17 Okt 2019

Bincang Ringan Wisata Halal bersama Tokoh Pemuda Kutaraja


Ketika mendengar terkait dengan pariwisata halal, apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran kalian? Sesuatu yang serba Islami, sesuatu yang bergaya kearab-araban seperti pemisahan jalur laki-laki dan perempuan, berpakaian dengan menggunakan niqab?
Karena di Indonesia sepertinya isu seperti ini sangat sensitif, bukan karena konsep dari wisata halal itu sendiri melainkan dari kesalahpahaman tentang konsep dari wisata halal tersebut yang masih banyak belum dipahami seutuhnya.

Penerapan sistem dengan konsep wisata halal tentu sangat berbeda dengan penerapan hukum syariah, yang selama ini ditakutkan oleh beberapa kalangan di Indonesia. Dalam konteks Banda Aceh gagasan wisata halal itu telah menggema sejak 2016, lahirnya Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 17 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan wisata halal memberikan parameter tersendiri menyangkut aspek produk dengan para meter 27 indikator penilaian, aspek pelayanan, 20 indikator penilaian serta aspek pengelola sebanyak 2 indikator penilaian, ungkap Bachtiar, S.Sos Asisten II Setda Kota Banda Aceh, saat diskusi ringan dengan tokoh pemuda, kamis, 17 oktober 2019 di Zakir Kupi, Kanwil Agama Propinsi Aceh.
Bapak Aminullah Usman sangat konsernt untuk itu, lanjut Bachtiar selaku mantan Camat senior Meuraxa. Dalam bincang santai yang diikuti Muhammad Syarif, T.Hanansyah, Marwidin beliau memberikan pandangan yang rigid soal konsep pariwisata halal. Untuk itu saya harapkan agar para aktifis dan ormas Islam serta pelaku pariwisata mempedomani pada regulasi yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota Banda Aceh. Tentunya dalam penerapannya kita berharap agar Dinas Pariwisata menyusun rencana induk pengembangan pariwisata berbasis Islami serta mensinergikan dengan regulasi yang telah ada.


Tidak ada komentar: