22 Jan 2014

Urgensi ANJAB dan ABK (Analisis UU No.5 Tahun 2014)

Oleh : Muhammad Syarif, S.HI.,M.H*


Salah satu persoalan krusial di Indonesia adalah Manajemen Sumber Daya Manusia. Dalam dunia birokrasi, politik, pendidikan, perbankan dan sebagainya peran sumber daya manusia sangat menentukan dalam perjalanan maju mundurnya sebuah organisasi.
Pada tahun 2002, Feisal Tamin yang kala itu menjabat sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, mengatakan bahwa dari 4 juta PNS, hanya 40% yang dikatakan bekerja secara produktif. Sedangkan sisanya, sebesar 60%, masih harus dibenahi. Seperti diketahui, Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk membayar gaji dan tunjangan para PNS. Jika dikaitkan dengan angka yang disebut oleh Feisal Tamin, tentu kondisi tersebut merupakan suatu hal yang menyedihkan karena merupakan pemborosan anggaran. Pemerintah mengeluarkan angaran untuk sesuatu yang tidak produktif.

Tentu banyak hal yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi. Salah satu hal mendasar yang perlu mendapat sorotan adalah kemampuan pemerintah dalam memprediksi kebutuhan pegawai. Kebutuhan pegawai dalam konteks ini tentu tidak hanya berkaitan dengan kuantitas, akan tetapi juga kualitas Sumber Daya Aparatur  yang diperlukan.
Untuk mengatasi problema diatas berbagai aturan telah dikeluarkan. Sebut saja aturan baru tentang Analisis Jabatan adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2012 tentang Analisis Jabatan di lingkungan Pemerintahan Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah yang kemudian di perkuat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Terminologi ANJAB
Menurut Hariandja, ”Analisis jabatan adalah usaha untuk mencari tahu tentang jabatan atau pekerjaan yang berkaitan dengan tugas-tugas yang dilakukan dalam jabatan tersebut.” Sedangkan menurut Irawan, ”Analisis jabatan merupakan informasi tertulis mengenai pekerjaan-pekerjaan apa yang harus dikerjakan oleh pegawai dalam suatu perusahaan agar tujuan tercapai”.


Sementara itu analisis jabatan menurut Sofyandi adalah sebagai berikut:
Analisis jabatan (job analysis) merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengetahui mengenai isi dari suatu jabatan (job content) yang meliputi tugas-tugas, pekerjaan-pekerjaan, tanggung jawab, kewenangan, dan kondisi kerja, dan mengenai syarat-syarat kualifikasi yang dibutuhkan (job requirements) seperti pendidikan, keahlian, kemampuan, pengalaman kerja, dan lain-lain, agar seseorang dapat menjalankan tugas-tugas dalam suatu jabatan dengan baik.

Yuniarsih dan Suwatno, berpendapat sebagai berikut: ’Job analysis is the process of describing and recording aspects of jobs,… the purposes of a job, its major duties or activities, and the conditions under which the job is performed.’
Pynes, memberikan pendapat mengenai analisis jabatan sebagai berikut: “A job analysis is a systematic process of collecting data for determining the knowledge, skills, abilities, and other characteristics (KSAOCs) required to successfully perform a job and to make judgements about the nature of a specific job”.

Dari definisi-definisi mengenai analisis jabatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis jabatan merupakan upaya untuk mendapatkan informasi mengenai suatu jabatan dan syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat memegang jabatan tersebut dengan baik. Dari pengertian-pengertian tersebut, terlihat bahwa analisis jabatan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam manajemen Kepegawaian, Ketatalaksanaan dan Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah. Melalui analisis jabatan, akan diketahui berapa posisi/jabatan yang seharusnya ada dalam suatu organisasi dan kemampuan apa yang dibutuhkan oleh pemegang jabatan.

Urgensi ANJAB dan ABK dalam Manajemen Kepegawaian
Lahirnya UUASN dalam rangka membenahi manajemen kepegawaian baik di pusat maupun daerah. Untuk itulah menjadi penting dokumen Analisis Jabatan (ANJAB) dalam setiap Pengadaan/rekruitmen pegawai negeri sipil.

Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2012  menyebutkan bahwa :”Analisis Jabatan digunakan sebagai panduan bagi Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dalam rangka penataan kelembagaan, kepegawaian, perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Dasar ini kemudian diperkuat kembali dengan Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UUASN). Pasal 56 menyebutkan setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan  analisis jabatan dan analisis beban kerja.


Itu artinya adanya kewajiban mutlak bagi setiap daerah untuk menuntaskan dokumen ANJAB sebagai dasar rekrutmen PNS setiap tahunnya. Bahkan Undang-undang ini mensyaratkan dua dokumen yaitu Analisis Jabatan (ANJAB) dan Dokumen Analisis Beban Kerja (ABK). Yang menjadi soal sekarang adalah apakah setiap daerah di Indonesia wabil khusus Aceh, Pejabat Pembina Kepegawaiannya  telah memahami kedua aturan tersebut...? tentu jawabannya sangat variatif.

Kalau seandainya Pejabat Pembina Kepegawaian di Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) tidak paham tentang itu, maka wajarlah kalau kondisi PNS didaerah belum tertata dengan baik. Rekrutmen, mutasi, promosi belum sesuai dengan aturan yang ada alias berlaku “mazhab nyoe awak loen gata kon awak loen”. Nyoe Timses loen gata lawan politiek loen”.


Untuk itulah sudah saatnya pihak-pihak yang peduli akan perubahan manajeman kepegawaian harus melakukan advokasi agar kepala Daerah baik level propinsi maupun kabupaten/Kota tidak salah dalam menerima para pembisik, yang pada akhirnya salah dalam mengambil kebijakan terkait penataan kepegawaian, kelembagaan dan ketatalaksanaan.
Kalau ini terus dilakukan pembiaran, maka jangan berharap Kepala Daerah mampu menjalankan visi dan misinya dalam membangun daerah sebagai mana yang dijabarkan dalam dokumen perencanaan jangka menengah daerah (RPJMD). 


*Penulis adalah Kepala UPTB Penilaian Kinerja PNS Kota Banda Aceh/Mantan Tim Penyusun ANJAB dan ABK Kota Banda Aceh 2008-2012, Konsultan Reformasi Birokrasi, Direktur Aceh Research Institute (ARI)

Tidak ada komentar: