Makanan Para Raja Aceh |
“Pliek-u” atau patarana
adalah sisa atau ampas kopra (kelapa) yang minyaknya sudah diperas dengan alat
tradisional yaitu dua bilah papan yang dipress dengan baut besar. Masyarakat di
pedesaan Aceh, sejak masa jayanya Kerajaan Aceh sampai kini masih terus
mengolah kelapa secara tradisional. Olahan kelapa ini menghasilkan minyak
goreng yang disebut dengan “minyeuk reutik.” Ampasnya tidak dibuang,
tetapi dijemur kembali sehingga menjadi “pliek-u” yang berwarna hitam. Pliek-u
memancarkan aroma minyak kelapa yang khas.
Dalam tradisi masyarakat Aceh, “pliek-u”
menjadi salah satu bumbu penyedap untuk mengolah sayuran menjadi gulai (kuah) pliek-u.
Gulai ini sangat digemari oleh warga Aceh, baik yang masih tinggal di Aceh
apalagi yang sudah lama di perantauan. Kuah pliek-u bagaikan sebuah
wadah perekat warga Aceh yang tinggal di perantauan. Bila ada acara
kangen-kangenan warga Aceh di rantau, dapat dipastikan bahwa hidangan utamanya
adalah kuah pliek-u.
Pliek-u juga sering digunakan sebagai bumbu rujak colek untuk
pisang muda atau buah rumbia (buah pohon sagu). Kalau lagi tidak ada cemilan,
maka alternatifnya adalah mencari pisang muda sambil membawa pliek-u
dalam kantong plastik kresek. Sambil duduk dibawah batang pisang, tanpa terasa
kita bisa menghabiskan satu sisir pisang muda. Pasangan pliek-u memang
buah yang rasanya sepat (kelat) seperti pisang muda dan buah rumbia. Dengan
campuran pliek-u rasa sepat buah tersebut akan ternetralisir.
Bagaimana cara membuat kuah pliek-u?
Sangat mudah, rajang sayuran mulai dari nangka muda, daun melinjo ditambah buah
melinjo muda, kacang panjang, kacang buncis, terong hijau, daun kangkung, daun
singkong, dan buah labu siam. Bumbu pelengkapnya terdiri dari pliek-u
sebanyak setengah gelas kecil, udang ebi, kepala ikan asin, ketumbar, cabe
merah, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, kelapa sangrai
(gongseng), merica dan asam sunti (belimbing bulat).
Setelah dirajang, sayuran itu
direbus sampai matang sekitar 30 menit. Kemudian masukkan bumbu yang sudah
digiling/diblender (kecuali udang ebi atau kepala ikan asin) tadi dalam sayuran
tersebut. Biarkan bumbu-bumbu itu terserap oleh sayuran yang sedang mendidih
tersebut. Gulai (kuah) pliek-u sudah siap untuk disantap apabila sudah
mengeluarkan aroma khas, harum dan merangsang selera makan.
Biasanya, setelah aroma gulai (kuah)
pliek-u menguap dari dandang, saya tidak pernah jauh dari dapur.
Mondar-mandir, lirik sana, lirik sini, sampai akhirnya dibubuhkan satu piring
kecil. Habis satu piring, ingin terus menambah untuk piring berikutnya, sering
sampai lupa makan nasi. Tidak jarang, makan malampun hanya cukup dengan gulai
para raja itu. Pernah, menu sarapan pagi cukup dengan gulai (kuah) pliek-u ditambah
nasi putih.
Bagi kompasianer yang ingin
menikmati sensasi gulai para raja Aceh tempo doeloe, silakan mencoba kuah pliek-u.
Bayangkan, saat menyantap gulai ini, anda benar-benar seperti seorang raja yang
sedang duduk di singgasana. Bila kebetulan anda sedang menikmati kuah pliek-u,
tiba-tiba mertua lewat didepan anda, 100% dijamin anda lupa karena keasyikan
merasakan sensasi gulai para raja.
sumber : catatan Ustad Syukri
Muhammad dari www.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar