Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mempunyai peran
yang sangat penting bagi pendidikan di Indonesia . Sejak diproklamirkan 25
November 1945 silam PGRI dengan tegas mempunyai sasaran, yaitu pertama untuk
mempertahankan Repubrik Indonesia
yang diperjuangkan dengan merebut kemerdekaan. Kedua, meningkatkan pendidikan
berdasarkan prinsip-prinsip kerakyatan. Ketiga, membela hak dan nasib buruh,
khususnya guru. Tentunya hal yang sangat mulia. Namun seiring perjalanan waktu
dan perkembangan zaman keinginan mulia tersebut tidak dapat semuanya dicapai.
Terlebih dengan catatan sejarah perjalanan organisasi ini
yang terlibat dalam politik praktis menjadikannya tidak lagi konsen dalam
bidang pendidikan. Sehingga tahun 2003 diadakan kongres di Semarang dengan harapan bahwa PGRI akan
kembali kekhitannya. Terutama untuk kembali menampilkan jati diri sebagai
organisasi perjuangan, ketenagakerjaan dan organisasi profesi yang bersifat
unitaristik dan nonpolitik praktis.
Sebuah harapan yang
patut didukung oleh semua anggota dan stakeholder. di tahun 2012 ini banyak
harapan yang disematkan kepada PGRI. PGRI sebagai pemersatu guru. Terlebih dengan adanya Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
Setidaknya semakin menguatkan peran
organisasi ini dari mulai tingkat nasional, propinsi, Kabupaten/Kota sampai
tingkat kecamatan. Dengan jaringan yang begitu luas dan banyak menjadikan PGRI
sangat mengakar di Indonesia .
Namun sayang, pengembangan visi dan misi PGRI tidak sebanding lurus dengan kuantitas
anggotanya. Lebih ironi lagi banyak PGRI yang hanya mengekor program kerja
pengurus terdahulu ataupun bahkan tidak mempunyai inovatif sama sekali. Inilah
yang menjadi tantangan kedepan bagi PGRI. Apalagi kalau menjelang Pilkada PGRI nantinya
di pergunakan sebagai mesin politik dalam memenangkan kandidat yang akan
bertarung dalam memperebutkan kursi panas.
Semoga saja PGRI benar-benar sebagai organisasi profesi
yang konsisten dengan Khittah Perjuangannya. Sudah selayaknya PGRI di seluruh Indonesia
membenahi internal serta melakukan langkah-langka strategis terutama dalam
rangka peningkatan kapasitas building. Disamping itupula orang-orang yang
terhimpun dalam wadah tersebut benar-benar secara mandiri dan independent lebih
berorientasi pada melihat apa sebenarnya hakikat sebagai guru. Bukankan
keterpurukan moral negeri ini juga bagian dari keteledoran seorang guru.
Walaupun anggapan itu tidak seratus persen benar. Paling tidak secara sadar ada
peran guru, ini bias kita lihat hampir setiap Ujian Ebtanas/ ujian penentuan
keluluasan murid banyak terjadi kecurangan yang tidak dapat terbantahkan.
Sekali lagi, tulisan ini bukan menyoroti Guru atau PGRI
secara tajam, akan tetapi bagian dari keprihatin anak negeri tentang fenomena
yang terjadi. Untuk itulah pencitraan negatif akan guru dan wadah berhimpun
guru menjadi penting untuk di tepis. Secara iseng-iseng penulis mencoba
berdiskusi dengan guru, apakah ada peran siknifikan yang dilakukan PGRI
terhadap guru? Umumnya mereka menjawab belum maksimal mewakili aspirasi guru
selama ini. Bagaimana mau memperjuangkan jika PGRI-nya sendiri pasif dan hanya
menunggu bola. Sehingga tidak heran ada yang menginginkan adanya reformasi di
tubuh PGRI.
Sebuah masukan tentunya bagi PGRI
ditahun 2012 ini. Harapan kita semua, tidak
ingin PGRI terlena dengan "kenyamanan" yang ada sehingga lupa dengan
tujuan awalnya. Kita berharap PGRI benar-benar menjadi pemersatu guru bukan
hanya formalitas struktur yang harus ada. Saatnya untuk bangkit dan menunjukkan
bahwa PGRI memang wadah para guru yang harus digugu dan ditiru. PGRI juga
dituntut harus tegas jika ada guru yang melakukan tindakan melawan hukum
terutama dalam memperoleh kenaikan pangkat dalam mengurus angka kredit serta
menuju sertifikasi guru yang di duga rawan praktek kecurangan dan ”cin cong” dengan pejabat berwenang
PGRI Naungi Guru
Tidak dapat dipungkiri bahwa para
pengurus PGRI adalah orang-orang yang terpelajar dan memang tahu bidangnya.
Namun dalam pengamatan orang banyak bahwa kegiatan PGRI itu sendiri sering
tidak dipublikasikan dengan baik sehingga terkesan tidak ada kegiatan inilah
yang menjadi persoalan yang sebenarnya sederhana. Analisis lainnya mungkin
memang tidak ada kegiatannya...he...he... sehingga laksana lagu lama,
"semua senang asal tidak saling menyerang". Begitu pun dalam
pertanggungjawaban tiap pergantian pengurus lagi-lagi terlihat sebagai
formalitas belaka dan tinggal "kompromi" siapa yang bakal jadi
penerusnya.
Sistem penyelenggaraan organisasi
inilah yang perlu dibenahi. Walaupun tidak mendapat gaji, namun kepercayaan
yang diberikan anggota kepada mereka yang terpilih hendaknya diemban dengan
baik. Atau, apakah perlu digaji agar dapat berkerja dengan baik. Rasanya ini
juga berlebihan karena pasti menimbulkan polemik. Karenanya dengan prinsip
pengabdian kepada negara dan bangsa hendaknya menjadi contoh yang baik.
Terlebih jika PGRI dijadikan cermin bagi profesi guru itu sendiri sehingga
berikan yang terbaik bagi organisasi. Kesan yang muncul justru tidak sebaik
harapan sehingga tidak salah jika ada yang menilai guru belum layak menjadi
profesi. Harapan kita guru harus ditempatkan sesuai hak dan martabatnya.
Terkait reposisi guru dalam pendidikan nasional, pengurus PGRI hendaknya
mempunyai komitmen untuk meningkatkan dan mengembangkan PGRI kearah yang lebih
baik secara aktifitas.
PGRI mempunyai peranan strategis dalam
reformasi pendidikan nasional. Kepada anggotanya PGRI berperan dan bertanggung
jawab untuk memperjuangkan dalam upaya mewujudkan serta melindungi hak-hak
asasi dan martabat guru khususnya dalam aspek profesional dan kesejahteraannya.
Untuk itu, PGRI mengupayakan penggalangan persatuan dan kesatuan para guru,
meningkatkan kualitas profesionalisme, dan secara konsisten terus
memperjuangkan kesejahteraan para guru.
Sebagai wadah terpelajar tentunya
mempunyai visi jauh kedepan untuk lebih baik lagi. Karenanya untuk mencapai
tujuan awal, hendaknyya PGRI mengembangkan jaringan kerja secara luas dengan
mengakses sumber-sumber informasi dan teknologi. Terutama akses ke pemerintah
dan jangan lagi melakukan kesalahan yang sama dengan masuk ke politik praktis.
"Enak sesaat, sesal kemudian", dan akhirnya membuat impoten PGRI itu
sendiri. Kiranya hal berikut dapat dilakukan bermitra dengan pemerintah harus
ada komitmen yang jelas menempatkan posisi guru dalam porsinya yang sesuai dan
memberikan penghargaan yang layak dengan hak dan martabatnya. Perbaikan sistem
pendidikan dan pelatihan guru lebih berorientasi pada pembentukan dan
pemberdayaan kepribadian guru secara profesional sehingga betul-betul mampu menaungi
guru.
Maju Terus PGRI
PGRI mewadahi kaum guru dalam upaya
mewujudkan hak-hak asasinya sebagai pribadi, warga negara, dan pengemban
profesi. Namun, sama halnya dengan banyak organisasi profesi yang masih
tergantung dengan pemerintah, kinerja PGRI masih jauh dari harapan. Untuk itu
pembenahan diharapkan tidak saja pada personnya tetapi juga sistemnya.
Kita akan bangga ketika melihat PGRI
mandiri dengan programnya dan mampu menunjukkan diri sebagai organisasi yang
benar-benar layak disebut sebagai wadahnya para guru. Harapan itu tentunya
tidak bisa tercapai dengan sendirinya tampa adanya dukungan semua pihak. Maju
terus PGRI, semoga ditahun 2012 semangat untuk lebih baik lagi merasuk kesemua
stakeholder yang peduli dengan PGRI. Karenanya tulisan ini semoga dapat
membangkitkan semangat membangun dan menjadikan PGRI terdepan sebagai
organisasi yang benar-benar peduli dan konsen terhadap guru dan masa depan
guru.
* Penulis adalah mantan Relawan
Pendidikan Untuk Aceh dan Sumatera dan Wakil Ketua KNPI Kota Banda Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar