29 Jan 2014

Kedudukan Komisi ASN (Analisis UU No.5 Tahun 2014)

-->
Oleh : Muhammad Syarif, S.HI.,M.H

Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan di berbagai kementerian dan pemerintah daerah mencakup 3 (tiga) elemen dasar yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya aparatur negara. Sebagai unsur terbesar Aparatur Negara yang terdiri atas 4,7 juta PNS dan lebih kurang 1 juta pegawai honorer pada Tahun 2009, pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah unsur Aparatur Negara yang paling besar dan menduduki posisi penting karena sangat menentukan penyelenggaraan pelayanan publik, dan pelaksanaan tugastugas pemerintahan serta pembangunan.
Namun, dalam kenyataannya, Sumber Daya Aparatur Sipil Negara, khususnya 4,7 juta personil ASN belum mampu mencapai prestasi terbaik dalam pelaksanaan pelayanan dasar dan dalam pelaksanaan manajemen kebijakan pemerintahan, karena belum semua komponen pengembangan sumber daya ASN tersentuh oleh Program Reformasi Birokrasi Nasional.
Penerapan sistem demokrasi multipartai dan sistem presidensiil yang dilahirkan oleh Pemilu Tahun 1999 mengharuskan Presiden membentuk pemerintahan koalisi yang cendrung tidak stabil. Karena itu untuk menjaga agar pelayanan publik dan pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan secara kontinyu dan relatif stabil, perlu dibangun Aparatur Sipil Negara yang profesional dan cukup independen dari struktur politik pemerintahan negara.
Untuk menciptakan Aparatur Negara seperti tersebut perlu diadakan adjustment dalam format Aparatur Sipil Negara dengan memisahkan secara tegas antara jabatan politik (political positions) dengan jabatan Aparatur Sipil Negara yang harus netral dari intervensi politik. Dalam administrasi kepegawaian Republik Indonesia pemisahan 2 (dua) jabatan tersebut dinyatakan memisahkan antara jabatan negara dengan jabatan profesi serta pelarangan PNS menjadi pengurus dan anggota partai politik.
Untuk itulah Negara membentuk Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) lembaga non struktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. Lembaga ini berkedudukan di ibu kota negara. Lembaga ini eksis paling lama enam bulan pasca UU ASN diundangkan, sebagaimana amanah Pasal 140 UU No. 5 Tahun 2014. disahkan. Ini berarti bahwa lembaga ini diperkirakan baru terbentuk sekitar 15 Juli 2014. Susunan Organisasi KASN terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) wakil ketua merangkap anggota dan 5 (lima) orang anggota. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya KASN dibantu oleh Asisiten dan pejabat fungsional keahlian yang dibutuhkan. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 36 ayat (1) pejabat keahlian dimaksud meliputi auditor kepegawaian, peneliti, perancang perundang-undangan dan analisis kebijakan.
Keberadaan KASN dirasakan sangat strategis kedepan. Hal ini dapat dilihat pada tiga tugas utama KASN yaitu:
a.    menjaga netralitas Pegawai ASN;
b.   melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN;
c.    melaporkan pegawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen ASN kepada Presiden.

Disamping itu pula berdasarkan Pasal 32, KASN berwenang antara lain:
a.    mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari pembentukan panitia seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama calon, penetapan dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi;
b.   mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN;
c.    meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma standar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN;
d.   memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN;
e.    meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.

Dalam melakukan pegawasan atas penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN, maka Komisi ASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN. Komisi ASN juga melakukan rekomendasi kepada Presiden atas adanya Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang atas hasil pengawasan yang diberikan kepada kedua Instansi tersebut yang tidak menindak lanjuti temuan pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.
UU ASN juga mengatur sanksi tegas berkaitan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang yang melangar prinsip sistem merit dan ketentuan peraturan-perundang-undangan. Adapun sanksi tersebut dijatuhkan oleh Presiden kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di Daerah maupun Pusat meliputi:
a.    peringatan
b.   teguran
c.    perbaikan, pencabutan, pembatalan, penerbitan keputusan, dan/ atau pengembalian pembayaran
d.   hukuman disiplin untuk pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e.    sanksi untuk pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semoga saja keberadaan Komisi ASN nantinya akan menciptakan dan mendorong pegawai ASN menjadi lebih produktif, profesional, sehingga akan melahirkan insan aparatur yang memiliki semangat melayani masyarakat dengan penuh tanggungjawab. Wallahu `alam bishawab

·         Penulis adalah Kepala UPTB Penilaian Kinerja PNS Kota Banda Aceh

Tidak ada komentar: