9 Feb 2014

Mekanisme Penggantian Walikota Banda Aceh


Oleh : Muhammad Syarif*  
Kemesraan alm. dengan KNPI Kota Banda Aceh
  

                  
Innalillahi wainna ilaihirrajiun, telah berpulang kerahmatullah Bapak Ir.Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc. Beliau adalah sosok yang selama ini berjasa dalam membangun kota Banda Aceh.  Meninggal pada Hari Sabtu, 8 Februari 2014 pukul 19.30 di Rumah Sakit Zainal Abidin. Saat ini Kota Banda Aceh berduka yang mendalam dimana salah seorang Putra terbaiknya  menghadap sang khalik. Beliau adalah Walikota periode kedua yang berpasangan dengan Illiza Sa`aduddin Djamal,SE.
Mencermati kondisi inilah maka tulisan ini mencoba menjelaskan mekanisme penggantian jabatan Walikota pasca meninggalnya Bapak Mawardy Nurdin.  Dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa: “Wakil Kepala Daerah (WKDH) menggantikan Kepala Daerah (KDH) sampai habis masa jabatannya apabila kepala Daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajiban selama 6 bulan secara terus menerus dalam jabatannya”.

Prosedur Pengisian Jabatan KDH dan WKDH
Untuk itulah Pimpinan DPRK Banda Aceh perlu melakukan rapat paripurna dalam rangka penetapan Wakil Walikota menjadi Walikota Banda Aceh. Lantas, bagaimana jika Wakil Walikota tidak berkeinginan untuk menggantikan Walikota? Meski tidak ada sanksi, namun semangat dari ketentuan di atas yaitu untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, oleh karena ada beberapa tindakan pemerintahan yang hanya dilakukan dalam kapasitas sebagai Walikota, seperti pengesahan Qanun dan Peraturan Walikota dan aktifitas pemerintahan lainnya sesuai aturan perundang-undangan.
Agenda pemberhentian Walikota diawali dengan pemberitahuan Pimpinan DPRK untuk diputus dalam Rapat Paripurna DPRK. Selanjutnya diajukan ke Mendagri melalui Gubernur untuk pengesahan. Sementara agenda pergantian dibahas dan diputus dalam Rapat Paripurna DPRK agar Wakil Walikota diusulkan ke Mendagri untuk mengganti Walikota yang telah meninggal Periode 2012-2017. Meski tidak diatur kapan waktu pemberhentian dan pergantian KDH dan atau WKDH, namun dengan pertimbangan keberlanjutan dan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, DPRK Banda Aceh secepatnya menyelenggarakan Rapat Paripurna dengan agenda pemberhentian dan  pergantian jabatan Walikota dan Wakil Walikota, apa lagi mengingat pada Bulan April 2014 merupakan agenda Pemilihan Calon Anggota Legislatif baik level daerah maupun pusat.
UU No. 32 Tahun 2004 Juncto No. 12 Tahun 2008, menyebutkan bahwa:”Untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Walikota yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 bulan atau lebih, Walikota mengajukan 2 orang calon Wakil Walikota berdasarkan usul partai politik atau gabungan pertai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul Parpol/gabungan Parpol yang pasangan calonnya terpilih dalam Pilkada.
Meski demikian tidak diatur secara eksplisit perihal pengisian jabatan WKDH karena menggantikan KDH yang meninggal dunia, namun berdasarkan tafsiran sistematis dan analogi dari UU No. 32 Tahun 2004 Juncto. UU No. 12 Tahun 2008 maka kekosongan jabatan WKDH merupakan keharusan untuk dilakukan pengisian. Ini dapat dilihat dalam Pasal 29 UU No.32 Tahun 2004 Juncto. UU No.12 Tahun 2008 yang mengatur alasan dan prosedur pemberhentian serta pergantian KDH dan WKDH. Sementara tafsiran analogi digunakan karena terjadi keadaan yang serupa yaitu kekosongan jabatan WKDH akibat WKDH menjadi KDH karena salah satu sebab meninggal dunianya Bapak Walikota Banda Aceh.
Alasan pendukung lainnya yaitu pertama; demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Banda Aceh, kedua; adanya pembagian kewenangan secara atributif antara KDH dan WKDH sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai 26, UU No. 32 Tahun 2004, sehingga akan terjadi persoalan dari perspektif hukum administrasi Negara, ketiga; dalam rangka menjaga kedaruratan jika terjadi keadaan berhalangan terhadap kepemimpinan top leadher pemerintah.
Prosedur pengisian jabatan WKDH dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2), dimana basis pencalonan adalah Parpol/Gabungan Parpol yang memenuhi syarat dalam Pilkada. Parpol/Gabungan Parpol perlu melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon Wakil Walikota sesuai mekanisme internal partai maupun kepenuhan terhadap syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 58. Sumber calon yang akan diajukan Parpol/Gabungan Parpol ke KDH tidak dilakukan pengaturan secara eksplisit, sehingga kewenangan ada pada Parpol/Gabungan Parpol. Oleh karenanya, ada 2 alternatif yang dapat digunakan yaitu : pertama: menggunakan hasil penyaringan saat Pilkada, yaitu calon WKDH urutan berikutnya Selanjutnya, apakah ada peran dari KDH dalam penjaringan dan penyaringan calon WKDH yan dilakukan Parpol/Gabungan Parpol? Meski tidak diatur, namun dalam rangka kerjasama yang bermakna antara KDH dan WKDH, tidak keliru jika dilakukan konsultasi intensif dengan KDH.
Kedua: Hasil penyaringan yang telah dilakukan Parpol/Gabungan Parpol diajukan ke KDH untuk disampaikan ke DPRK. Selanjutnya DPRK akan melakukan pemilihan terhadap 2 calon yang diajukan untuk menjadi WKDH. Prosedur pemilihan menggunakan ketentuan Tata Tertib DPRK Banda Aceh. Potensi masalah hukum akan terjadi jika calon yang diajukan Parpol/Gabungan Parpol yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kurang dari 2 calon alias 1 calon saja. Akankah DPRK menolak agar dilakukan proses ulang sampai memperoleh minimal 2 calon? Semoga saja proses pengisian KDH dan WKDH berjalan mulus sepeti saatnya pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh pada Tahun 2012 yang lalu. Untuk mengurangi potensi konflik maka lebih baik porsi Wakil Walikota(WKDH) diusulkan saja 2 nama dari Partai Demokrat atau  mengusulkan salah satu nama dari unsur birokrat yaitu Bapak Drs. T. Saifuddin, TA, M.Si yang saat ini menjabat sebagai Sekda Kota Banda Aceh, tentu pilihan  nama calon WKDH tersebut ada pada Parpol/Gabungan Parpol yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Andaisaja Wakil Walikotanya nanti Bapak Drs. T. Saifuddin, TA, M.Si tentu keberlangsungan sistem tata kelola pemerintahan akan semakin kuat .Wallahu `alam bishawab

*Penulis adalah: Mantan Aktifis` 98 dan Alumni Tannasda/Lemhanas Pemuda Angkatan I Tahun 2007

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Sejatinya pelantikan Wakil Walikota Banda Aceh harus sudah clear di bulan Mei 2014 sehingga kebijakan strategis akan sangat mudah dilaksanakan oleh ibu Elli, bukan begitu prof..?