Asli Daerah ini dalam rangka memformulasikan berapa jumlah dinas, Badan  dan Kantor seusai kaedah kelembagaan perangkat daerah. Ini menjadi penting sehingga tidak salah langkah dalam menentukan kebutuhan ril jumlah perangkat daerah.

Tentunya dalam konteks mendorong penerapan syariat Islam, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah seperti di Kota Banda Aceh, terutama dalam rangka optimalisasi penerapan syariat berbasis OPD yaitu membentuk lembaga-lembaga yang nantinya diharapkan mampu bekerja secara maksimal dalam penerapannya. Seperti MPU, Badan Baital Mal, MPD, MAA, Satpol PP-WH, dan Dinas Syariat Islam itu sendiri.

Seiring dengan perjalanan waktu, kiranya lembaga yang telah di bentuk dapat memainkan peran dan fungsi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Secara political will, tentu pemerintah dalam hal ini gubernur atau Bupati dan Walikota selaku top leader telah memberikan mandatnya pada unit kerja yang telah ada untuk mengawal serta memastikan lembaga yang dibentuk berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Mestinya lembaga yang telah di bentuk harus di isi oleh orang- orang yang tepat bukan hanya sekedar menempatkan orang. Bila tidak maka adagium Dassein dan Dassolen (harapan dan kenyataan) akan jauh panggang dari api. 

Saatnya peningkatan capasity building lembaga yang bersentuhan dengan penerapan syariat Islam menjadi penting dalam rangka mengembalikan kejayaan Aceh. Ini menjadi penting jika kita memiliki komitmen dalam rangka penerapan dan penegakan syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah selama lima tahun ke depan. Wallahu `alam Bishawab


*Tulisan ini telah dimuat pada Gema Baiturrahman Online 8 Oktober 2012

Tidak ada komentar: