Oleh : Muhammad
Syarif*
Perjalanan Wisata kali ini sungguh esoktis
dan mengasikkan. Sabtu 18 April 2015, Peserta Diklat PIM III Kota Banda Aceh
menelusuri Banti Murung, Makassar. Ada dua objek wisata yang menjadi sasaran
peserta. Pertama Taman Kupu-kupu dan Goa Batu.
Perjalanan kami dari Hotel Aerotel Smile
kurang lebih 3 Jam. Disepanjang jalan menuju Bantimurung, terlihat dengan indah
panorama alam yang masih alami nan segar. Canda tawa sepanjang jalan tak bisa
dibendung, sesekali ibu Nurbaiti mengeluarkan kata-kata yang spontan dan
terkadang membuat gelak tawa. Pak sopir yang kalem dan diam membisu membuat
suasana terkadang berubah menjadi hening.
Tempat Nazar/memadu cinta |
Bantimurung Identik dengan Taman Kupu-kupu
dan Goa Batu. Sepanjang jalan kita temukan berbagai jenis kupu-kupu yang sudah
diawetkan. Antara percaya dan tidak saat melihat berbagai jenis kupu-kupu yang
telah dijadikan hiasan rumah tangga.
Kupu-kupu tersebut dimasukkan dalam
berbagai hiasan yang dijual mulai dari Rp.100.000, hingga Rp.500.000,- bahkan
jutaan rupiah. Saya bertanya dalam hati, begitu tegakah manusia membunuh kupu-kupu
demi mengolahnya menjadi fulus.
Dugaanku, kupu-kupu itu ditangkap lalu
dimatikan dan diawetkan. Ternyata saat ku tanya pada pemandu wisata bernama Daeng
Muklis, kupu-kupu yang diawetkan adalah kupu-kupu yang sudah mati.
Daeng menceritakan kepada kami bahwa setiap
bulan Mei berbagai kupu-kupu keluar secara bergerombolan di Taman Nasional
Bantimurung serta setelah berumur kurang lebih 40-45 hari, kupu-kupu tersebut
langsung mati dan saat itulah warga mengawetkannya.
Ada juga yang mengatakan bahwa kupu-kupu
yang dipajangkan dan diawetkan itu adalah kupu-kupu yang dipeliharan secara
khusus (penangkaran kupu-kupu). Terlepas dari apapun, inilah khazanah budaya
local Bantimurung yang bernilai ekonomis.
Setelah puas dengan penjelasan daeng, kami
pun penasaran dan pingin menelusuri Goa Batu, yang sangat eksotis. Perjalannya
kurang lebih 800 Meter, menaiki tangga dan jalan setapak yang telah disemen.
Menelusuri Goa Batu nan gelap. Tentunya membosankan jika jalan sendiri. Akan
tetapi mengasyikkan jika menelusurinya beramai-ramai.
Semakin mendekati goa, kondisi jalan
semakin gelap gulita. Didekat goa sudah ada pemuda paruh baya menawarkan
jasanya berupa Lampu dan Senter. Bagi rombongan yang berhasrat masuk kesana
cukup membayar Rp.100.000 bagi pemandu,- serta mebayar senter Rp.20.000,-.
Salam Komando dengan Pemandu Wisata |
Memasuki Goa yang gelap gulita. Tentu tidak
membuat peserta takut, hal ini karena pemandunya menceritakan dengan apik
setiap sudut goa. Cahaya Lampu Cerongkeng dan Senter sangat membantu peserta
untuk menapaki goa tersebut. Sesekali cahaya kamera menyala guna mengabadikan
dokumentasi yang bersejarah ini.
Seluruh ornamen pada goa ini berwarna putih
dan bercahaya saat disoroti cahaya senter. Percikan air-rintik-rintik membuat
badan terasa dingin. Didalam Goa itu ada tempat menggantungkan nazar dan jodoh.
Konon setiap pasangan yang belum menikah dan mengikrarkan cintanya di sini akan
berjodoh. Pasangan tersebut akan mengikatkan kain pada batu tersebut. Melihat
banyaknya kain yang melilit batu tersebut, bisa kita bayangkan berapa banyak
yang sudah membuktikan mitos tersebut. Dan karena itulah banyak dari masyarakat
yang akhirnya menyebut goa ini dengan nama Goa
Jodoh.
Kekompakan Peserta dengan Prajut dan Warga Aceh di Makassar |
* Peserta Diklat PIM III Angkatan I Tahun 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar