1 Apr 2012

Tabir Pro Kontra Qanun Aqidah Akhlak


Oleh : MUHAMMAD SYARIF

Mencermati pro kontra Rancangan Qanun Aqidah Akhlak di Kota Banda Aceh, menarik untuk didiskusikan.  Ada beberapa argumentatif yang menurut Kajian Aceh Reseach Institute (ARI) agak dipolitisir, sebut saja argumen yang menyebutkan: ”Pemerintah Kota Banda Aceh tidak responsif dan tidak  pro syari`ah”.  Dalam tataran akademik, sudah seharusnya kita melihat sesuatu dengan cermat dan teliti.
Rancangan Qanun Aqidah Akhlak yang di pelopori oleh Legislatif, patut kita berikan apresiasi. Ada semangat bersama yang ingin kita tuju” Aceh secara umumnya dan Kota Banda Aceh secara khususnya  menjadi Negeri yang bersyariat” tentunya untuk menuju itu harus ada landasan operasional yuridis, sehingga implementasi penerapan syariat Islam berjalan dengan baik. 
Rakyat selaku pemilik Kota Banda Aceh dituntut harus lebih cerdas, cermat dan teliti, benarkah Pemerintah Kota Banda Aceh tidak serius, belum serius atau serius..? ini perlu di bedah sejarah tajam dalam persektif akademik. Mencermati Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, mengamanahkan bahwa tugas Pemerintah Daerah adalah menjalankan urusan Wajib, Pilihan dan urusan wajib lainnya sesuai dengan amanah perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan urusan tersebut diwadahi dalam lembaga atau organisasi Perangkat Daerah atau Lembaga Daerah lainnya.
Kalau kita cermati, substansi Raqan Aqidah dan Akhlak, maka sesungguhnya rasionalisasi penolakan Pemerintah Kota Banda Aceh cukup beralasan. Karena dengan Qanun Aqidah ini akan lahirnya lembaga baru yang pada akhirnya membebani Pemerintah Kota. Disamping itupula tidak ada jaminan apakah kehadiran lembaga baru menjadi solusi alternatif dalam penerapan syariat Islam. Dari sesi police kelembagaan maka penolakan tersebut  kiranya jangan disikapi secara berlebihan. Hasil catatan tim Aceh Reseach Institute (ARI), sesungguhnya Lembaga-lembaga yang telah ada dalam rangka penerapan syariat Islam di Kota Banda Aceh baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun dalam bentuk Ormas/OKP dapat kita golongkan menjadi 3 bentuk yaitu :
Pertama: lembaga yang sifatnya regulatori syariat; lembaga ini terdiri dari MPU, MPD, MAA serta Dinas Syariat Islam. Lembaga ini mestinya peran dan fungsinya di tingkatkan. Peningkatan peran kelembagaan (Capasity Building) dapat berupa penempatan orang-orang yang tepat dalam menduduki lembaga yang telah di bentuk, Optimalisasi Diklat/Bimtek/Pelatihan SDM pada lembaga tersebut disamping itu juga perlu optimalisasi dari sisi penganggaran. Yang pada akhirnya kehadiran lembaga tersebut dirasakan mamfaat yang besar oleh masyarakat. Mestinya lembaga ini dikuatkan serta dioptimalkan peran dan fungsinya, bukan malah membentuk lembaga yang baru.
Kedua: lembaga yang sifatnya unsur staf, pelaksana dan suport sistem. Lembaga dimaksud antara lain Bagian Keistimewaan Setda Kota Banda Aceh, Sekretariat Lembaga Keistimewaan Kota yang meliputi; Sekretariat MPU, Sekretariat MPD, Sekretariat Baitalmal, Sekretariat MAA, Dinas Syariat Islam dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga.
Ketiga:  lembaga yang sifatnya Pengawasan, lembaga ini terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah. Disamping itu pemerintah mendorong eksistensu lembaga lain baik dalam bentuk ORMAS/ OKP yang berbasis Islam. Utuk Kota Banda Aceh lembaga-lembaga dimaksud cukup banyak sebut saja Ikatan Siswa Kader Dakwah (ISKADA), Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Remaja Masjid, Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid (BKPRMI), Ikatan Da`i Indonesia (IKADI) Dewan Dakwah, Rabitah Thalinban, Al-Washliyah, Pemuda Muhammadiyah dll. Sudah saatnya Pemerintah Kota Banda Aceh melakukan pembinaan serta menjalin kerjasama yang baik dengan Ormas/OKP yang berbasis syariat, sehingga lembaga ini nantinya menjadi mitra pemerintah dalam rangka penguatan aqidah ummat baik di Gampong maupun di Sekolah/ Perguruan Tinggi. 
Untuk itulah mari kita bergandeng tangan, bahu membahu serta bersinergis dalam rangka memastikan penerapan syariat Isalam berjalan dengan baik di Kota Banda Aceh. Kita sangat memberikan apresiasi terhadap usul inisiatif DPRK Banda Aceh yang telah melahirkan Raqan Aqidah Akhlak, dan kita juga berharap agar polimik ini tidak berkepanjangan, semoga perseturuan ini akan melahirkan “win-win solution”.

* Penulis adalah Divisi Hukum dan Pemerintahan pada Aceh Reseach Institute (ARI)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Sepertinya Optimalisasi perang dan fungsi lembaga yang berkorelasi dengan syariat Islam menjadi penting