15 Agu 2017

Mewujudkan Banda Aceh Gemilang



Oleh : Muhammad Syarif, SHI.M.H*

Banda Aceh adalah Kota yang terus melakukan gebrakan dalam banyak aspek, Kota yang telah banyak menuai prestasi dalam berbagai bidang kehidupan, baik level Aceh, Nasional maupun internasional. Secara geografis Banda Aceh mempunyai luas 62,36 Km2, memiliki 9 Kecamtan dan 90 Gampong yang berpenduduk lebih kurang 256.036 jiwa (sumber portal ttp://disdukcapil.bandaacehkota.go.id).
Banda Aceh dalam lintasan sejarah telah mengalami pasang surut kejayaan. Sebagai Ibukota Propinsi, Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial budaya dan pemerintahan. Pernah menjadi negeri tersohor dalam bidang pendidikan Islam di Asia Tenggara. Berdiri pada abad ke-14 M. Dibangun diatas puing-puing kerajan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya seperti kerajan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra dan Kerajaan Indrapura (Indapuri). Dari batu nisan Sultan Firmansyah, salah seorang sultan yang pernah memerintah Kesultanan Aceh didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh).

Kemunculan Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh tidak terlepas dari eksistensi kerajan Islam Lamuri. Pada akhir abad ke-15 dengan terjalinnya harmonisasi dengan kerajan tetangga, maka pusat singasana kerajaan Lamuri dipindahkan ke Meukuta Alam, yang kini menjadi Pendopo Gubernur Aceh. Sultan Ali Mughayat Syah memerintahkan Kesultanan Aceh Darussalam selama 10 Tahun sebagaimana termaktub pada prasasti. Beliau meninggal dunia pada 12 Dzulhijah Tahun 936 Hijriah atau bertepatan dengan 7 Agustus 1530 Masahi.
Kendati kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah relatif singkat namun beliau berhasil membangun Banda Aceh sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara. Saat itupula Banda Aceh menjadi Kota Pusat Pertahanan yang ikut mengamankan jalur perdagangan maritim dan lalu lintas jemaah haji dari perompakan yang dilakukan armada portugis.
Tradisis Perdagangan Maritim, khususya komoditas lada yang saat itu menjadi andalan transaksi bisnis Aceh-Eropa dilanjutkan oleh kesultanan Sultan Iskandar Muda. Disamping itu beliau menjadikan Banda Aceh sebagai taman dunia yang dimulai dari komplek Istana, Darud Dunya (Taman Dunia).
Pada masa agresi Belanda yang kedua, terjadi evakuasi besar-besaran pasukan Aceh keluar dari Banda Aceh yang pada akhirnya Van Swieten, jatuhnya kesultanan Aceh dan mengubah Banda Aceh menjadi Kuta Raja. Setelah masuk dalam pengakuan Republik Indonesia, sejak 28 Desember 1962, nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menterk Pemerintahan Umu dan Otonomi Daerah tanggal 9 Mei 1963.
Banda Aceh kota yang telah bermetamarfosis menuju kebangkitan masa lalu. Tentu pendekatannya tidak lagi bicara dalam konteks kerajan (kesultanan) akan tetapi menjelma menjadi sistem demokrasi. Perobahan kepemimpinannya berdasarkan Pemilahan Umum dengan sistem politiknya “Demokrasi Pancasila”.
7 Juli 2017 adalah hari bersejarah bagi Bapak Aminullah Usman, beliau dilantik oleh Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh sebagai Walikota Banda Aceh periode 2017-2022 dalam sidang Paripurna Parlemen Kota Banda Aceh. Prosesi Pelantikan berlangsung khitmad dan damai. Ribuan pengunjung menyambut kegembiraan sosok Insan yang ramah, energik dan pencinta olahraga. Sosok Bankers yang sukses mengantarkan Bank Pembangunan Rakyat Aceh yang kini berubah menjadi Bank Syariah Aceh, punya harapan besar warganya untuk mengembalikan kejayan Aceh masa lalu.
Harapan itu tentu tidak berlebihan. Pasangan Gemilang ini diyakini mampu melanjutkan kepemimpinan Alm. Mawardy Nurdin, tokoh Pembangunan Kota, yang dilanjutkan oleh Bunda Illiza Sa`aduddin Djamal dengan Visi Madaninya. Kini kepemimpinan Banda Aceh di percayakan pada Aminullah Usman dan Zainal Arifin, (AZ) dua tokoh yang sangat tepat dalam membawa haluan baru, demikian komentar salah satu pedagang yang sempat kawi wawancarai.
Setiap zaman ada masanya dan setiap masa ada jamannya. Tahun 2017 adalah Tahun “Kegemilangan”, pantulan cahaya kegemilangan itu semakin menemukan sumbu utamanya. Gemilang itu harus merata dalam semua sendi kehidupan meliputi sektor agama, pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, kebersihan, pemenuhan air bersih, pemenuhan lapangan kerja serta kesejahteraan rakyat.
Disinilah butuh kerja keras dan sinergisitas lintas stakeholders. Guna mewujudkan Kegemilangan itu. Menurut hemat penulis ada 5 Fokus tim AZ yang mesti disahuti oleh Instansi teknis dalam mengkreasikan kegemilangan itu, antara lain:
Pertama: Aspek Pengembangan Agama (Syariat Islam). Dalam konteks ini pembantu AZ dalam hal ini Kepala Dinas, Staf Ahli, Camat, Keuchik harus mampu mendorong masyarakat Kota untuk senantiasa mengamalkan syariat Islam secara kaffah dalam semua sendi kehidupan. Disamping itupula pembinaan dan peningkatan kualitas pemahaman keagamaan menjadi penting dan terus dilakukan secara kontinue, suasana kegairahan dalam beragama warganya harus selalu didorong termasuk menggalakkan masyarakat untuk belajar agama di Dayah atawa Pesantren, baik salafi maupu terpadu. Perhatian Pemerintah untuk menata Dayah lebih baik menjadi penting untuk dilakukan. Dayah harus ditata semakin menarik dan mandiri. Untuk itu menjadi penting dipikirkan penguatan capasity building dayah termasuk peningkatan kecakapan hidup (life skill) Tgk. Dayah/Guru Dayah, sehingga memiliki ketrampilan wira usahawan.
Pemenuhan Sarana Prasarana Dayah dan rumah ibadah juga menjadi penting untuk diperhatikan. Disamping itupula Pemerintah Kota Banda Aceh harus memfasilitasi pembinaan Tahfidz Qur`an sehingga banyak melahirkan Hafiz dan Hafizah. Masjid, masjid harus semarak dalam berbagai aktifitas keagaman. Remaja Masjid harus mendapat perhatian lebih dan serius untuk senantiasa di lakukan pembinan. Guru Taman Pengajian Al-Quran dan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga harus mendapat perhatian khusus pemerintahan. Sehingga Kegemilangan itu akan terus memancarkan cahayanya.
Kedua; Aspek Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat. Dalam konteks ini Pemerintah harus berani menata kembali pusat-pusat perekonomian. Pemerintah harus berpihak pada masyarakat lemah, sudah saatnya keberadaan pasar modern (Swalayan) yang merambah ke Gampong dikurangi. Pemerintah harus prorakyat. Peran UKM dan kecintaan akan produk lokal menjadi penting digalakkan dan dipopulerkan. Jasa Pariwisata saat ini menjadi salah satu primadona dalam mendongkrak PAD dan ini harus benar-benar dikelola secara baik dan transparan. Pemerintah harus mendorong tumbuhnya home industry. Penerapan Ekonomi Syariat bukan sebatas jargon akan tetapi menjadi kenyataan. Selama ini seringkali Negara hanya sebatas jargon tapi minim aksi. Pelayana Perizinan didesain semenarik mungkin. Sistem Pelayanan Online benar-benar harus mudah. Banyak keluhan yang selama in terjadi harus direspon dengan cepat. Fasilitas pelayanan perizinan online belum berjalan sesuai harapan warga, ini benar-benar harus dibenahi. Disinilah butuh kerjasama dalam banyak hal. LSM, Swasta, dan Pemerintah Kota harus bersama dan kompak dalam mewujudkan kegemilangan dalam aspek ekonomi dan kesejahteraan. Mengutip istilah Pak Aminullah, Kabinet, tujuh-tujuh- tujuh belas, harus bergerak cepat, seirama dan kompak dalam melayani warganya.
Ketiga: Aspek Pendidikan. Untuk mewujudkan kegemilangan dalam bidang pendidikan, Pemerintah Kota Banda Aceh harus melakukan fasilitasi beasiswa miskin, sesuai dengan kemampuan daerah. Gerakan orang tua asuh menjadi penting untuk digalakkan. Bagi yang memiliki kecukupan dana, didorong untuk menjadi Ayah asuh bagi santri/murid di sekolah. Disamping itu Pendidikan harus melahirkan siswanya berbudaya luhur. Silabus Pendidikan harus mampu menginternalisasikan antara kemampuan intelektual dengan kebatinan menyatu. Sehingga lulusan sekolah memilik akhlak yang baik. Metode pembelajaran yang berorientasi militer sudah harus ditanggalkan, Lembaga MPD dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan didorong untuk merancang model pembelajaran yang menarik.
Keempat: Aspek Kesehatan. Pemerintah Kota Banda Aceh harus mampu memastikan Tatakelola Rumah Sakit Umum Daerah menjadi lebih baik. Pasca Rumah Sakit menjadi BLUD mestinya pelayanan kesehatan bagi warganya menjadi lebih baik. Kepastian akan adanya dokter spesialis sesuai kebutuhan yang cukup menjadi penting. Pelayanan Puskesmas yang menjadi sentral di Kecamatan harus dibenahi sehingga pelayanan kesehatan pertama ditangani dengan baik di level Puskesmas. Disinilah Dinas teknis harus inovatif dan kreatif dalam mewujudkannya. Menjadi penting juga diupayakan dokter turun ke Dayah guna mengecek kesehatan santri dan guru dayah. Terobosan Dokter Jaksawe Dayah menjadi menarik untuk dilaksanakan. Apalagi Dayah dan Balai Pengajian terus bertambah, sejalah dengan kecintaan orang tua untuk memasukkan anaknya pada Dayah di Banda Aceh. Termasuk program Dokter Jak Saweu Warga yang sakit uzur, penyakit kronis lainnya langsug dilayani dari rumah-kerumah. Budaya Pasien harus diobati dirumah Sakit, kalau bisa dikurangi. Sehingga warga benar-benar bahagia, andai sesekali dokter cek kesehatan dari rumah-kerumah.
Kelima: Pengembangan Pariwisata dan Olahraga. Dinas Teknis yang menangani pariwisata harus mampu membuat program gemilang dibidang kepariwisatan.  Yang pada akhirnya mendorong wisata lokal, nasional dan iternasional berkunjung ke Banda Aceh. Menjadi penting peletarian cagar budaya. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Wisata Kota mutlak digagas.  Event-event budaya harus menjadi agenda utama daerah. Penatan objek wisata dan pemenuhan infrastruktur pariwisata menjadi penting dipikirkan. Kerja-kerja cerdas dan inovatif berwasan seni budaya ini tentu tidak semata-mata dibebankan pada anggaran pendapatan kota akan tetapi diupayakan dari pihak ketiga.
Relasi Kampus yang secara spesifik menangani Pengembangan Wisata dan Olahraga harus dirangkul sehingga Institusi kampus juga punya konsern yang sama. Olahraga dan Wisata yang ditampilkan harus dalam bingkai syariat. Bukankah Rasul juga orang yang gemar berolahraga. Pembangunan Spot Center Islami, kiranya layak diwacanakan. Olahraga dan Budaya adalah momentum yang paling mudah dalam merekatkan kebhinekan dan membuat Indek Kebahagian Hidup meningkat.
*Penulis adalah Direktur Aceh Research Institute (ARI) dan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry





Tidak ada komentar: