15 Okt 2019

Sekjend DPP ISKADA Aceh Kritisi Qanun Aceh No.10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal


Pengesahan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitalmal dinilai rancu oleh Muhammad Syarif, SHI, M.H Sekjend DPP ISKADA, pasalnya Qanun ini merubah struktur kelembagaan Baitul Mal Aceh (BMA) dan Baitul Mal Kab/Kota layaknya komisioner. Kepemimpinannya kolegial, disampin itu syaratnya pun dikurangi pasing grade nya menjadi lulusan SMA, ini tentu dinilai bermasalah kedepan saat implementasi dilapangan. Termasuk mekanisme rekrutmennya yang berlapis diawali pembentukan Pansel, lalu tim pansel menyampaikan kepada Kepala Daerah untuk selanjutnya Kepala Daerah Provinsi/Kab/Kota meneruskan pada Anggota DPRK yang membidangi Lembaga Keistimewaan sebagai saringan akhir dalam uji kompetensi/fit and proper test. Soal lainya keberadaan Dewan Pertimbangan Syariah dilevel BMA,  Dewan Pengawas di Level BMK dan Dewan Penasehat dilevel BMG, relawan, tenaga teknis tidak tetap atau pendamping tidak tetap serta tenaga profesional.


Ini mengindikasikan adanya penggemukan struktur kelembagaan BMA/BMK. Konsekwensinya akan terjadi pemborosan anggaran operasional BMA/BMK. Disamping itu juga adanya kesan intervensi BMA/BMK terkait kebijakan sekretaraiat BMA/BMK. Hal ini termaktub lahirnya frasa pengesahan Renstra Sekretariat BMA/BMK oleh Ketua BMA/BMK.
Frasa ini dikuatirkan akan terjadi tolak tarek antara BMA/BMK dengan Sekretariat BMA/BMK. Padahal secara tupoksi Sekretariat BMA/BMK sebagai pelayanan administratif. Kalau adanya kewajiban persetujuan dalam penyusunan Renstra BMA/BMK menjadi konflik internal, mengingat Sekretariat BMA/BMK merupakan jabatan struktural dan Organisasi Perangkat Daerah. Sementara BMA/BMK merupakan lembaga independen (lembaga keistimewaan) yang berwenang mengelola zakat.

Muhammad Syarif yang juga dosen legal drafting prodi Hukum Tata Negara UIN Ar-Raniry menilai regeling yang diatur dalam Qanun Baitul Mal kurang tepat dan memunculkan konflik internal lembaga, saat diskusi warung kopi bersama DPP ISKADA Aceh, Senin 14 Oktober 2019 pukul 20.30 wib di Warkop Tepi Kali Banda Aceh.

Disamping itu juga soal adanya kewenangan DPS untuk meminta lembaga audit independen supaya melakukan audit keungan BMA/BMK. Lantas dimana fungsi Auditor Internal pemerintah (Inspektorat). Ini dinilai akan banyak tumpang tindih tupoksi. Apakah tidak cukup peran auditor internal pemerintah? Syarif menilai lahirnya Qanun ini diyakini tidak efektif. Untuk itulah DPP ISKADA Aceh akan melakukan bedah Qanun ini dalam waktu dekat dengan mengundang pihak-pihak yang terlibat dalam pembahasan Qanun Baitul Mal, sehingga dipahami apa sesungguhnya makna filosofis dan sosiologis yang menjiwai revisi Qanun Baitul Mal.


Tidak ada komentar: