27 Mar 2011

Refleksi 11 Tahun Pemberlakuan Syariat Islam di Kota Banda Aceh


Oleh : Muhammad Syarif, SHI

Muqaddimah.
QS. Ali Imran :104, Artinya : “Hendaklah ada diantara kamu segelongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh yang ma`ruf (amar ma`ruf) dan melarang yang mungkar dan itulah orang-orang yang menang”
Ayat tersebut secara jelas dan gambling mengandung amar (perintah) agar ada sekelompok orang yang tampil untuk :
  • Mengajak kepada kebaikan
  • Menganjurkan kepada yang ma`ruf
  • Menjaga dan mencegah orang dari setiap kemungkaran
Rasyid Ridha dalam tafsir al-manar, menjelaskan bahwa al-khair adalah adalah al-Islam dalam makna generiknay yang universal yaitu agama semua Nabi dan Rasul sepanjang zaman. Lebih lanjut beliau mengatakan menyeru kepada kebaikan bersama amar ma`ruf nahi mungkar, merupakan tingkatan dan tahapan yang harus dilaksanakan.

Tingkat pertama adalah ajakan umat Islam kepada semua umat yang lain kepada al-khair, agar menyertaia umat didalam cahaya dan hidayah. Jadi al-khair memiliki 3 arti yaitu:
  1. Sesuatu yang bermamfaat bagi dirinya
  2. Bermamfaat bagi orang lain dan lingkungannya
  3. Diridhai Allah baik dunia maupun akhirat
Kata ma`ruf dalam rangkaian kata “‘amar ma`ruf nahi mungkar  disebutkan kurang lebih 39 kali dalam 12 surat. Kata ini memiliki makna harfiah sebagai yang dikenal atau yang dapat dimengerti dan dapat dipahami masyarakat. Kebalikan dari kata ma`ruf adalah mungkar yang dibenci, tidak disenangi dan ditolak oleh masyarakat karena tidak patut, tidak pantas, tidak selayaknya dikerjakan oleh masyarakat. Upaya penyadaran kembali hanya akan berguna bagi orang yang beriman, karena ia sudah tahu dan bersedia melalui proses pengajaran dan pendidikan. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Adz-Zariyat :55 yang artinya :dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu akan bermamfaat bagi orang-orang yang beriman.
Dengan demikian jelaslah bahwa, sekelompok umat yang dimaksud adalah para ulama, dai lembaga social yang bergerak di bidang dakwah dan tidak pula berlebihan bila kita kita memasukkan Wilayatul Hisbah kebada fungsi Amar-ma`ruf nahi mungkar.
Eksistensi wilayatul Hisbah
Lembaga Wilayatul Hisbah sudah ada sejak masa khalifah Umar Bin Khatab, sedangkan fungsi dan perannya lebih nampak pada masa Bani Umayyah di bawah pimpinan Mu`awiyah bin Abi Sofyan.
Disamping Wilayatul Hisbah juga dikenal dengan dua lembaga lain yang berwenang untuk melakukan penegakan hukum pada masa itu yaitu:
o       Wilayatul Qadha, yaitu lembaga atau badan yang berwenang menyelesaikan sengketa sesame rakyat (saat ini dapat disamakan dengan pengadilan)
o       Wilayatul Mazalim, yaitu atau lembaga atau badan yang berwenang menyelesaikan sengketa antara pejabat dengan rakyat atau antara bangsawan dengan rakyat biasa. Kewenangan ini dapat dipegang langsung oleh khalifah sebagai kepala Negara atau pejabat lain yang ditunjuk (saat ini dapat disamakan dengan PTUN)

Diantara tugas dan tanggung jawab Lembaga Wilayatul Hisbah masa itu antara lain, menjaga harga barang-barang dipasar, memperhatikan kebersihan setiap orang yang diberi tugas memegang suatu jabatan/ pekerjaan untuk mengurusi masyarakat seperti tukas pangkas rambut, pembuat roti, penjual makanan dan lain sebagainya. Mereka yang melakukan pekerjaan seperti  ini harus mendapatkan izin kerja terlebih dahulu, seperti tes kesehatan. Dan sama sekali tidak dibolehkan bagi orang-orang yang memiliki penyakit tertentu/ cacat jasmani yang berbahaya atau akan menjadi penularan bagi orang lain.



Ada apa dengan Dinas Syariat Islam
Banyak kalangan masyarakat mempertanyakan mengapa syariat Islam lamban padahal sudah 5 tahun pendeklarasiannya. Pemberlakuan syariat Islam di Serambi Mekkah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 agaknya memberikan harapan bagi masyarakat Aceh, akan tetapi malah sebaliknya kita melihat prilaku masyarakat tidak mencerminkan budaya Islami. Maraknya budaya khalwat yang dilakoni oleh generasi muda, bukan hanya itu oknum WHpun ikut melakoni Budaya maksiat, aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan juga melakukan prilaku yang menyimpang dari ajaran Islam. Lantas bagai mana fungsi Dinas syariat Islam dalam hal ini petugas Wilayatul Hisbah yang memiliki otoritas terhadap pengawasan syariat Islam.?

WH dan tanggung jawab moralitas umat
Berangkat dari hal tersebut dan seiring upaya mempercepat pelaksanaan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, pemerintah mengangkat petugas khusus yang akan membantu jalannya syariat Islam yang di berinama Wilayatul Hisbah.
Untuk terlaksana syariat Islam di bidang aqidah, Ibadah dan Syiar Islam di Pemerintahan Provinsi, Kabupaten/Kota dapat membentuk Wilayatul Hisbah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Qanun ini (qanun Nomor 11 Tahun 2002 pasal (1)
Wilayatul Hisbah adalah lembaga yang bertugas membina, mengawasi dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan amar makruf nahi mungkar.
Pasl 15 Qanun No.13 Tahun 2003 tentang maisri (perjudian) di jelaskan :”Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, pejabat Wilayatul Hisbah mana kala menemukan  pelanggaran dapat melakukan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku sebelum menyerahkan laporannya kepada penyidik. Yang menjadi pertanyaan bagi kita apakah amanah Qanun ini benar-benar di jalankan oleh Wilayatul Hisbah? Semoga proses penyadaran dan pendidikan benar-benar dilakukan denngan baik oleh Wilayatul Hisbah.



Adapun persyaratan untuk  menjadi Wilayatul Hisbah antara lain:
v     WNI dan berdomisili di NAD
v     Setia kepada pancasila, UUD1945 dan memahami, menghayati serta mengamalkan syariat Islam dengan Baik
v     Mampu dan fasih menjadi Imam shalat berjamaah
v     Aktif dalam kegiatan social agama dan kemasyarakatan (Khatib dan Guru pengajian dll)
v     Berakhlaqul karimah, jujur, adil dan berwibawa
v     Lulus seleksi dan pembinaan khusus Wilayatul Hisbah

Beberapa kendala di lapangan
Mencermati tugas Wilayatul Hisbah dilapangan, selaku masyarakat awam saya melihat ada beberapa kendala yang sangat urgent untuk di cari solusi penyelesaiannya. Adapun problem tersebut antara lain:
Pertama : Petugas Wilayatul Hisbah umumnya adalah petugas kontrak dimana status dan kedudukannya sangat rendah. Bukan hanya itu kewenangan yang di berikan sangat lemah ditambah dengan ada anggapan bahwa tugas pelaksanaan syariat Islam adalah tugas Dinas Syariat Islam ansich dalam hal ini Wilayatul Hisbah sebagai ujung tombaknya.
Kedua : Belum adanya Petugas Wilayatul Hisbah yang menjadi penyidik,sebagaimana amanah Qanun dan UUPA, hal ini mungkin karena kebanyakan personel Wilayatul Hisbah adalah pegawai kontrak. Sementara untuk menjadi petugas penyidik salah satu persyaratannya adalah Pegawai Negeri Sipil
Ketiga : Masih minimnya petugas WH baik yang PNS maupun kontrak. Oleh karena itu sudah semestinya Pemerintah Kota Banda Aceh perlu memikirkan usaha untuk memperbanyak personel Wilayatul Hisbah atau memperkuat posisi kewenangan WH, sehingga lembaga ini mempunyai wibawa hukum.
Keempat : Umumnya orang-orang yang masuk Wilayatul Hisbah lebih banyak dikarenakan bukan panggilan hati nurani, akan tetapi karena factor ekonomi ansich (alias sulit mencari kerja lain). Walaupun ada satu dua orang yang benar-benar terpanggil untuk menjalankan syariat Islam. Kalau alasan ini benar maka wajar kemudian tugas pengawasan tidak berjalan dengan baik. Semoga saja argumen yang terakhir keliru. Di bulai Mei 2011, penulis mengucapkan selamat  Ulang Tahun yang ke sebelas Dinas Syariat Islam di Kota Banda Aceh, semoga penerapan Syariat Islam benar-benar dirasakan mamfaatnya oleh seluruh masyarakat Kota Banda Aceh, bukan sekedar ceremony tapi miskin substansi.

* Penulis Adalah Ketua Umum Remaja Masid Raya Baiturrahman & Wakil Ketua KNPI Kota Banda Aceh.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Saatnya Pemerintah Daerah mengevaluasi kembali eksistensi penggabungan Satpol PP dan WH

Unknown mengatakan...

Saya mencermati sepertinya komitmen penerapan syariat Islam di Aceh belum 100 % alias setengah-setengah, makanya gaung syariat Islam saat ini hanya sebatas selogan

Unknown mengatakan...

Sudah saatnya Satpol PP dan WH dipisahkan agar efektif dalam pelaksanaan tugas