Oleh Bung Syarif*
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) berkonsekwensi logis, “Politik Hukum Tenaga Kontrak” yang kini dikenal dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Semangat filosofis dari Undang-Undang ASN ini dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara. Untuk itulah perlu dibangun pondasi agar PNS memiliki integritas, profesionalitas, netral dan bebas dari intervensipolitik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat.
Dengan demikian ada perubahan mendasar terkait beberapa aspek diantaranya: definisi PNS, batas pensiun PNS, fungsi, tugas, hak, kedudukan dan kewenangan, Jabatan PNS serta mekanisme promosi PNS yang dalam Undang-Undang ini nomenklaturnya menjadi Aparatur Sipil Negara.
Dalam undang-undang ini pegawai ASN pada dasarnya hanya dikenal 2 jenis yaitu PNS dan P3K (baca Pasa 6 UU No.5 Tahun 2014). Ada 3 Fungsi Utama PNS menurut undang-undang ini yaitu pertama: sebagai pelaksana kebijakan publik, kedua; sebagai pelayan publik dan ketiga sebagai perekat pemersatu bangsa. Maka dari itu PNS dapat berpindah tugas dari dan antar Kab/Kota di dalam Provinsi bahkan Pusat. Mekanisme perpindahan tersebut diatur berdasarkan peraturan-perundangan sesuai dengan kewenangan.
Undang-Undang ASN juga mengakomudir pengalihan tugas seorang PNS untuk dapat diangkat menjadi tentara nasional indonesia atau sebaliknya, yang mekanisme diatur dengan peraturan pemerintah. Dari sisi kelembagaan UU ASN memberikan mandat agar dibentuk Komisi ASN yaitu lembaga non struktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik.
UU ASN juga melakukan pengelompokan 3 jabatan yaitu : Pertama; Jabatan Administrasi. Jabatan ini terdiri dari jabatan administrator, jabatan pengawas dan jabatan pelaksana. Kedua; Jabatan fungsional. Jabatan fungsional ini terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan. Ketiga; Jabatan Pimpinan Tinggi. Jabatan ini terdiri dari tiga tingkatan yaitu: jabatan pimpinan tinggi utama, jabatan pimpinan tinggi madya dan jabatan pimpinan tinggi pratama.
Terkait dengan penggajian dan tunjangan pegawai dibebabkan pada masing-masing instansi. Kalau bekerja pada instansi pusat maka dibebankan pada APBN akan tetapi jika bekerja pada instansi daerah maka gaji dan tunjangannya di bebankan pada APBD masing-masing daerah. Maka dari itu sangat wajar kalau daerah harus lebih selektif dalam menerima perpindahan PNS baik antar daerah, propinsi, maupun pusat. Adapun batas usia pensiun PNS adalah 58 tahun bagi pejabat administarsi dan 60 tahun bagi pejabat pimpinan tinggi. Pada saat UU ASN ini mulai berlaku maka akan ada penyetaraan jabatan yaitu:
a. Jabatan Eselon Ia Kepala lembaga pemerintah non kementrian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;
b. Jabatan Eselon Ia dan Eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
c. Jabatan Eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
d. Jabatan Eselon III setara dengan jabatan administrator;
e. Jabatan Eselon IV setara dengan jabatan pengawas
f. Jabatan Eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
Mengintip P3K
Viralnya pemberitaan di Tahun 2023 tidak ada lagi tenaga kontrak, membuat sebagian insan yang berstatus tenaga kontrak di berbagai institusi pemerintah daerah semakin galau, apalagi yang telah mengabdi puluhan tahun dan dari segi umur memasuki senja. Kegalauan ini tentu bukan tanpa alasan. Beberapa pejabat di instansi tertentu dengan gegap gempita mengatakan tak ada lagi tenaga kontrak dan tahun ini batas akhir, ungkap Jalaluddin Kasatpol PP dan WH Aceh saat menyerahkan SK Kontrak bagi Praja Wibawa Aceh sebagaimana dilansir beberapa media online.(baca kumparan; Tahun 2022 Batas Akhir Pemerintah Aceh Pakai Tenaga Kontrak, 4 Januari 2022). Bahkan argumentasi ini dikuatkan oleh Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh, Iskandar AP. Beliau mengatakan tahun ini adalah tahun terakhir bagi seluruh tenaga kontrak di lingkungan Pemerintah Aceh untuk berkarir. Hal ini disarkan pada pasal 99 ayat (1) Peraturtan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Lebih lanjut Iskandar berbesan walau tidak lagi berstatus sebagai tenaga kontrak, beliau berharap personil tetap semangat, loyal dalam bekerja. Ukirlah prestasi dan terus bangun semangat dan sikap positif dalam bekerja dan menjalani hidup ujarnya.
Dalam kontek ini pula perlu upaya menjemput bola terkait perubahan politik hukum tenaga kontrak menjadi P3K, tentu dengan menyiapkan instrumen pendukung seperti budzeting P3K lima tahun kedepan, penuntasan dokumen Analisis Jabatan (ANJAB) dan Analisis Beban Kerja (ABK), pemenuhan indek profesionalisme tenaga kontrak atawa P3K. Penenuhan ke-4 dokumen tersebut menjadi penting sebelum melakukan jurus lobi dengan mitra sukses. Pendekatan personal pada kementrian terkait perlu juga dilakukan oleh pimpinan instansi. Jangan hanya menunggu bola-bola liar. Kata orang jangan malu bertanya. Tak paham, bertanyalah pada daerah yang telah diakomudir usulan P3K, inilah idiom orang tua. Jika pemenuhan instrumen pendukung P3K dan pendekatan personal tidak dilakukan, saya kuatir di beberapa instansi pemerintah akan mengalami kegalauan yang panjang bagi tenaga kontrak yang selama ini telah berbakti buat negeri. Ingat jika anda gagal sebagai P3K jangan galau, ini belum kiamat.
*Penulis adalah Praja Wibawa Kota Banda Aceh, Direktur Aceh Research Institute (ARI), Sekjen DPP ISKADA Aceh, Sekretaris Forum Muda Alumni Lemhannas Aceh, Penulis Buku Reformasi Birokrasi dari Banda Aceh menuju Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar