Gedung KNPI Malaysia, 2012 |
Dalam lintasan
sejarah, disebutkan bahwa Banda Aceh sebagai pusat Ibu kota Nanggroe Aceh
darusalam, saat ini dikenal dengan sebutan Pemerintah Aceh sebutan Propinsi
Aceh sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2006 . hal ini sebagaimaa tertuang dalam
batu nisan di kampong Pande, kota ini dibangun pada hari jumat, tanggal 1 Ramadhan 601 H atau bertepatan dengan 22 April 1205 M yang dibangun oleh Sultan Johan Syah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha
Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri.
Banda Aceh Darussalam
sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam dan sekarang ini merupakan ibukota
Provinsi Aceh telah berusia 808 tahun
(22 April Tahun 2013 M) merupakan
salah satu Kota Islam Tertua di Asia Tenggara. Seiring dengan perkembangan
zaman Kerajaan Aceh Darussalam dalam perjalanan sejarahnya telah mengalami
zaman gemilang dan pernah pula mengalami masa-masa suram yang menggentirkan.
Adapun Masa gemilang Kerajaan Aceh Darussalam
yaitu pada masa pemerintahan "Sultan
Alaidin Ali Mughayat Syah, Sultan Alaidin Abdul Qahhar (Al Qahhar), Sultan
Alaidin Iskandar Muda Meukuta Alam dan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin".
Sedangkan masa percobaan berat, pada
masa Pemerintahan Ratu yaitu ketika
golongan oposisi "Kaum
Wujudiyah" menjadi kalap karena berusaha merebut kekuasaan menjadi
gagal, maka mereka bertindak liar dengan membakar Kuta Dalam Darud Dunia,
Mesjid DJami Baiturrahman dan bangunan-bangunan lainnya dalam wilayah kota.
Kemudian Banda Aceh
Darussalam menderita penghancuran pada waktu pecah "Perang Saudara"
antara Sultan yang berkuasa dengan adik-adiknya, peristiwa ini dilukiskan oleh
Teungku Dirukam dalam karya sastranya, Hikayat Pocut Muhammad.
Masa yang amat getir
dalam sejarah Banda Aceh Darussalam pada saat terjadi Perang Dijalan Allah
selama 70 tahun yang dilakukan oleh Sultan dan Rakyat Aceh sebagai jawaban atas
"ultimatum" Kerajaan Belanda yang bertanggal 26 Maret 1837. Dan yang
lebih luka lagi setelah Banda Aceh Darussalam menjadi puing dan diatas puing
Kota Islam yang tertua di Nusantara ini Belanda mendirikan Kutaraja sebagai
langkah awal Belanda dari usaha penghapusan dan penghancuran kegemilangan
Kerajaaan Aceh Darussalam dan ibukotanya Banda Aceh Darussalam.
Sejak itu ibukota Banda Aceh Darussalam diganti namanya oleh
Gubernur Van Swieten ketika penyerangan Agresi ke-2 Belanda pada Kerajaan
Aceh Darussalam tanggal 24 Januari 1874 setelah berhasil menduduki
Istana/Keraton yang telah menjadi puing-puing dengan sebuah proklamasinya yang
berbunyi :
Bahwa Kerajaan Belanda dan Banda Aceh dinamainya
dengan Kutaraja, yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal di Batavia
dengan beslit yang bertanggal 16 Maret 1874, semenjak saat itu resmilah Banda
Aceh Darussalam dikebumikan dan diatas pusaranya ditegaskan Kutaraja sebagai
lambang dari Kolonialisme. Banda Aceh Darussalam akhirnya berubah namanya menjadi Kota Banda Aceh.
Prestasi Kota Banda
Aceh di era Refomasi
Kota Banda Aceh
yang hampir satu abad, telah banyak menuai prestasi, baik di bidang
Pemerintahan, Pendidikan, Kesehatan bahkan olah raga. Walaupun diakui
memang prestasi tersebut terjadi pasang
surut.
Dalam bidang
Pemerintahan Kota Banda Aceh saat ini menjadi sokoguru se nusantara dengan
program e-kinerjanya yang baru saja memperoleh sertifikat HAKI dari Kementrian
Hukum dan HAM (Selasa, 19 Maret 2013). Kota Inovation Award 2012 ini juga gemar
menyabet piala Adipura, Pengesahan Anggaran Tepat Waktu, Pengiriman LAKIP tepat
waktu, Kota Percontohan Pelayanan Publik, dan sebagainya.
Dalam bidang
pendidikan, Banda Aceh merupakan salah satu kota terbaik nilai UAN se-Indonesia
serta salah satu Kota yang menerapkan konsep pendidikan diniyah baik sekolah
umum maupun sekolah Agama di setiap jenjang pendidikan. Dalam bidang Kesehatan
dan Olah Raga Kota ini sangat berani menerapkan sanksi terkait larangan bagi
yang ketahuan mengisap rokok bagi pejabat diruang public diancam dengan
pemecatan dari Jabatan. Disampin itu pula Persiraja Banda Aceh sebagai Klub
Sepak Bola pernah jaya di era 80-an.
Saat ini Banda Aceh
sebagai salah satu pilot project pusat dibidang Reformasi Birokrasi tentunya pemerintah
pusat tidak salah dalam melirik Banda Aceh menjadi sample rujukan terutama
dibidang Penataan Kelembagaa, Kepegawaian, Tata Laksana, Analisis dan Formasi
Jabatan serta pelayanan publik. Semoga
saja diumur ke-808 Kota Banda Aceh akan semakin memperteguh dan mempermatap
prestos-demi prestasi. Pertanyaan yang muncul adalah akankah prestasi ini mampu
dipertahankan dan dilanjutkan..?
*Penulis
adalah Wakil Ketua Bidang Riset dan Kajian Strategis DPD KNPI Kota Banda Aceh
periode 2012-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar