2 Feb 2014

Urgensi LAKIP dalam Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah

Oleh : Muhammad Syarif, S.HI.,M.H

Proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan barang dan jasa kepada publik disebut governance (kepemerintahan), sedangkan praktek terbaiknya disebut good governance. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas dari kolusi dan korupsi.
Konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas manajerial pada semua tingkatan yang melaksanakan kegiatan pada tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Masing-masing individu pada tiap jajaran aparatur bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang dilaksanakan pada unit kerjanya/SKPD-nya.
Suasana Evaluasi LAKIP oleh Kementrian PANRB 2012
Akuntabilitas didefinisikan sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Akuntabilitas Instansi Pemerintah merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.  Sejalan dengan itu telah ditetapkan TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme diikuti dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 serta Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Suasana Diklat LAKIP di UGM 2010
Menurut penjelasan undang-undang tersebut, asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan pemerintahan harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.  Untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan dan dalam rangka memberikan informasi yang luas kepada masyarakat tentang akuntabilitas penyelenggaraan, maka setiap Pemerintahan Wajib menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) setiap tahunnya yang disampaikan Kepada Presiden melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementrian PAN dan RB). Laporan tersebut diterima paling lama setiap tanggal 31 Maret Tahun berjalan.
Setiap Tahunnya Kementrian PAN dan RB melakukan penilaian atas LAKIP Pemerintah Daerah. Adapun instrumen penilaian meliputi: Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Kebijakan serta cara pencapaian tujuan dan sasaran yang dijabarkan dalam Program dan Kegiatan pada Dokumen Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah dan Jangka Panjang.
Dokumen LAKIP
Pedoman penyusunan LAKIP ini mengacu pada Surat Keputusan Kepala LAN Nomor 239 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta joncto PERMENPAN dan RB No.53 Tahun 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERJANJIAN KINERJA, PELAPORAN KINERJA DAN TATA CARA REVIU ATAS LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
LAKIP merupakan media pertanggungjawaban yang dibuat secara periodik, memuat informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang memberi amanah atau pihak yang mendelegasikan wewenang. Materi LAKIP mengandung analisis pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam Rencana Strategis untuk tahun yang bersangkutan. Selain dari itu LAKIP berfungsi sebagai sarana bagi Pemerintah Daerah untuk menyampaikan keterangan pertanggungjawaban kinerja kepada seluruh stakeholders dan masyarakat dan juga sebagai sarana evaluasi atas pencapaian kinerja serta sebagai upaya untuk memperbaiki kinerja yang telah ditetapkan.
Untuk itulah sudah saatnya setiap Instansi Pemerintah menyampaikan LAKIP secara Transparan dan Akuntabel sehingga dokumen tersebut benar-benar memotret kinerja Kepala Daerah setiap tahun berjalan. Disamping itu pula Kepala Daerah dapat memetakan mana Instansi yang berkinerja baik dan mana Instansi yang berkinerja buruk berdasarkan LAKIP yang ada. Fakta menunjukkan selama ini Pemerintah Daerah belum menggunakan LAKIP sebagai bahan evaluasi Kinerja SKPD dan Kinerja Kepala SKPD. 

Sebagai mana dipahami bahwa skoring nilai LAKIP di katagorikan pada 7 (Tujuh) katagori yaitu: Pertama; nilai Sangat memuaskan (AA) dengan skor 90-100. Kedua; nilai Memuaskan (A) dengan skor 80-90, Ketiga; nilai Sangat Baik (BB) dengan skor 70-80, Keempat; nilai Baik (B) dengan skor 60-70 dan Kelima: nilai Cukup (CC) dengan skor 50-60, Keenam; nilai Kurang (C) dengan skor 30-50 dan Ketujuh; nilai Sangat Kurang (D) dengan skor 0-30
Sudah saatnya Bappeda, Inspektorat, Biro/Bagian Organisasi membahani Kepala Daerah di semua levelnya tentang Urgensi LAKIP dalam mengevaluasi Kinerja baik Kinerja Kepala Daerah maupun Kinerja Kepala SKPD, sehingga setiap kebijakan dalam penataan Kepegawaian dan Keorganisasian berjalan sesuai koridor yang ada dan bukan karena faktor suka dan tidak suka.

* Penulis adalah Tim Penyusun LAKIP Kota Banda Aceh 2008-2012 dan Kepala UPTB Penilaian Kinerja PNS Kota Banda Aceh

Tidak ada komentar: