Ada-ada saja prilaku warga di Negeri
berjulukan Serambi Mekah. Gugatan atas pengeras suara yang dilayang kan oleh
Sayed Hasan ke Pengadilan Negeri Banda Aceh terhadap delapan pihak yang
dianggapnya telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memasang
pengeras suara di Mesjid Al-Muchsinin Kampung Jawa Kecamatan Kutaraja, Banda
Aceh, mendapat reaksi yang beragam dari Warga setempat.
Hasil Musyawarah Komite Penguatan
Aqidah dan Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI) Jumat, 15 Februari 2013 membuat
warga setempat bereaksi atas sikap yang dilakukan oleh Sayed Hasan, malah
seorang pemuda meminta izin kepada Wakil Walikota untuk mengecor yang
bersangkutan dengan semen, karena kesal dengan sikap aneh Sayed Hasan.
Adapun alasan Sayed Hasan dalam
gugatannya yang terdaftar di Kepaniteran Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor
28/pdt.G/2012/PN-BNA, tertanggal 12 Desember 2012, menurut penelurusan Aceh
Reseach Institute adalah sebagai berikut:
Sayed Hasan merasa terganggu dengan
suara pengajian dari 10 pengeras suara yang terpasang di Mesjid Al-Muchsinin
Gampong Jawa. Menurutnya dua dari sepuluh pengeras suara itu mengarah ke
rumahnya, sehingga apabila bulan Ramadhan, selepas shalat tarawih, suara
tadarrus dan zikir serta tasbih dari mesjid tersebut menggangu dirinya
beribadah dan istirahat di rumah.
Lebih lanjut dalam surat gugatannya,
Sayed Hasan juga mendalilkan, bahwa ceramah agama dan atau lantunan bacaan ayat
al quran dari cassete tape recorder, selama 30 menit sebelum shalat
subuh dan satu jam sebelum shalat magrib, menurutnya juga telah mengganggu
dirinya beristirahat dan ibadah dirumahnya yang tak jauh dari Mesjid
Al-Muchsinin.
Penggugat juga mendalillkan bahwa
Instruksi Kementerian Agama RI Nomor Kep/D/101/78 tertanggal 17 Juli 1978
tentang tuntunan pemakaian alat pengeras suara di Mesjid dan Mushalla yaitu
Lima belas menit sebelum Azan Subuh/Azan Jumat dan lima belas menit sebelum
azan Zuhur, Insya dan asar dalam mengumandangkan bacaan ayat ayat Al Quran yang
dikeluarkan melalui Dirjen Bimbingan Masyarakat, dikeluarkan tanpa
memperhatikan ketentraman dan kenyamanan orang orang dalam hal ini penggugat
yang sedang beristirahat dan beribadah di rumah.
Sayed Hasan juga menyebutkan
Instruksi kementrian agama tersebut juga tidak menentukan ukuran batas maksimal
volume pengeras suara yang ada di Mesjid dan Mushalla. Menurutnya, sebagaimana
tercamtum dalam surat gugatan tersebut, ia telah melakukan upaya untuk
penertiban penggunaan alat pengeras suara di Mesjid Al-Muchsinin dengan
menjumpai beberapa pihak diantaranya pengurus mesjid, Kapolsek dan Camat
Kutaraja, namun tidak membuahkan hasil sebagaiman diharapkan dirinya. Sayed
Hasan dalam dalil gugatannya juga menyebutkan, dirinya di usia tua itu juga
sedang menderita penyakit jantung dan hipertensi.
Berdasarkan sejumlah dalil tersebut,
Sayed Hasan meminta kepada pengadilan Banda Aceh, agar menyatakan penggunaan
sepuluh buah mic toa pengeras suara di Mesjid Al Muchsinin Gampong Jawa,
Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, yang mengumandangkan ceramah agama, bacaan ayat
ayat alquran, berzikir, berselawat dan bersyair sebelum azan magrib dan subuh
serta tadarrus seusai shalat tarawih pada bulan Ramadhan sampai sahur, yang
mana dua unit corong pengeras suara yang mengarah ke rumahnya, adalah perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa, dan telah merugikan hak privasi
penggugat dalam memperoleh kenyamanan beristirahat dirumahnya.
Selain itu Sayed Hasan juga meminta
kepada pengadilan negeri Banda Aceh, agar menghukum tergugat khusunya yang
mendapat tanggung jawab dalam mengelola Mesjid Al Muchsinin, untuk menggeser
dua unit corong toa pengeras suara, dari mengarah ke rumahnya ke arah lain. Kedelapan
pihak yang digugat oleh Sayed Hasan terkait pengeras suara di Mesjid Al
Muchsinin Gampong Jawa adalah Kepala kantor Kementrian Agama Kota Banda Aceh,
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, Ketua Majelis Permusyawaratan Agama
Kota Banda Aceh, Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, Geuchik Gampong
Jawa, Drs Tgk Muchtar Awi selaku Imam Mesjid Al Muchsinin, Tgk Husin
selaku Ketua Pengurus Mesjid Al-Muchsinin dan Drs H Karim Syech selaku Ketua
MPU Kota Banda Aceh.
Mencermati
hal tersebut diatas kiranya tidak berlebihan Kalau Sayed Hasan layak diusulkan
memperoleh sertifikat Muri atas keanehan sikap dan prilakunya, disamping itu
pula Aceh Reseach Institute mengajak semua pihak untuk memberikan sanksi moral
kepada Sayed Hasan atas sikap keanehan yang diperlihatkan selama ini, ada-ada
saja cetus apa lahu, ternyata Sayed......agak gimana gitu? Han ek takhem
* Penulis
Adalah Divisi Hukum dan Pemerintahan Aceh Research Institute (ARI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar