Sebagaimana amanah Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai pedoman Pemerintahan
Daerah dalam melaksanakan prinsip Otonomi Khusus di Aceh termasuk di Kota Banda
Aceh, daerah dapat menata perangkat daerah sesuai dengan kekhususan.
Untuk itulah
menjadi penting dalam penataan Kelembagaan di Kota Banda Aceh mengacu pada
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006. Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 mengharuskan Pemerintah Daerah di Aceh untuk menyesuaikan Organisasi
Perangkat Daerah sesuai dengan urusan wajib dan pilihan sesuai dengan
kewenangannya.
Penyusunan Organisasi Perangkat
Daerah di Aceh harus ditujukan sebagai upaya untuk melaksanakan
pemerintahan yang baik, efisien, efektif, akuntabel dan profesional. Tanpa
terpenuhinya prasyarat tersebut didalam sebuah organisasi perangkat daerah,
maka dapat dipastikan pemerintah daerah sulit memberikan pelayanan
maksimal bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan penataan kelembagaan perangkat
daerah Pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai
pedoman bagi daerah untuk menata kelembagaan perangkat daerah.
Aspek
Yuridis Penataan Kelembagaan Perangkat Daerah
Dalam
penyelenggaraan organisasi perangkat Daerah sebagaimana diatur pada PP Nomor 41
Tahun 2007 harus berdasarkan pertimbangan adanya urusan pemerintah yang perlu
ditangani. Penanganan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak harus
dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dalam hal beberapa urusan yang
ditangani oleh satu perangkat daerah, maka penggabungannya sesuai dengan
perumpunan urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam bentuk dinas dan
lembaga teknis daerahPerumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas terdiri
dari:
a.
bidang pendidikan, pemuda dan olah raga;
b.
bidang kesehatan;
c.
bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi;
d.
bidang perhubungan, komunikasi dan informatika;
e.
bidang kependudukan dan pencatatan sipil;
f.
bidang kebudayaan dan pariwisata;
g.
bidang pekerjaan umum meliputi bina marga, pengairan, cipta karya dan tata
ruang;
h.
bidang perekonomian yang meliputi koperasi dan usaha mikro, kecil dan
menengah, industri dan perdagangan;
i.
bidang pelayanan pertanahan;
j.
bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan darat,
kelautan dan perikanan, perkebunan dan kehutanan;
k.
bidang pertambangan dan energi; dan
l.
bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset.
Sementara
perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor, Inspektorat dan
rumah sakit terdiri dari:
a.
bidang perencanaan pembangunan dan statistik;
b.
bidang penelitian dan pengembangan;
c.
bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat;
d.
bidang lingkungan hidup;
e.
bidang ketahanan pangan;
f.
bidang penanaman modal;
g.
bidang perpustakaan, arsip dan dokumentasi;
h.
bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintah desa;
i.
bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana;
j.
bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan;
k.
bidang pengawasan;
l.
bidang pelayanan kesehatan.
Perangkat
Daerah yang dibentuk untuk melaksanakan urusan pilihan, berdasarkan
pertimbangan adanya urusan yang secara nyata ada sesuai dengan kondisi,
kekhasan dan potensi unggulan daerah. Dalam tataran teknis operasional
besaran organisasi perangkat Daerah sesuai Pasal 19, PP No.41 Tahun 2007 ditetapkan
berdasarkan variabel antara lain:
a.
Jumlah Penduduk
b.
Luas Wilayah
c.
Jumlah anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Dimana masing-masing variabel
diberikan bobot nilai. Dasar inilah menjadi penentuan
jumlah Satuan Perangkat Daerah (SKPD) di masing-masing Kabupaten/Kota di
Indonesia. Memang harus diakui sejalan dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, ada keinginan Pemerintah Pusat melakukan Revisi PP
No.41 Tahun 2007, bahkan sejak Tahun 2012 Penulis beberapa kali mengikuti Rakornis/Workshop
terhadap rancangan Draf revisi PP No.41 Tahun 2007 di Jakarta, akan tetapi
sampai saat ini Revisi PP No.41 Tahun 2007 belum tuntas.
Untuk itulah kiranya Tim Teknis Penyusunan Penataan Kelembagaan Perangkat Daerah di Kab/Kota harus benar-benar memahami semangat PP No.41 Tahun 2007 dimana semangat filosofisnya miskin struktur dan kaya fungsi. Selaku aparatur yang pernah berkecimpung dalam bidang Reformasi Organisasi Perangkat Daerah sejak Tahun 2008 hingga Tahun 2012, melihat ada kecendrungan di beberapa daerah mengabaikan semangat PP No.41 Tahun 2007 yang berefek pada membengkaknya biaya operasional dalam menjalankan roda organisasi pemerintah daerah atau SKPD, sehingga ada kesan restrukturisasi Perangkat Daerah berbasis kepentingan, ingin membuka kran maksimal jabatan struktural. Kalau itu yang terjadi maka dipastikan pelan tapi pasti Pemerintah Daerah akan menghabiskan anggaran yang besar dalam membiayai operasional sekaligus berakibat pada minimnya anggaran buat pelayanan publik.
Bukankah tugas negara adalah melayani warganya, bukan malah sebaliknya. Semoga saja semangat melakukan restrukturisasi adalah memaksimalkan peran dan fungsi perangkat daerah. Sejatinya semangat itu benar-benar terpatri bagi aparatur negara yang di beri kewenangan untuk menata dan mengkaji urgensi restrukturisasi perangkat daerah. Wallahu`alam bin shawab.
* Penulis adalah Mantan Kasubbag.
Kelembagaan dan Tata Laksana pada Bagian Organisasi Setda Kota Banda Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar