Oleh : Muhammad
Syarif,S.HI.,M.H*
Dalam lintasan
sejarah, disebutkan bahwa Banda Aceh sebagai pusat Ibu kota Nanggroe Aceh
darusalam, saat ini dikenal dengan sebutan Pemerintah Aceh sesuai dengan UU
Nomor 11 Tahun 2006 . hal ini sebagaimana
tertuang dalam batu nisan di kampong Pande, Kota ini dibangun pada hari jumat,
tanggal 1 Ramadhan 601 H atau bertepatan dengan 22 April 1205 M yang dibangun
oleh Sultan Johan Syah setelah berhasil
menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri.
Banda Aceh Darussalam
sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam dan sekarang ini merupakan ibukota
Provinsi Aceh telah berusia 811 tahun (22 April Tahun 2016 M) merupakan salah
satu Kota Islam Tertua di Asia Tenggara. Seiring dengan perkembangan zaman
Kerajaan Aceh Darussalam dalam perjalanan sejarahnya telah mengalami zaman
gemilang dan pernah pula mengalami masa-masa suram yang menggentirkan.
Adapun Masa gemilang Kerajaan Aceh Darussalam yaitu pada
masa pemerintahan "Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah, Sultan Alaidin Abdul Qahhar (Al Qahhar), Sultan Alaidin
Iskandar Muda Meukuta Alam dan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin". Sedangkan
masa percobaan berat, pada masa Pemerintahan Ratu yaitu ketika golongan oposisi "Kaum Wujudiyah" menjadi
kalap karena berusaha merebut kekuasaan menjadi gagal, maka mereka bertindak
liar dengan membakar Kuta Dalam Darud Dunia, Mesjid DJami Baiturrahman dan
bangunan-bangunan lainnya dalam wilayah kota.
Kemudian Banda Aceh
Darussalam menderita penghancuran pada waktu pecah "Perang Saudara"
antara Sultan yang berkuasa dengan adik-adiknya, peristiwa ini dilukiskan oleh
Teungku Dirukam dalam karya sastranya, Hikayat Pocut Muhammad.
Masa yang amat getir
dalam sejarah Banda Aceh Darussalam pada saat terjadi Perang Dijalan Allah
selama 70 tahun yang dilakukan oleh Sultan dan Rakyat Aceh sebagai jawaban atas
"ultimatum" Kerajaan Belanda yang bertanggal 26 Maret 1837. Dan yang
lebih luka lagi setelah Banda Aceh Darussalam menjadi puing dan diatas puing
Kota Islam yang tertua di Nusantara ini Belanda mendirikan Kutaraja sebagai
langkah awal Belanda dari usaha penghapusan dan penghancuran kegemilangan
Kerajaaan Aceh Darussalam dan ibukotanya Banda Aceh Darussalam.
Sejak itu ibukota Banda
Aceh Darussalam diganti namanya oleh Gubernur Van Swieten ketika penyerangan
Agresi ke-2 Belanda pada Kerajaan Aceh Darussalam tanggal 24 Januari 1874
setelah berhasil menduduki Istana/Keraton yang telah menjadi puing-puing dengan
sebuah proklamasinya yang berbunyi :
Bahwa Kerajaan
Belanda dan Banda Aceh dinamainya dengan Kutaraja, yang kemudian disahkan oleh
Gubernur Jenderal di Batavia dengan beslit yang bertanggal 16 Maret 1874,
semenjak saat itu resmilah Banda Aceh Darussalam dikebumikan dan diatas
pusaranya ditegaskan Kutaraja sebagai lambang dari Kolonialisme. Banda Aceh
Darussalam akhirnya berubah namanya menjadi Kota Banda Aceh.
Kota Banda Aceh
kini telah banyak menuai prestasi, baik di bidang Pemerintahan, Pendidikan,
Kesehatan bahkan olah raga. Walaupun diakui memang prestasi tersebut terjadi pasang surut.
Dalam bidang
Pemerintahan,
Kota Banda Aceh saat ini menjadi sokoguru se nusantara dengan program e-kinerja
PNS yang telah memperoleh sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kementrian Hukum dan HAM (Selasa,
19 Maret 2013). Kota Inovation Award 2012 ini juga gemar menyabet piala
Adipura, Pengesahan Anggaran Tepat Waktu, Pengiriman LAKIP tepat waktu, Kota
Percontohan Pelayanan Publik, dan sebagainya.
Dalam bidang
pendidikan, Banda Aceh merupakan salah satu kota terbaik nilai UAN se-Indonesia
serta salah satu Kota yang menerapkan konsep pendidikan diniyah baik sekolah
umum maupun sekolah Agama di setiap jenjang pendidikan. Dalam bidang Kesehatan
dan Olah Raga Kota ini sangat berani menerapkan sanksi terkait larangan merokok bagai pejabat struktural. Tidak
tanggung-tanggung, sanksi pemecatan akan diambil bagi yang ketahuan
mengisap rokok bagi diruang publik. Walaupun hal ini hampir tidak mungkin dilakukan, paling tidak semangat
untuk itu sudah ada. Dalam dunia olah raga “Persiraja Banda Aceh” sebagai Klub Sepak Bola pernah jaya di
era 80-an.
Saat ini Banda Aceh
sebagai salah satu pilot project dibidang Reformasi Birokrasi tentunya pemerintah
pusat tidak salah dalam melirik Banda Aceh menjadi sample rujukan terutama
dibidang Penataan Kelembagaa, Kepegawaian, Tata Laksana, Analisis dan Formasi
Jabatan serta pelayanan publik.
Berbagai Kota-kota
besar di Indonesia sejak Tahun 2012 setiap bulannya mengunjungi Banda Aceh guna
mendalami e-Kinerja PNS antara lain: Kota Surabaya, Bandung, Yogyakarta,
Makassar, Tuban, Tangerang, Tangerang Selatan, Pangkal Pinang, Bayuwangi serta
beberapa Kab/Kota lainnya di Indonesia.
Semoga saja Kota
Banda Aceh akan semakin memperteguh dan mempermantap prestasi-demi
prestasi. Pertanyaan yang muncul adalah akankah prestasi ini mampu dipertahankan
dan dilanjutkan..? Krue samangat
semoga di tanggal 22 April 2016 diusianya yang ke-811 akan memperkokoh prestasi Kota ini bahkan akan menjadi
Kota pusat peradaban nusantara, hal ini sesuai dengan Visi Walikota Banda Aceh Periode 2012-2017: “Mewujudkan Banda Aceh sebagai Model Kota Madani
Indonesia”
*Penulis adalah
Kepala UPTB e-Kinerja PNS Kota Banda Aceh dan Pengurus KAHMI Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar