Oleh: Muhammad
Syarif
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara membagi jabatan dalam tiga
kelompok, yaitu: pertama Jabatan Administrasi, kedua Jabatan Fungsional dan
ketiga; Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatan
Administrasi terdiri atas: (a). Jabatan Administrator, yaitu jabatan yang diisi
oleh pejabat yang bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan; (b). Jabatan
Pengawas, dimana pejabatnya bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh pejabat pelaksana; dan (c). Jabatan Pelaksana, dimana
pejabatnya bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan.
“Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah,” (baca Pasal 16 dan 17 UU ASN). Adapun Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional keahlian, yang terdiri dari: a. Ahli utama; b. Ahli madya; c. Ahli muda; dan d. Ahli pertama; dan jabatan fungsional ketrampilan, yang terdiri dari: (a). Penyelia; (b). Mahir; (c). Terampil; dan (d). Pemula. “Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Fungsional diatur dengan Peraturan Pemerintah,” bunyi Pasal 18 Ayat (4) UU ASN.
Sedangkan
Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: (a). Jabatan pimpinan tinggi
utama; (b). Jabatan pimpinan tinggi madya; dan (c). Jabatan pimpinan tinggi
pratama.
“Jabatan
Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud berfungsi memimpin dan memotivasi
setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah, melalui (a). Kepeloporan dalam
bidang keahlian profesional, analisis dan rekomendasi kebijakan, dan
kepemimpinan manajemen; (b). Pengembangan kerjasama dengan instansi lain; dan
(c). Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik
dan kode perilaku ASN,” bunyi Pasal 19 Ayat (2) UU ASN.
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
UU ASN
ini menegaskan pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural dan Instansi
Daerah dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan
syarat kompetitif, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam
jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU ASN
ini menegaskan, bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi madya di tingkat
provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu
membentuk panitia seleksi. (Baca Pasal 114).
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama meliputi Sekretaris
Daerah kabupaten/kota, kepala dinas provinsi dan kepala dinas kabupaten/kota dilakukan oleh pejabat Pembina
Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi
memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi untuk setiap 1 (satu)
lowongan jabatan. (baca Pasal 115).
UU ASN
ini menegaskan, Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat
Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan, kecuali
Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
“Penggantian
pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan Presiden,” bunyi Pasal 116 Ayat (2). Sementara
pada Pasal 117 ditegaskan, bahwa Jabatan
Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling
lama 5 (lima) tahun.
Mengenai
Jabatan Pimpinan Tinggi itu, Pasal 131
UU ASN menyebutkan, pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:
a. Jabatan eselon Ia kepala lembaga
pemerintah non kementerian setara dengan
jabatan pimpinan tinggi utama;
b. Jabatan
eselon Ia dan Ib setara dengan jabatan
pimpinan tinggi madya;
c. Jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
d. Jabatan
eselon III setara dengan jabatan
administrator;
e. Jabatan
eselon IV setara dengan jabatan
pengawas; dan
f. Jabatan
eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
Mencermati
regulasi ini dapat disimpulkan bahwa UU ASN memberikan rambu-rambu bagi pejabat
pembina kepegawaian di daerah, terkait pengangkatan pejabat struktural antara
lain:
Pertama:
memberikan madat kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk transparan dalam
melakukan rekrutmen Jabatan Tinngi (pejabat eselon II) dan pengisiannya dapat
diakses oleh semua PNS yang telah memenuhi syarat kepangkatan dan kompentensi
atas jabatan yang lowong tersebut. Secara
teknis dapat dibaca pada PERMENPAN RB No.13 Tahun 2014 tentang tata cara
pengisian jabatan pimpinan tinggi secara terbuka di lingkungan Instansi
Pemerintah. Serta rekrutmennya dengan membentuk panitia seleksi. Panitia
seleksi mengirimkan 3 (tiga) nama kepada pejabat pembina kepegawaian untuk
diangkat satu orang pejabat pada jabatan yang lowong tersebut.
Kedua:
pejabat pembina kepegawaian dilarang memutasi pejabat Eselon II yang baru
dilantik sebelum 2 tahun masa tugas kecuali pejabat tersebut melanggar
ketentuan perundang-undangan.
Ketiga: masa
kepemimpinan jabatan Tinggi paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi dan berdasarkan kebutuhan
instansi setelah mendapat persetujuan pejabat pembina kepegawaian dan
berkoordinasi dengan Komisi ASN.
Sejatinya
UU No.5 Tahun 2014 dan PERMENPAN RB NO.13 Tahun 2014 menjadi pedoman bagi
Kepala Daerah dalam melakukan penataan dan pembinaan karir pegawai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar