Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan di
berbagai kementerian dan pemerintah daerah mencakup 3 (tiga) elemen dasar yaitu
kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya aparatur negara. Sebagai unsur
terbesar Aparatur Negara yang terdiri atas 4,7 juta PNS dan lebih kurang 1 juta
pegawai honorer pada Tahun 2009, pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah
unsur Aparatur Negara yang paling besar dan menduduki posisi penting karena
sangat menentukan penyelenggaraan pelayanan publik, dan pelaksanaan tugas‐tugas pemerintahan
serta pembangunan.
Namun, dalam kenyataannya, Sumber Daya
Aparatur Sipil Negara, khususnya 4,7 juta personil ASN belum mampu mencapai
prestasi terbaik dalam pelaksanaan pelayanan dasar dan dalam pelaksanaan
manajemen kebijakan pemerintahan, karena belum semua komponen pengembangan
sumber daya ASN tersentuh oleh Program Reformasi Birokrasi Nasional.
Penerapan sistem demokrasi multi‐partai dan sistem
presidensiil yang dilahirkan oleh Pemilu Tahun 1999 mengharuskan Presiden
membentuk pemerintahan koalisi yang cendrung tidak stabil. Karena itu untuk
menjaga agar pelayanan publik dan pelaksanaan fungsi pemerintahan dan
pembangunan dapat berjalan secara kontinyu dan relatif stabil, perlu dibangun
Aparatur Sipil Negara yang profesional dan cukup independen dari struktur
politik pemerintahan negara.
Untuk menciptakan Aparatur Negara seperti
tersebut perlu diadakan adjustment dalam format Aparatur Sipil Negara
dengan memisahkan secara tegas antara jabatan politik (political positions)
dengan jabatan Aparatur Sipil Negara yang harus netral dari intervensi politik.
Dalam administrasi kepegawaian Republik Indonesia pemisahan 2 (dua) jabatan
tersebut dinyatakan memisahkan antara jabatan negara dengan jabatan profesi
serta pelarangan PNS menjadi pengurus dan anggota partai politik.
Untuk itulah Negara membentuk Komisi Aparatur
Sipil Negara (KASN) lembaga non struktural yang mandiri dan bebas dari
intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN yang profesional dan
berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral serta menjadi perekat
dan pemersatu bangsa. Lembaga ini berkedudukan di ibu kota negara. Lembaga ini
eksis paling lama enam bulan pasca UU ASN diundangkan, sebagaimana amanah Pasal
140 UU No. 5 Tahun 2014. disahkan. Ini berarti bahwa lembaga ini diperkirakan
baru terbentuk sekitar 15 Juli 2014. Susunan Organisasi KASN terdiri dari 1
(satu) orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) wakil ketua merangkap anggota dan
5 (lima) orang anggota. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya KASN dibantu
oleh Asisiten dan pejabat fungsional keahlian yang dibutuhkan. Lebih lanjut
dalam penjelasan Pasal 36 ayat (1) pejabat keahlian dimaksud meliputi auditor
kepegawaian, peneliti, perancang perundang-undangan dan analisis kebijakan.
Keberadaan KASN dirasakan sangat strategis
kedepan. Hal ini dapat dilihat pada tiga tugas utama KASN yaitu:
a.
menjaga netralitas
Pegawai ASN;
b.
melakukan
pengawasan atas pembinaan profesi ASN;
c.
melaporkan pegawasan
dan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen ASN kepada Presiden.
Disamping itu pula
berdasarkan Pasal 32, KASN berwenang antara lain:
a.
mengawasi setiap
tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari pembentukan panitia
seleksi instansi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengusulan nama
calon, penetapan dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi;
b.
mengawasi dan
mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku
pegawai ASN;
c.
meminta informasi
dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma standar
serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN;
d.
memeriksa dokumen
terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN;
e.
meminta
klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk
pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode
perilaku Pegawai ASN.
Dalam melakukan
pegawasan atas penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku
Pegawai ASN, maka Komisi ASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode
etik dan kode perilaku Pegawai ASN. Komisi ASN juga melakukan rekomendasi
kepada Presiden atas adanya Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang
berwenang atas hasil pengawasan yang diberikan kepada kedua Instansi tersebut
yang tidak menindak lanjuti temuan pelanggaran kode etik dan kode perilaku
Pegawai ASN.
UU ASN juga
mengatur sanksi tegas berkaitan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang yang melangar prinsip sistem
merit dan ketentuan peraturan-perundang-undangan. Adapun sanksi tersebut
dijatuhkan oleh Presiden kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di Daerah maupun
Pusat meliputi:
a.
peringatan
b.
teguran
c.
perbaikan,
pencabutan, pembatalan, penerbitan keputusan, dan/ atau pengembalian pembayaran
d.
hukuman disiplin
untuk pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
e.
sanksi untuk
pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Semoga saja keberadaan Komisi ASN nantinya akan
menciptakan dan mendorong pegawai ASN menjadi lebih produktif, profesional,
sehingga akan melahirkan insan aparatur yang memiliki semangat melayani
masyarakat dengan penuh tanggungjawab. Wallahu `alam bishawab
·
Penulis adalah Kepala UPTB Penilaian Kinerja PNS Kota
Banda Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar