Kemesraan alm. dengan KNPI Kota Banda Aceh |
Innalillahi wainna ilaihirrajiun, telah berpulang
kerahmatullah Bapak Ir.Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc. Beliau adalah sosok yang
selama ini berjasa dalam membangun kota Banda Aceh. Meninggal pada Hari
Sabtu, 8 Februari 2014 pukul 19.30 di Rumah Sakit Zainal Abidin. Saat ini Kota
Banda Aceh berduka yang mendalam dimana salah seorang Putra terbaiknya
menghadap sang khalik. Beliau adalah Walikota periode kedua yang berpasangan
dengan Illiza Sa`aduddin Djamal,SE.
Mencermati kondisi inilah maka tulisan ini mencoba menjelaskan
mekanisme penggantian jabatan Walikota pasca meninggalnya Bapak Mawardy Nurdin. Dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang
No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa: “Wakil Kepala Daerah (WKDH) menggantikan
Kepala Daerah (KDH) sampai habis masa jabatannya apabila kepala Daerah meninggal dunia, berhenti,
diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajiban selama 6 bulan secara terus
menerus dalam jabatannya”.
Prosedur Pengisian
Jabatan KDH
dan WKDH
Untuk itulah Pimpinan DPRK
Banda Aceh perlu melakukan rapat paripurna dalam rangka penetapan Wakil Walikota
menjadi Walikota Banda Aceh. Lantas, bagaimana jika Wakil Walikota
tidak berkeinginan untuk menggantikan Walikota? Meski tidak ada sanksi, namun
semangat dari ketentuan di atas yaitu untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, oleh karena ada
beberapa tindakan pemerintahan yang hanya dilakukan
dalam kapasitas sebagai Walikota, seperti pengesahan Qanun dan Peraturan
Walikota dan aktifitas pemerintahan lainnya sesuai aturan perundang-undangan.
Agenda pemberhentian Walikota diawali
dengan pemberitahuan Pimpinan DPRK untuk diputus dalam Rapat Paripurna DPRK.
Selanjutnya diajukan ke Mendagri melalui Gubernur untuk pengesahan. Sementara
agenda pergantian dibahas dan diputus dalam Rapat Paripurna DPRK agar Wakil
Walikota diusulkan ke Mendagri untuk mengganti Walikota yang telah meninggal Periode 2012-2017. Meski tidak diatur kapan waktu pemberhentian dan pergantian KDH dan
atau WKDH, namun dengan pertimbangan keberlanjutan dan kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, DPRK Banda Aceh secepatnya
menyelenggarakan Rapat Paripurna dengan agenda pemberhentian dan pergantian jabatan Walikota dan Wakil Walikota, apa lagi
mengingat pada Bulan April 2014 merupakan agenda Pemilihan Calon Anggota
Legislatif baik level daerah maupun pusat.
UU No. 32 Tahun 2004 Juncto No. 12 Tahun 2008,
menyebutkan bahwa:”Untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Walikota yang berasal dari partai politik atau gabungan partai
politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 bulan atau lebih, Walikota mengajukan 2
orang calon Wakil Walikota berdasarkan usul partai politik atau gabungan pertai politik
yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul Parpol/gabungan
Parpol yang pasangan calonnya terpilih dalam Pilkada.
Meski demikian tidak
diatur secara eksplisit perihal pengisian jabatan WKDH karena menggantikan KDH
yang meninggal dunia, namun berdasarkan tafsiran sistematis dan analogi dari UU
No. 32 Tahun 2004 Juncto. UU No. 12 Tahun 2008 maka kekosongan jabatan WKDH
merupakan keharusan untuk dilakukan pengisian. Ini dapat dilihat dalam Pasal 29
UU No.32 Tahun 2004 Juncto. UU No.12 Tahun 2008 yang mengatur alasan dan prosedur
pemberhentian serta pergantian KDH dan WKDH. Sementara tafsiran analogi
digunakan karena terjadi keadaan yang serupa yaitu kekosongan jabatan WKDH akibat
WKDH menjadi KDH karena salah satu sebab meninggal dunianya Bapak Walikota
Banda Aceh.
Alasan pendukung
lainnya yaitu pertama; demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di Kota Banda Aceh, kedua; adanya pembagian kewenangan secara
atributif antara KDH dan WKDH sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai
26, UU No. 32 Tahun 2004, sehingga akan terjadi persoalan dari perspektif hukum
administrasi Negara, ketiga; dalam rangka menjaga kedaruratan jika terjadi keadaan berhalangan terhadap kepemimpinan top leadher pemerintah.
Prosedur pengisian jabatan WKDH dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 35
ayat (2), dimana basis pencalonan adalah Parpol/Gabungan Parpol yang memenuhi
syarat dalam Pilkada. Parpol/Gabungan Parpol perlu melakukan penjaringan dan
penyaringan bakal calon Wakil Walikota sesuai mekanisme internal partai maupun
kepenuhan terhadap syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 58. Sumber
calon yang akan diajukan Parpol/Gabungan Parpol ke KDH tidak dilakukan
pengaturan secara eksplisit, sehingga kewenangan ada pada Parpol/Gabungan
Parpol. Oleh karenanya, ada 2 alternatif yang dapat digunakan yaitu : pertama: menggunakan
hasil penyaringan saat Pilkada, yaitu calon WKDH urutan berikutnya Selanjutnya,
apakah ada peran dari KDH dalam penjaringan dan penyaringan calon WKDH yan dilakukan
Parpol/Gabungan Parpol? Meski tidak diatur, namun dalam rangka kerjasama yang
bermakna antara KDH dan WKDH, tidak keliru jika dilakukan konsultasi intensif
dengan KDH.
Kedua: Hasil penyaringan yang telah dilakukan Parpol/Gabungan Parpol
diajukan ke KDH untuk disampaikan ke DPRK. Selanjutnya DPRK akan melakukan
pemilihan terhadap 2 calon yang diajukan untuk menjadi WKDH. Prosedur pemilihan menggunakan
ketentuan Tata Tertib DPRK Banda Aceh. Potensi masalah hukum akan terjadi jika
calon yang diajukan Parpol/Gabungan Parpol yang pasangan calonnya terpilih
dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kurang dari 2 calon alias
1 calon saja. Akankah DPRK menolak agar dilakukan proses ulang sampai
memperoleh minimal 2 calon? Semoga saja proses pengisian KDH dan WKDH berjalan
mulus sepeti saatnya pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh pada Tahun 2012 yang lalu. Untuk mengurangi potensi konflik maka lebih baik porsi Wakil Walikota(WKDH) diusulkan saja 2 nama dari Partai Demokrat atau mengusulkan salah satu nama dari unsur birokrat yaitu Bapak Drs. T. Saifuddin, TA, M.Si yang saat ini menjabat sebagai Sekda Kota Banda Aceh, tentu pilihan nama calon WKDH tersebut ada pada Parpol/Gabungan Parpol yang pasangan calonnya terpilih
dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Andaisaja Wakil Walikotanya nanti Bapak Drs. T. Saifuddin, TA, M.Si tentu keberlangsungan sistem tata kelola pemerintahan akan semakin kuat .Wallahu
`alam bishawab
*Penulis adalah: Mantan
Aktifis` 98 dan Alumni Tannasda/Lemhanas Pemuda Angkatan I Tahun 2007
1 komentar:
Sejatinya pelantikan Wakil Walikota Banda Aceh harus sudah clear di bulan Mei 2014 sehingga kebijakan strategis akan sangat mudah dilaksanakan oleh ibu Elli, bukan begitu prof..?
Posting Komentar