Gendang
Ikrar Politik Damai Aceh telah di konsensuskan, Aula Polda Aceh, Jum`at 7
Februari 2014. Seluruh partai politik peserta pemilu baik nasional maupun lokal
sepakat mendeklarasikan politik damai di Aceh. hanya Partai Nasional Aceh (PNA) yang absen pada
saat deklarasi tersebut. Tentunya ketidak hadiran PNA bukan berarti tidak
setuju dengan Politik Damai, akan tetapi karena kecewa kepada Aparat Penegak
hukum serta adanya kerisauan di lapangan “deklarasi pemilu damai” tidak
berimplikasi pada tataran empiris.
Faktanya
kegaduan politik terus terjadi, menurut Azwir Nazar (alumni Magister Ilmu
Politik Universitas Indonesia) Aceh menuju “kesakitan politik”. Iklim politik
Aceh menjelang pemilu legislatif 9 April 2014 tidak sehat. Prilaku politik yang
tidak sehat terus menular pada beberapa Kabupaten/Kota di Aceh, Teror Bom,
Pembakaran Mobil Parlok/Parnas, Perkelahian hingga pembuhan yang berakhir
tewasnya salah seorang Kader Parlok.
Disamping itu pula statmen petinggi partai politik lokal (Parlok) terhadap lawan politiknya semakin hari-semakin tajam, meskipun dulunya sang petinggi Parlok tersebut juga kawan karib alias sahabat dekat pada saat Aceh bergejolak yang kini pecah kongsi. Maka wajar kalau adagium politik; tidak ada kawan abadi yang ada kepentingan sejati. Disaat kepentingannya berbeda maka kawanpun menjadi musuh bubuyutan, inilah potret politik.
Sejatinya para petinggi Parpol baik lokal maupun nasional harus benar-benar menjadi tauladan sekaligus guru politik yang santun bagi konstituennya. Bukankah Politik itu adalah seni, strategi atau cara memperoleh kekuasaan. Maka dari itu politisi harus menjadi sosok insan yang santun tutur bahasanya, baik prilakunya dan istiqamah antara ucapan dengan perbuatan.
Jumat, 28 Februari 2014 virus teror politik menyebar pada Wilayah Pantai Barat Selatan. Kali ini korbannya Caleg Partai Damai Aceh (PDA ). Mobil milik Tgk., Razuan dibakar oleh orang tak bertanggung jawaban (OTB). Tentu masyarakat dibuat bingung siapa sosok OTB itu, saingan politikkah, kader parnas kah atawa kader Parlok. Teka-teki itu pu mencul dari mulut kemulut. Memang tensi poltik akhir-akhir ini memanas di Aceh.
Awal Maret 2014 lakon kekerasan politik juga terjadi lagi, kali ini Kabupaten Bireun. Seorang Anggota Satuan Tugas (Satgas) Partai Aceh (PA), Taufik Alias Banggala di bacok dibeberapa bagian tubuhnya setelah terlibat bentrok fisik dengan kelompok Banser Rakyat Aceh. Motifnya belum pasti, akan tetapi menurut Muzakkir Zulkifli (Sekretaris DPW PA Bireun) diduga masalah keluarga. (Sumber Harian Serambi Indonesia, 2/3/2014).
Tentunya selaku masyarakat Aceh berharap agar segala kekerasan dalam bentuk apapun harus dihentikan di Bumi Serambi Mekkah ini. Ikrar Politik Damai, harus benar-benar aplikatif dilapangan. Petinggi Partai Politik baik Partai Nasional maupun Partai Lokal harus pro aktif menyuarakan kepada kadernya agar senantiasa menjaga kedamaian Aceh. Damai adalah harga mati, ini sesuai dengan semangat MoU Helsinky.
Saatnya rakyat Aceh jangan terprovokasi dengan lakon politisi yang tidak santun, kita harus bersatu melawan kezaliman dan intimidasi terhadap pihak-pihak yang mengotori bumi Aceh. Stop kekerasan, pembunuhan dan sikap-sikap yang merusak citra Aceh dimata luar. Buktikan Aceh adalah Bangsa yang bermartabat sebagaimana pesan Indatu. alm Hasan Tiro Semoga kekerasan politik tidak lagi terulang di Bumi Aceh yang tercinta ini. Wallahu `alam binshawab.
*
Alumni TANNASDA Angkatan I/ LEMHANAS Pemuda serta Mantan Aktifis`98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar