Oleh :Muhammad Syarif, SHI.,M.H*
Berbagai upaya dilakukan oleh negera, guna
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Pembentukan Institusi, regulasi
serta pendidikan anti korupsi terus didengungkan. Meskipun tak dapat dipungkiri
pembuat regulasi dan pengendali negeri terkadang masuk “jebakan batman” akibat prilakunya
yang korup.
Untuk itulah sejatinya sekluruh stakholder perlu
melakukan “gerakan anti korupsi”. Gerakan ini harus massif dan terus
digulirkan, sehingga setiap penggunaan uang negara dapat dipertangungjawabkan
secara transparan dan akuntabel.
Sejak Tahun 2013, Pemerintah Kota Banda Aceh
melakukan gebrakan dengan meletakkan pondasi Wilayah Bebas Korupsi (WBK) bagi SKPD. Landasan pijaknya adalah
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60
Tahun 2012. Sejalan dengan itupula Pemko Banda Aceh membentuk Tim Zona
Integritas yang bertugas melakukan penilaian Wilayah Bebas Korupsi pada SKPD.
Untuk tahap awal memilih 10 SKPD yang dianggap
berpotensi melakukan tindakan korupsi. Sementara Tahun 2014 ada 12 SKPD yang
dilakukan penilaian oleh tim zona integritas. Dalam melakukan penilaiannya ada
3 aspek penilaian yaitu indikator mutlak, indikator operasional dan indikator
kinerja organisasi. Masing-masing indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama; indikator mutlak berdasarkan
aspek integritas dalam pengelolaan keuangan, yang dihitung selama 2 tahun
terakhir, dan mengacu pada LHP/LHA dari BPK, BPKP dan APIP. Opini BPK
sekurang-kurangnya WDP, persentase jumlah maksimum kerugian negara (KN) yang
belum diselesaikan; persentase jumlah maksimum temuan ineffektiveness;
persentase jumlah maksimum temuan inefficiency; jumlah maksimum
pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena penyalahgunaan pengelolaan
keuangan. “Selain itu, tidak ada pegawai yang menjadi tersangka korupsi, dan
tidak ada pegawai yang terlibat kasus suap dan pungutan liar.
Kedua: indikator operasional, yakni
indikator program pencegahan korupsi (komitmen pimpinan) yang memiliki bobot 40
persen. Di sini terdiri dari penandatanganan dokumen pakta integritas,
kebijakan pimpinan yang tertuang dalam keputusan pimpinan, ketaatan dalam
menyusun renstra, SAKIP/LAKIP, laporan keuangan. Selain itu juga adanya
jenis/bentuk kegiatan pencegahan korupsi yang dilaksanakan, misalnya kode etik,
whistle blower system, program pengendalian gratifikasi, kebijakan anti conflict
of interest, dan program inisiatif anti korupsi.
Ketiga, indikator kinerja organisasi yang
memiliki bobot 60 persen. Unsur-unsurnya terdiri dari keberhasilan
pelaksanaan tugas dan fungsi, tingkat kepatuhan menyampaikan LHKPN, nilai
evaluasi AKIP, jumlah pengaduan masyarakat yang dapat diselesaikan dalam waktu
setahun, indeks kepuasan masyarakat (IKM), dan indeks integritas. Ketiga
indikator tersebut nantinya diakumulatif menjadi indikator proses dan hasil
sesuai format penilaian dari Kementrian PAN dan RB.
* Tim WBK dilingkungan Pemko Banda Aceh
* Tim WBK dilingkungan Pemko Banda Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar