29 Jun 2011

Penolakan Calon Independen dalam Pilkada Aceh Melawan Hukum


Pemberlakuan calon independen untuk maju sebagai kandidat dalam pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) 2011 di Provinsi Aceh, baik untuk calon gubernur/wakil gubernur maupun bupati/walikota, tidak ada tawar-menawar lagi dan mutlak harus dilaksanakan.


Upaya pihak-pihak tertentu untuk menghambat dan menolak calon independen untuk dimasukkan dalam Rancangan Qanun (Raqan) Pilkada dinilai, sama dengan melawan hukum karena telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jadi, tidak ada alasan sama sekali untuk menolak. Soal masih dikaji lebih dalam, itu hanya ide dan wacana. Tapi dengan adanmya putusan MK tidak ada tawar menawar lagi dan sudah final, mau diakui atau tidak itu saja, jangan terus berlarut-larut,” ujar Prof Dr Husni Jalil SH, MH, Guru Besar Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Unsyiah.


 Penegasan itu disampaikannya dalam seminar publik bertajuk; “Peluang dan Tantangan Calon Independen dalam Pemilukada di Aceh”, yang dilaksanakan LSM Peduli Hamba Laeh di Gedung IT Learning Center Banda Aceh, Rabu (23/3).
Seminar ini juga menampilkan sejumlah pembicara lain seperti Mayjen TNI Amiruddin Usman (Deputi I Menko Polhukam), Dr Mirza Nasution (Dosen Fakultas Hukum USU), Abdullah Saleh, SH (Anggota Komisi A DPRA), dan Saifuddin Gani (Advokat).
Husni Jalil menambahkan, jika ada pihak yang ingin menghambat atau menolak calon independen seperti wacana DPRA yang tidak ingin memasukkannya dalam Raqan Pilkada, maka tinggal menyatakan saja tidak perlu banyak berwacana macam-macam.

“Kalau tidak mau bilang saja, tapi aka nada konsekwensi hukumnya ke depan. Misalnya, Mendagri pasti akan mengkoreksi lagi Qanun Pilkada yang telah disahkan DPRA tanpa memasukkan calon independen meski sudah diputuskan oleh MK,” tegasnya.
Ia menyebutkan, tidak ada alasan bagi penyelenggara negara termasuk DPRA untuk tidak menjalankan putusan MK tentang calon independen, karena kekuatan hukum putusan itu adalah sama dengan perintah konstitusi.
“Putusan demikian sebagai putusan yang bersifat konstitutif. Sifat konstitutif putusan MK berarti melahirkan satu keadaan hukum atau menciptakan satu hukum baru. Putusan MK yang menyatakan suatu UU bertentangan dengan UUD berarti telah meniadakan keadaan hukum yang timbul karena UU dinyatakan tida mempunyai kekuatan hukum mengikat” terangnya.

Prof. DR. Husni Jalil, S.H, M.H  menyatakan, calon perseorangan dalam penerapannya pasti akan menghadapi tantangan yang tidak mudah. Karenanya, semua pihak diharapkan ikut aktif dalam rangka melakukan kontrol terhadap dinamika yang terjadi, sehingga hadirnya kembali calon independen di Aceh benar-benar membawa mamfaat bagi kualitas demokratisasi di Aceh.

Bantah
Sementara Anggota Komisi A DPRA dari Partai Aceh (PA), Abdullah Saleh membantah dengan keras pernyataan yang mengatakan bahwa penolakan terhadap calon independen dianggap skenario PA, karena takut independen yang akan memenangkan Pemilukada Aceh tahun 2011 ini.

“Kami dari Partai Aceh tidak pernah takut dalam bersaing dalam Pemilukada nanti, jangankan Pemilukada, berperang saja kami tidak takut mati apalagi hal-hal seperti ini, saya sendiri mantan GAM, jadi saya tidak takut, kata Abdullah Saleh.

Ia menjelaskan, PA adalah kelanjutan sebuah perjuangan GAM tempo dulu yang sekarang terbentuk dalam partai PA yang memiliki ideologi politik sendiri. Politik GAM lebih kepada penguatan ke-Acehan.
Jangan sampai Aceh sekarang ini yang sudah memiliki kewenangan yang begitu luas, sebagaimana disepakati dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU-PA) dicopot lagi, digugurkan satu persatu kewenangannya. “Kalau UU-PA ini rapuh atau hilang, ini yang mestinya kita perjuangkan,” ujarnya.

Mengenai setuju atau tidak setuju terhadap calon independen yang saat ini sedang terjadi pro dan kontra dari semua pihak, Abdullah Saleh menegaskan, bukan dari DPRA-nya yang menolak tetapi dari pendapat-pendapat umum, yang telah dibuat beberapa hari lalu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) dan ini adalah mekanisme yang dibuat DPRA untuk membahas setiap kebijakan. 

Referensi Banda Aceh, (Analisa), Thursday, March 24, 2011

Tidak ada komentar: