15 Feb 2013

Sayed Hasan Layak diusulkan dapat sertifikat Muri

Oleh : Muhammad Syarif, S.HI, M.H
Ada-ada saja prilaku warga di Negeri berjulukan Serambi Mekah. Gugatan atas pengeras suara yang dilayang kan oleh Sayed Hasan ke Pengadilan Negeri Banda Aceh terhadap delapan pihak yang dianggapnya  telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memasang pengeras suara di Mesjid Al-Muchsinin Kampung Jawa Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, mendapat reaksi yang beragam dari Warga setempat.
Hasil Musyawarah Komite Penguatan Aqidah dan Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI) Jumat, 15 Februari 2013 membuat warga setempat bereaksi atas sikap yang dilakukan oleh Sayed Hasan, malah seorang pemuda meminta izin kepada Wakil Walikota untuk mengecor yang bersangkutan dengan semen, karena kesal dengan sikap aneh Sayed Hasan.
Adapun alasan Sayed Hasan dalam gugatannya yang terdaftar di Kepaniteran Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 28/pdt.G/2012/PN-BNA, tertanggal 12 Desember 2012, menurut penelurusan Aceh Reseach Institute  adalah sebagai berikut:
Sayed Hasan merasa terganggu dengan suara pengajian dari 10 pengeras suara yang terpasang di Mesjid Al-Muchsinin Gampong Jawa. Menurutnya dua dari sepuluh pengeras suara itu mengarah ke rumahnya, sehingga apabila bulan Ramadhan, selepas shalat tarawih, suara tadarrus dan zikir serta tasbih dari mesjid tersebut menggangu dirinya beribadah dan istirahat di rumah.
Lebih lanjut dalam surat gugatannya, Sayed Hasan juga mendalilkan, bahwa ceramah agama dan atau lantunan bacaan ayat al quran dari cassete tape recorder, selama 30 menit sebelum shalat subuh dan satu jam sebelum shalat magrib, menurutnya juga telah mengganggu dirinya beristirahat dan ibadah dirumahnya yang tak jauh dari Mesjid Al-Muchsinin.
Penggugat juga mendalillkan bahwa Instruksi Kementerian Agama RI Nomor Kep/D/101/78 tertanggal 17 Juli 1978 tentang tuntunan pemakaian alat pengeras suara di Mesjid dan Mushalla yaitu Lima belas menit sebelum Azan Subuh/Azan Jumat dan lima belas menit sebelum azan Zuhur, Insya dan asar dalam mengumandangkan bacaan ayat ayat Al Quran yang dikeluarkan melalui Dirjen Bimbingan Masyarakat, dikeluarkan tanpa memperhatikan ketentraman dan kenyamanan orang orang dalam hal ini penggugat yang sedang beristirahat dan beribadah di rumah.
Sayed Hasan juga menyebutkan Instruksi kementrian agama tersebut juga tidak menentukan ukuran batas maksimal volume pengeras suara yang ada di Mesjid dan Mushalla. Menurutnya, sebagaimana tercamtum dalam surat gugatan tersebut, ia telah melakukan upaya untuk penertiban penggunaan alat pengeras suara di Mesjid Al-Muchsinin dengan menjumpai beberapa pihak diantaranya pengurus mesjid, Kapolsek dan Camat Kutaraja, namun tidak membuahkan hasil sebagaiman diharapkan dirinya. Sayed Hasan dalam dalil gugatannya juga menyebutkan, dirinya di usia tua itu juga sedang menderita penyakit jantung dan hipertensi.
Berdasarkan sejumlah dalil tersebut, Sayed Hasan meminta kepada pengadilan Banda Aceh, agar menyatakan penggunaan sepuluh buah mic toa pengeras suara di Mesjid Al Muchsinin Gampong Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, yang mengumandangkan ceramah agama, bacaan ayat ayat alquran, berzikir, berselawat dan bersyair sebelum azan magrib dan subuh serta tadarrus seusai shalat tarawih pada bulan Ramadhan sampai sahur, yang mana dua unit corong pengeras suara yang mengarah ke rumahnya, adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa, dan telah merugikan hak privasi penggugat dalam memperoleh kenyamanan beristirahat dirumahnya.
Selain itu Sayed Hasan juga meminta kepada pengadilan negeri Banda Aceh, agar menghukum tergugat khusunya yang mendapat tanggung jawab dalam mengelola Mesjid Al Muchsinin, untuk menggeser dua unit corong toa pengeras suara, dari mengarah ke rumahnya ke arah lain. Kedelapan pihak yang digugat oleh Sayed Hasan terkait pengeras suara di Mesjid Al Muchsinin Gampong Jawa adalah Kepala kantor Kementrian Agama Kota Banda Aceh, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, Ketua Majelis Permusyawaratan Agama Kota Banda Aceh, Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, Geuchik Gampong Jawa, Drs Tgk Muchtar Awi selaku  Imam Mesjid Al Muchsinin, Tgk Husin selaku Ketua Pengurus Mesjid Al-Muchsinin dan Drs H Karim Syech selaku Ketua MPU Kota Banda Aceh.
Mencermati hal tersebut diatas kiranya tidak berlebihan Kalau Sayed Hasan layak diusulkan memperoleh sertifikat Muri atas keanehan sikap dan prilakunya, disamping itu pula Aceh Reseach Institute mengajak semua pihak untuk memberikan sanksi moral kepada Sayed Hasan atas sikap keanehan yang diperlihatkan selama ini, ada-ada saja cetus apa lahu, ternyata Sayed......agak gimana gitu? Han ek takhem
* Penulis Adalah Divisi Hukum dan Pemerintahan Aceh Research Institute (ARI)



Tidak ada komentar: