Oleh : Muhammad Syarif *
Bayangkan
apabila Rasulullah SAW dengan seijin Allah tiba-tiba muncul mengetuk pintu
rumah kita, Beliau
datang dengan tersenyum dan muka bersih di muka pintu rumah kita, Apa yang akan kita lakukan ? Mestinya kita akan sangat
berbahagia, memeluk beliau erat-erat dan lantas mempersilahkan beliau masuk ke
ruang tamu kita. Kemudian kita tentunya akan meminta dengan sangat agar
Rasulullah SAW sudi menginap beberapa hari di rumah kita. Beliau tentu
tersenyum.
Tapi
barangkali kita meminta pula Rasulullah SAW menunggu sebentar di depan pintu
karena kita teringat sedang noton
filem Amitabachan yang ada di ruang tengah dan kita
tergesa-gesa memindahkan chanel TV tersebut. Rasulullah senang, tersenyum atau sedih melihat lakon kita?
Atau
barangkali kita teringat akan lukisan wanita setengah telanjang yang kita
pajang di ruang tamu kita, sehingga kita terpaksa juga memindahkannya ke
belakang secara tergesa-gesa. Barangkali kita akan memindahkan lafal Allah dan
Muhammad yang ada di ruang samping dan kita meletakkannya di ruang tamu.
Bagaimana
bila kemudian Rasulullah SAW bersedia menginap di rumah kita ? Barangkali kita
teringat bahwa anak kita lebih hapal lagu-lagu barat daripada menghapal Shalawat kepada
Rasulullah SAW. Barangkali kita menjadi malu bahwa anak-anak kita tidak
mengetahui sedikitpun sejarah Rasulullah SAW karena kita lupa dan lalai
mengajari anak-anak kita.
Barangkali
kita menjadi malu bahwa anak kita tidak mengetahui satupun nama keluarga
Rasulullah dan sahabatnya tetapi hapal di luar kepala mengenai anggota Boy Band, Noah Band, Group musik Dewa 19.
Barangkali kita terpaksa harus menyulap satu kamar mandi menjadi ruang Shalat.
Barangkali kita teringat bahwa perempuan di rumah kita tidak memiliki koleksi
pakaian yang pantas untuk berhadapan kepada Rasulullah SAW.
Belum
lagi koleksi buku-buku kita dan anak-anak kita. Belum lagi koleksi kaset kita
dan anak-anak kita. Belum lagi koleksi karaoke kita dan anak-anak kita. Kemana
kita harus menyingkirkan semua koleksi tersebut demi menghormati junjungan kita
? Barangkali
kita menjadi malu diketahui junjungan kita bahwa kita tidak pernah ke masjid
meskipun azan berbunyi. Beliau tentu tersenyum........
Barangkali
kita menjadi malu karena pada saat maghrib keluarga kita malah sibuk di depan nonton TV. Barangkali kita
menjadi malu karena kita menghabiskan hampir seluruh waktu kita untuk mencari
kesenangan duniawi. Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita tidak
pernah menjalankan sholat sunnah. Barangkali kita menjadi malu karena keluarga
kita sangat jarang membaca Al Qur'an. Barangkali kita menjadi malu bahwa kita
tidak mengenal tetangga-tetangga kita. Beliau tentu tersenyum.......
Barangkali
kita menjadi malu jika Rasulullah SAW menanyakan kepada kita siapa nama tukang
sampah yang setiap hari lewat di depan rumah kita. Barangkali kita menjadi malu
jika Rasulullah SAW bertanya tentang nama dan alamat tukang penjaga masjid di
kampung kita. Betapa senyum beliau masih ada di situ.
Bayangkan
apabila Rasulullah SAW tiba-tiba muncul di depan rumah kita? Apa yang akan kita lakukan ? Masihkah kita
memeluk junjungan kita dan mempersilahkan beliau masuk dan menginap di rumah
kita ? Ataukah akhirnya dengan berat hati, kita akan menolak beliau berkunjung
ke rumah karena hal itu akan sangat membuat kita repot dan malu.
Maafkan
kami ya Rasulullah.... Masihkah beliau tersenyum ? Senyum pilu, senyum sedih
dan senyum getir.....Oh betapa memalukannya kehidupan kita saat ini di mata
Rasulullah, Setiap tahun kita
peringati hari kelahirannya, akan tetapi substansi dari makna perayaan maulid
belum berdampak apa-apa dalam perubahan prilaku manusia. Semoga momentum Bulan Rabi`ul Awal 1434 H menjadi
bulan Instropeksi diri Umat muslim di Indonesia dan khususnya di Aceh.
* Penulis adalah Pengurus DPP ISKADA Propinsi Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar