Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN) yang disahkan oleh Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014,
membagi jabatan ASN dalam tiga kelompok, yaitu: pertama Jabatan Administrasi,
kedua Jabatan Fungsional dan ketiga; Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatan Administrasi terdiri atas: (a). Jabatan
Administrator, yaitu jabatan yang diisi oleh pejabat yang bertanggung jawab
memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta administrasi
pemerintahan dan pembangunan; (b). Jabatan Pengawas, dimana pejabatnya
bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat pelaksana; dan (c). Jabatan Pelaksana, dimana pejabatnya bertanggung jawab
melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan
pembangunan.
“Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkan, yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah,”
(baca Pasal 16 dan 17 UU ASN). Adapun Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional keahlian, yang
terdiri dari: a. Ahli utama; b. Ahli madya; c. Ahli muda; dan d. Ahli pertama;
dan jabatan fungsional ketrampilan,
yang terdiri dari: (a). Penyelia; (b). Mahir; (c). Terampil; dan (d). Pemula.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Fungsional diatur dengan Peraturan
Pemerintah,” bunyi Pasal 18 Ayat (4) UU ASN.
Sedangkan Jabatan
Pimpinan Tinggi terdiri atas: (a). Jabatan pimpinan tinggi utama; (b).
Jabatan pimpinan tinggi madya; dan (c). Jabatan pimpinan tinggi pratama.
“Jabatan
Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud berfungsi memimpin dan memotivasi
setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah, melalui (a). Kepeloporan dalam
bidang keahlian profesional, analisis dan rekomendasi kebijakan, dan
kepemimpinan manajemen; (b). Pengembangan kerjasama dengan instansi lain; dan (c).
Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik dan
kode perilaku ASN,” bunyi Pasal 19 Ayat (2) UU ASN.
Menurut UU ASN, Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN,
namun untuk Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI), dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Pengisian
Jabatan
UU ASN ini menegaskan pengisian jabatan pimpinan
tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara,
lembaga nonstruktural dan Instansi Daerah dilakukan
secara terbuka dan kompetitif di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan
memperhatikan syarat kompetitif, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya
sebagaimana dimaksud dilakukan pada tingkat nasional,” ini dapat dibaca dalam Pasal 108 ayat (2) UUASN tersebut. Adapun pengisian jabatan
pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS
pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dengan
memperhatikan syarat kompetitif, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal
109 ayat (1) UUASN, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat
berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya
dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan
Presiden. “Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit TNI dan
anggita Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan
sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan
kompetitif,” bunyi Pasal 109 Ayat (2) RUU ASN ini.
UU ASN ini menegaskan, bahwa pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. (Baca Pasal 114).
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama meliputi Sekretaris
Daerah kabupaten/kota, kepala dinas provinsi dan kepala dinas kabupaten/kota dilakukan oleh pejabat Pembina
Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi
memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi untuk setiap 1 (satu)
lowongan jabatan. (baca Pasal 115).
UU ASN ini menegaskan, Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi
selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan, kecuali Pejabat Pimpinan
Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi
memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
“Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya
sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden,”
bunyi Pasal 116 Ayat (2). Sementara pada Pasal 117 ditegaskan, bahwa Jabatan
Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling
lama 5 (lima) tahun.
Mengenai Jabatan Pimpinan Tinggi itu, Pasal 131 UU ASN menyebutkan, pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:
a. Jabatan
eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;
b. Jabatan eselon Ia dan Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
c. Jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
d. Jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;
e. Jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
f. Jabatan eselon V dan fungsional umum
setara dengan jabatan pelasana.
Mencermati regulasi ini dapat disimpulkan bahwa UU ASN
memberikan rambu-rambu bagi pejabat pembina kepegawaian di daerah antara lain:
Pertama memberikan
madat kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk transparan dalam melakukan
rekrutmen pejabat eselon II dan pengisiannya dapat diakses oleh semua PNS yang
telah memenuhi syarat kepangkatan dan kompentensi atas jabatan yang lowong
tersebut. Serta rekrutmennya dengan membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi
mengirimkan 3 (tiga) nama kepada pejabat
pembina kepegawaian untuk diangkat satu orang pejabat pada jabatan yang lowong
tersebut.
Kedua: pejabat pembina kepegawaian dilarang memutasi
pejabat Eselon II yang baru dilantik sebelum 2 tahun masa tugas kecuali pejabat
tersebut melanggar ketentuan perundang-undangan.
Ketiga: masa kepemimpinan jabatan Tinggi paling lama 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian
kompetensi dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan
pejabat pembina kepegawaian dan berkoordinasi dengan Komisi ASN.
* Penulis adalah Kepala UPTB Penilaian Kinerja PNS Kota Banda Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar