Oleh : MUHAMMAD SYARIF,S.HI.,M.H*
Berbagai upaya pemerintah
dalam menata keberadaan pegawai negeri sipil (PNS) telah digulirkan melalui
reformasi birokrasi dengan tujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan
yang baik (good governance).
Sejumlah kebijakan telah
digulirkan untuk menata aparatur pemerintah ini, mulai dari Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri bahkan Keputusan bersama Menteri. Ini
semua dalam rangka menata dan memaksimalkan tugas pokok dan fungsi Aparatur
dalam melaksanakan fungsi public service. Penataan PNS selalu berbarengan dengan Reformasi Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Ada
komitmen pemerintah untuk menciptakan struktur organisasi Pemerintah yang miskin struktur, kaya fungsi sebagaimana spirit
Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Spirit PP No.41 Tahun 2007
sebenarnya kerisauan pemerintah pusat tentang membengkaknya
jabatan struktural dan ini disikapi oleh Menteri Dalam Negeri dengan
Mengeluarkan Permendagri No. 12 Tahun 2008 tentang Analisis Beban Kerja. Ini semua dalam rangka menata kembali PNS berbasis kinerja.
Berkaitan dengan keberadaan
PNS sebagai kepanjangan tangan pemerintah dewasa ini, telah berkembang berbagai
macam tanggapan. Ada yang memberikan apresiasi kepada sejumlah instansi
pemerintah yang menunjukkan keberaniannya untuk tidak mengajukan tambahan Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) sebelum dokumen
Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja dituntaskan.
Bahkan dengan lahirnya UU No.5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UUASN), mewajibkan Pemerintah Daerah
untuk menyusun Dokumen Analisi Jabatan dan Analisis Beban Kerja sebagai
prasyarat dalam mengajukan Formasi Kepegawaian di Daerah. Langkah ini menunjukkan bahwa dalam lingkungan birokrasi pemerintah
telah dirasakan ada sejumlah persoalan yang perlu direvitalisasi dengan
komitmen bersama seluruh jajaran pemegang kebijakan untuk menata PNS mulai dari
pusat sampai jajaran pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Akan tetapi,
upaya menekan pembiayaan terhadap PNS ini menjadi kontra produktif, apabila di satu
sisi pemerintah dalam hal ini Kementrian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tidak konsisten
dalam menerapkan UUASN sebagai landasan pijak dalam penataan manajemen
kepegawaian kedepan. Disampin itu menjadi penting harmonisasi peraturan
perundang-undangan lintas kementrian antar lembaga.
Memotret sekilas
tentang gebrakan Pemerintah Kota
Banda Aceh sejak Tahun 2007 tidak
menerima formasi PNS jalur umum sejatinya patut di acungkan jempol, walau ada protes dari sebagian mahasiswa
yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan kesarjanaannya. Bahkan BKN Pusat
dan KEMENPAN dan RB memberikan apresiasi atas kebijakan Pemerintah Kota Banda
Aceh dalam menekan jumlah PNS dimanasa jumlah PNS dari 9800 orang kini
menjadi 5798 orang.
Upaya menata birokrasi pemerintah agar dapat menyentuh kepentingan
masyarakat, sejatinya harus disikapi
dengan bijak oleh kalangan Akademis. Bukan berarti tidak ada ruang lagi
rekruitmen Calon Pegawai Negeri Sipil. Harus ada kejelasan pemerintah Pusat misalnya
ratio batas kewajaran suatu daerah dapat menambah jumlah PNS bila komposisi belanja publiknya (60%)
dan belanja aparatur (40%) atau minimal seimbang
(50% : 50%), sehingga sedotan belanja publik tidak semata-mata membiayai
belanja aparatur. Ini sejalan dengan
kebijakan MENPAN dan RB yang melarang daerah melakukan rekruitmen PNS apabila
sedotan belanja PNS melebihi 50 % (Baca Aceh dilarang Rekrut PNS baru)
Apabila dipandang perlu
penambahan PNS harus mengedepankan rasio kebutuhan organisasi dan beban tugas
secara riil, bukan berdasarkan keinginan apalagi kepentingan politik sesaat.
Disinilah menjadi Penting Dokumen
Analisis Jabatan dan Analisis Beban
Kerja serta Analisis Belanja Daerah pada
masing-masing Pemerintah Daerah. Sejatinya ketiga variabel utama ini menjadi
dasar dalam melakukan rekruitmen PNS dan tenaga kontrak dilingkungan Pemerintah
Daerah. Dasar ANJAB dan ABK ini pula pemerintah Kota Banda Aceh meluncurkan program e-kinerja PNS, sebagasi dasar dalam pemberian tunjangan kinerja pagi seluruh pns dilingkungan Pemerintah Kota Banda Aceh.
Secara pribadi, saya ingin
katakan semangat Pemerintah Kota Banda Aceh dalam menekan jumlah PNS perlu di
dukung oleh semua komponen masyarakat Kota, Bukankah ranah pekerjaan bukan
hanya di ”dunia birokrasi”. Stigma kerja harus di rubah dari Pegawai Negeri
Sipil menuju ”swastanisasi”. Maka dari itu saya juga berharap dunia akademisi
dalam mencetak manusia harus berorientasi membuka lapangan kerja, bukan justru
mengekor dan harus masuk dalam lingkup pegawai negeri.
Kita tidak ingin semua orang yang mengenyam pendidikan tinggi
berorientasi pada mengejar PNS. Kalau memang kita punya semangat yang sama
dalam menata jumlah PNS secara proporsional.
Untuk mewujudkan esensi
birokrasi pemerintah yang efisien, efektif, dan mampu melaksanakan fungsinya
dengan baik, ada beberapa strategi pembinaan terhadap PNS yang perlu dijadikan
pedoman bagi pemegang kebijakan publik.
Pertama: Pemerintah daerah harus
ada keberanian untuk menghentikan sementara waktu penambahan CPNS, sebelum adanya angka ril kebutuhan PNS
berdasarkan Analisi Jabatan dan Analisis Beban Kerja
Kedua; Kementrian Pedayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi harus
mengadakan pengkajian ulang secara menyeluruh terhadap kebutuhan PNS di daerah termasuk tenaga kontrak dengan mendata jumlah pegawai dengan
memperhatikan beban tugas organisasi pemerintah. Bila diperlukan penambahan
CPNS/tenaga kontrak, jangan hanya memperhatikan kebutuhan
yang diusulkan. Akan tetapi, harus didasarkan pada kajian Analisi Jabatan, Analisis Beban Kerja
serta keuangan negara. Sehingga akan terciptanya rasio ideal antara
belanja aparatur dengan belanja publik minimal 50 %: 50 %
Ketiga: Pemerintah Daerah dalam waktu dekat harus
menuntaskan Dokumen Analisis Jabatan (ANJAB) dan Analisi Beban Kerja (ABK). Pemenuhan Dokumen ANJAB dan ABK di bidani Oleh Biro Organisasi atau Bagian Organisasi di masing-masing pemerintah daerah. Dokumen ini lah nantinya menjadi panduan SKPD yang membidangi Kepegawaian di
Kabupaten/Kota (BKD/BKPP) sebagai perpanjang tangan kepala Daerah dalam rangka menata
PNS di Kabupaten/Kota maupun Provinsi sekaligus acuan dalam melaksanakan pola penjenjangan karir PNS kedepan, yang pada akhirnya akan melahirkan produktifitas dan persaingan kinerja yang sehat sesama aparatur negara
Keempat : mendorong Pensiun
dini bagi PNS yang tidak produktif dan ini harus direspon dengan lahirnya
regulasi tentang Pensiun Dini. Sehingga, PNS yang profesional dan memiliki
kompetensi serta integritas yang tinggi yang layak di pertahankan sebagai PNS.
Kelima: penegakan hukum yang
tegas dan berkeadilan bagi aparatur yang melalaikan tugasnya demi kepentingan
pribadi maupun kelompoknya. Semoga saja impian kita dalam menata PNS menuju
profesional akan terwujud. Wallahu `alam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar