17 Jan 2013

Momentum Maulid Nabi Muhammad SAW 1434 H


Oleh : Muhammad Syarif *

Bayangkan apabila Rasulullah SAW dengan seijin Allah tiba-tiba muncul mengetuk pintu rumah kita, Beliau datang dengan tersenyum dan muka bersih di muka pintu rumah kita, Apa yang  akan kita lakukan ? Mestinya kita akan sangat berbahagia, memeluk beliau erat-erat dan lantas mempersilahkan beliau masuk ke ruang tamu kita. Kemudian kita tentunya akan meminta dengan sangat agar Rasulullah SAW sudi menginap beberapa hari di rumah kita. Beliau tentu tersenyum.

Tapi barangkali kita meminta pula Rasulullah SAW menunggu sebentar di depan pintu karena kita teringat sedang noton filem Amitabachan yang ada di ruang tengah dan kita tergesa-gesa memindahkan chanel TV  tersebut. Rasulullah senang, tersenyum atau sedih melihat lakon kita?
Atau barangkali kita teringat akan lukisan wanita setengah telanjang yang kita pajang di ruang tamu kita, sehingga kita terpaksa juga memindahkannya ke belakang secara tergesa-gesa. Barangkali kita akan memindahkan lafal Allah dan Muhammad yang ada di ruang samping dan kita meletakkannya di ruang tamu.
Bagaimana bila kemudian Rasulullah SAW bersedia menginap di rumah kita ? Barangkali kita teringat bahwa anak kita lebih hapal lagu-lagu barat daripada menghapal Shalawat kepada Rasulullah SAW. Barangkali kita menjadi malu bahwa anak-anak kita tidak mengetahui sedikitpun sejarah Rasulullah SAW karena kita lupa dan lalai mengajari anak-anak kita.
Barangkali kita menjadi malu bahwa anak kita tidak mengetahui satupun nama keluarga Rasulullah dan sahabatnya tetapi hapal di luar kepala mengenai anggota Boy Band, Noah Band, Group musik Dewa 19. Barangkali kita terpaksa harus menyulap satu kamar mandi menjadi ruang Shalat. Barangkali kita teringat bahwa perempuan di rumah kita tidak memiliki koleksi pakaian yang pantas untuk berhadapan kepada Rasulullah SAW.
Belum lagi koleksi buku-buku kita dan anak-anak kita. Belum lagi koleksi kaset kita dan anak-anak kita. Belum lagi koleksi karaoke kita dan anak-anak kita. Kemana kita harus menyingkirkan semua koleksi tersebut demi menghormati junjungan kita ? Barangkali kita menjadi malu diketahui junjungan kita bahwa kita tidak pernah ke masjid meskipun azan berbunyi. Beliau tentu tersenyum........
Barangkali kita menjadi malu karena pada saat maghrib keluarga kita malah sibuk di depan nonton TV. Barangkali kita menjadi malu karena kita menghabiskan hampir seluruh waktu kita untuk mencari kesenangan duniawi. Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita tidak pernah menjalankan sholat sunnah. Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita sangat jarang membaca Al Qur'an. Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengenal tetangga-tetangga kita. Beliau tentu tersenyum.......
Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah SAW menanyakan kepada kita siapa nama tukang sampah yang setiap hari lewat di depan rumah kita. Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah SAW bertanya tentang nama dan alamat tukang penjaga masjid di kampung kita. Betapa senyum beliau masih ada di situ.
Bayangkan apabila Rasulullah SAW tiba-tiba muncul di depan rumah kita?  Apa yang akan kita lakukan ? Masihkah kita memeluk junjungan kita dan mempersilahkan beliau masuk dan menginap di rumah kita ? Ataukah akhirnya dengan berat hati, kita akan menolak beliau berkunjung ke rumah karena hal itu akan sangat membuat kita repot dan malu.
Maafkan kami ya Rasulullah.... Masihkah beliau tersenyum ? Senyum pilu, senyum sedih dan senyum getir.....Oh betapa memalukannya kehidupan kita saat ini di mata Rasulullah, Setiap tahun kita peringati hari kelahirannya, akan tetapi substansi dari makna perayaan maulid belum berdampak apa-apa dalam perubahan prilaku manusia.  Semoga momentum Bulan Rabi`ul Awal 1434 H menjadi bulan Instropeksi diri Umat muslim di Indonesia dan khususnya di Aceh.

* Penulis adalah Pengurus DPP ISKADA Propinsi Aceh

Tidak ada komentar: