Oleh Bung Syarif*
Dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat yang merupakan subordinat regulatory atawa turunan dari Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, menjelaskan secara terang benderang materi tentang Jaminan atas pelanggaran jarimah.
Pelanggar dapat diberikan penangguhan tahanan jika ada jaminan. Penahanan dilakukan dalam rangka proses hukum sambil menunggu uqubat cambuk, jika pelanggaran yang dibidik oleh Penyidik memenuhi unsur pelanggaran sesuai jarimah yang diatur dalam Qanun Hukum Jinayat.
Penangguhan penahanan harus dimintakan secara tertulis dan berasal dari keluarga, tokoh masyarakat serta penasehat hukum. Terkait tokoh masyarakat dijelaskan dalam qanun ini adalah perangkat gampong atau nama lain yang menduduki jabatan pada Lembaga adat.
Penjamin harus bertanggungjawab terhadap orang yang dijamin dengan cara membuat surat pernyataan penjamin bermaterai dan menyerahkan barang atau jaminan. Barang jaminan tersebut dititipkan pada Baital Mal. Setiap dilakukan penjaminan harus memuat besaran jaminan berupa uang atau barang dengan rincian sebagai berikut:
a. Untuk ancaman cambuk 1 sampai 12 kali maka besaran jaminan yang harus dititip paling kurang sebesar 6,6 gram emas murni atau sejumlah uang yang setara
b. Untuk ancaman cambuk 13 sampai dengan 24 kali maka besaran jaminan yang harus dititip paling kurang sebesar 13,2 gram emas murni atau sejumlah uang yang setara
c. Untuk ancaman cambuk 24 sampai dengan 48 kali, maka besaran jaminan yang harus dititip paling kurang sebesar 26,4 gram emas murni atau sejumlah uang yang setara
d. Untuk ancaman cambuk 49 sampai dengan 96 kali, maka besaran jaminan yang harus dititip paling kurang sebesar 52.8 gram emas murni atau sejumlah uang yang setara
e. Untuk ancaman cambuk diatas 96 kali, maka besaran jaminan yang harus dititip paling kurangf sebesar 105, 6 gram emas murni atau sejumlah uang yang setara.
Dalam kontek ini pula, penyidik, penuntut umum atau hakim dapat melakukan deskresi atas jaminan paling banyak 2 kali lipat dari jumlah yang disebutkan diatas, dengan memperhatikan kemampuan tersangka atau terdakwah. Penjamin dapat memilih membayar gram emas atau sejumlah uang yang setara dengan gram emas sesuai kurs yang berlaku saat itu.
Ada konsekwensi hukum, saat tersangka atau terdakwa yang dijamin tidak hadir dalam persidangan setelah 3 kali pemanggilan yang sah, maka atas dasar penetapan penyidik, jaksa atau hakim, uang atau barang jaminan yang telah dititip pada Baital Mal dapat disita dan menjadi harta agama lainnya. Itu artinya harta tersebut dapat dikelola oleh Baital Mal Kab/Kota kedepan. Yang menjadi pertanyaan apakah materi pasal ini telah berlaku secara efektif? atau hanya materi imajiner pembuat regulasi saja?, yang hambar dan tanpa eksekusi….hehe, tentu jawabannya ada pada pada penyidik, penuntut umum atau hakim.
*Penulis adalah Magister Hukum Tata Negara USK, Mantan Sekjen DPP ISKADA Aceh, Dirut Aceh Research Institute (ARI), Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry, JZ01 CPR, Pengurus ICMI Kota Banda Aceh, Ketua Komite Dayah Terpadu Inshafuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar