Oleh : Muhammad Syarif, S.HI.,M.H
Terminologi
Banyak para
ahli hukum yang memberikan pendapat dan pemikirannya terkait dengan hukum adat.
Ada beberapa diantaranya yang
ahli terkait dengan hukum adat antara lain:
Soepomo,
mengatakan bahwa hukum adat adalah; hukum yang berasal dari kebudayaan
tradisionil, ia merupakan hukum yang hidup, karena mengutamakan perasaan hukum
yang nyata dari rakyat dan sesuai dengan fitrahnya sendiri. Sementara Prof.M.M
Jojodigoeno, mengatakan bahwa hukum adat adalah; hukum yang tidak bersumber
pada peraturan-peraturan tertulis.
Sementara Prof.
Mr. Cornelius van Vollenhoven, mengatakan bahwa hukum adat adalah; hukum yang
tidak bersumber pada peraturan-peraturan pemerintah Hindia Belanda atau alat-alat
kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan
Belanda dahulu. Adajuga yang mengatakan hukum adat adalah hukum yang hidup pada
masyarakat setepat (living law), dimana pendapat ini diperkuat oleh Prof.
Sacipto Rahardjo atau yang sering dikenal bapak hukum progresif.
Hukum adat
merupakan sistem hukum tertua yang berlaku di dalam suatu komunitas masyarakat
adat, sehingga seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero pernah mengatakan
bahwa ”Ibi Societas, Ibi Ius (Dimana
ada masyarakat maka disitu ada Hukum)”, hukum akan selalu hadir dan mengikuti
perkembangan kehidupan sosial masyarakatnya dan bukan sebaliknya masyarakat
yang mengikuti perkembangan hukum.
Pemberlakuan Hukum Adat di Indonesia
Keberlakuan
hukum di suatu negeri selalu terkait dengan politik hukum. Begitu juga halnya
dengan eksistensi hukum adat di Indonesia. Adapun dasar penerapan hukum adat di
Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. TAP MPRS No.II/MPRS/1960
b. TAP MPR No.IV/MPR/1973
c. TAP MPR No. II/MPR/1978
d. TAP MPR No/ II/MPR/1997
Tahun 1975 diadakan seminar
tentang “Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional” antara FH-UGM dan BPHN, hasil
kesimpulan seminar:
1. Hukum adat merupakan salah satu sumber
yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang
menuju unifikasi dengan tidak mengabaikan berkembangnya hukum kebiasaan
pengadilan dalam pembinaan hukum.
2. Pengambilan
bahan-bahan dari hukum adat berarti:
- Menggunakan konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.
- Menggunakan lembaga-lembaga hukum adat untuk dimodernisasikan sesuai kebutuhan zaman tanpa menghilangkan ciri-ciri dan sifat kepribadian Indonesia.
- Konsep-konsep hukum adat dimasukkan dalam lembaga-lembaga hukum baru. ukum asing dipergunakan untuk memperkaya dan mengembangkan hukum nasional.
- Menggunakan konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.
- Menggunakan lembaga-lembaga hukum adat untuk dimodernisasikan sesuai kebutuhan zaman tanpa menghilangkan ciri-ciri dan sifat kepribadian Indonesia.
- Konsep-konsep hukum adat dimasukkan dalam lembaga-lembaga hukum baru. ukum asing dipergunakan untuk memperkaya dan mengembangkan hukum nasional.
3. Dalam pembinaan hukum harta kekayaan
nasional, hukum adat merupakan salah satu unsur, sedangkan dalam hukum
kekeluargaan dan hukum waris merupakan intinya.
Dalam
lintasan sejarah, Hukum adat juga diberlakukan oleh Belanda kepada golongan masyarakat
Bumiputera melalui penerapan Pasal 131 IS (Indische Staatsblaad). Di
dalam Pasal 131 IS tersebut ada 3 (tiga) golongan masyarakat yang terkait
dengan pemberlakuan hukum pada dirinya, yaitu;
Pertama:
Golongan Eropa, diberlakukan hukum Eropa. Kedua: Golongan Timur Asing (Tinghoa,India),
diberlakukan hukum Eropa. Ketiga; Golongan Bumiputera, diberlakukan
hukum adat. Hukum adat diberlakukan oleh Belanda terhadap golongan Bumiputera
dengan asumsi bahwa hukum adat adalah hukum yang sesuai dengan suasana
kebatinan dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam masing-masing komunitas
adat yang berbeda. tetapi masih diberikan peluang kepada golongan Bumiputera
untuk tunduk sukarela terhadap hukum Eropa (Belanda) terkait hal-hal
keperdataan tertentu, contohnya; penggunaan wesel, cek, akte notaris untuk membuat
perikatan, dan sebagainya.
Setelah Indonesia merdeka, keberadaan hukum adat
menjadi lemah seiring dengan diberlakukannya asas konkordansi (concordance
principle) melalui Pasal 1 Aturan Peralihan UUD Republik Indonesia Tahun 1945,
yang berbunyi ”Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Walaupun
hukum adat masih diberlakukan pada hal-hal tertentu yang bersifat keperdataan,
misalnya putusan MA No.187/K/Sip/1956 tanggal 10 Desember 1957 tentang lampau
waktu dalam transaksi gadai tanah. Tetapi dalam ranah hukum pidana, tidak ada
sama sekali prinsip-prinsip dan nilai-nilai hukum adat yang diberlakukan
melalui putusan para hakim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar