Oleh : Muhammad Syarif, S.HI.,M.H*
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum
harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem
kesehatan nasional. Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang
berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3)
dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan
dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat
kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya
masing-masing berinteraksi satu sama lain.
Pada hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna
tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Dari aspek pembiayaan bahwa Rumah Sakit memerlukan
biaya operasional dan investasi yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya,
sehingga perlu didukung dengan ketersediaan pendanaan yang cukup dan
berkesinambungan. Antisipasi dampak globalisasi perlu didukung dengan peraturan
perundang-undangan yang memadai.
Dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan
hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi pengelolaan
Rumah Sakit diperlukan suatu perangkat hukum yang mengatur Rumah Sakit secara menyeluruh
dalam bentuk Undang-Undang.
Lahirnyan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit mempertegas komitmen negara dalam rangka penataan Rumah Sakit menjadi
lebih baik dan profesional. Guna terwujudnya hal tersebut Kepala Daerah selaku
pemilik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dapat membentuk Dewan Pengawas (Dewas).
Pembentukan Dewas bagi RSUD yang telah menjadi PPK-BLUD diatur secara spesifik
dalam Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah mengacu pada aspek realisasi nilai aset dan omset
rumah sakit, yang secara teknis diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan.
Pendekatan nilai aset dan omset inipula memberikan
rambu-rambu berapa jumlah Dewas yang layak untuk RSUD. Dimana Pembentukannya
dengan Keputusan Kepala Daerah atas usulan Direktur Rumah Sakit. Dalam Pasal 45
Permendagri No.61 Tahun 2007 keanggotaan Dewas terdiri dari 3 komponen yaitu: Pertama; Unsur Pejabat SKPD yang berkaitan
dengan Kegiatan BLUD dalam hal ini
berasal dari Dinas Kesehatan, Kedua:
Unsur Pejabat dilingkungan Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah
(DPKAD/BPKK) dan Ketiga: Unsur tenaga
Ahli yang sesuai dengan Kegiatan BLUD.
Sejalan dengan lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit mengharuskan Kepala
Daerah mereposisi Dewas sesuai atuaran yang baru. Sebagai tambahan informasi
regulasi ini diundangkan 24 Maret 2014.
Dimana sebelumnya komposisi Dewas terdiri dari 3
komponen, berubah menjadi 4 Komponen yaitu; Pertama; unsur pemilik rumah sakit, Kedua: unsur organisasi profesi, Ketiga: Asosiasi Perumah Sakitan dan Keempat; Tokoh Masyarakat dalam hal ini tenaga Ahli dibidang
Perumah Sakitan. Regulasi ini memerintahkan Kepala Daerah untuk melakukan
reposisi Dewas selambat-lambatnya satu tahun pasca diundangkannya. Itu Artinya
24 Maret 2015, seluruh Pemerintah Daerah telah melakukan komposisi Dewas secara
menyeluruh dalam rangka pelaksanaan regulasi ini.
Reposisi Dewas menjadi penting mengingat tugas dan
fungsinya sangat strategis. Adapun tugas Dewas sebagai berikut:
1. Menentukan
Arah Kebijakan Rumah Sakit
2. Menyetujui
dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis
3. Menilai dan
menyetujui pelaksanaan rencana anggaran
4. Mengawasi
pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya
5. Mengawasi
dan menjaga hak dan kewajiban pasien
6. Mengawasi
dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit
7. Mengawasi
kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi dan Peraturan
Perundang-undangan.
Mencermati
tugas Dewas yang cukup berat dan strategis, maka orang-orang yang terlibat
dalam menjalankan tupoksinya harus benar-benar selektif, jangan asal comot
sana-sini, sehingga terkesan asal ada saja. Langkah-lahkah taktis dan strategis
menjadi penting di perhatikan oleh Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota)
sehingga keberadaan Dewas benar-benar efektif dalam menjalankan tugas
organisasi. Kalau keliru dalam memilih dan mengangkat Dewas yang masa tugasnya
selama 5 Tahun, maka dipastikan Rumah Sakit Umum Daerah akan kolab, bahkan
tidak tertutup kemungkinan akan gulung tikar alias tidak mampu membiayai
seluruh kebutuhan operasional rumah sakit, baik sifatnya kebutuhan medis maupun
administratif, bahkan tidak tertutup kemungkinan Rumah Sakit akan sarat dengan
masalah, karena kontrol internal tidak berjalan dengan baik, hal ini dikarenak
tugas Dewas tidak berjalan sebagaimana diharapkan.
*Penulis adalah
Direktur Aceh Research Institute (ARI) dan Dosen FSH UIN Ar-Raniry, Pengalaman
menjadi Konsultan PPK-BLUD RSUD Kab/Kota Aceh dan Sumatera selama 5 Tahun
sejak 2009 bersama CHSM Fakultas Kedokteran Unsyiah.
1 komentar:
Secara struktur & kelembagaan menyangkut dengan pengelolaan RSU di indonesia semua telah terakomodir, persoalan yg mendesak saat ini keinginan & keiklasan para pelaku kebijakan untuk menerapkan standar yg benar2 memberi empaty bagi pasien yg menggantungkan kesembuhannya, juga fasilitas yg ada
Posting Komentar