21 Jun 2011

Menyoal Komitmen Pimpinan

Oleh : MUHAMMAD SYARIF
(Refleksi 11 Tahun Penerapan Syariat Islam di Aceh)

Sebagaiman kita ketahui bersama bahwa sanya penerapan syariat Islam sudah berjalan 11 tahun di Aceh. Banyak hal yang sudah dilakukan oleh para elite politik, tokoh pemuda, para Da`i/ Ulama, tokoh LSM, Instansi Pemerintah seperti Dinas Syariat Islam, MPU dan lembaga lainnya yang ikut berperan terhadap upaya penyadaran prilaku manusia untuk kembali kejalan kebenaran. Saya pikir tidak ada masyarakat Aceh yang tidak sepakat terhadap pelaksanaan Syariat Islam. Dan hanya orang-orang yang kurang memahami arti keislamanlah yang bersuara lantang terhadap penolakan Syariat Islam.

Lantas, sebenarnya siapa yang bertanggung jawab terhadap Penerapan Syariat Islam di Aceh..? dalam PERDA Prov. No.5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam, Pasal 3 disebutkan : Pemerintah Daerah berkewajiban mengembangkan dan membimbing serta mengawasi pelaksanaan Syariat Islam dengan sebaik-baiknya. Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh meliputi Bidang Aqidah, Ibadah, Muamalah, Akhlak, Pendidikan dan Dakwah Islamiyah/ amar ma`ruf nahi mungkar, Baitulmal, Kemasyarakatan, Syiar Islam, Pembelaan Islam, Qadha, Jinayat, Munakahat dan Mawaris. Itu artinya tugas Gubernur, Bupati dan Walikota dalam mendorong terlaksanan penerapan Syariat Islam. Pasal 13 disebutkan Pemerintah Daerah perlu membangun dan memajukan lembaga pendidikan yang dapat melahirkan manusia cerdas, beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.

Melihat dari ketentuan ini sebenarnya penguasalah (Gubernur/Bupati/Walikota)lah yang paling bertanggung jawab secara yuridis formil terhadap sukses tidaknya penerapan Syariat Islam.
Tidak jauh-jauh kita teropong, coba lihat saja di seputar Kota Banda Aceh. Apakah pelanggaran maksiat berkurang sejalan dengan Deklarasi Syariat Islam..? jika mau jujur belum ada perubahan yang berarti. Disepanjang Trotoar jln depan DPR Aceh, Taman Sari, Tempat-tempat Wisata,  Lapangan Blangpadang menjelang Magrib peminat pelanggaran Syariat Islam dengan enjoynya berakting tanpa merasa bersalah. Terkadang saya geram melihatnya, akan tetapi karena tidak punya power untuk melawan kemaksiatan yang meraja lela di Kota Banda Aceh akhirnya saya menyuarakan kegundahan ini dengan berekpresi di Media. Dengan harapan pemimpin kita komit sesuai dengan janjinya pada saat pilkada. Ada pomeo Janji tinggal janji, Janji itu akan laku sebelum terwujud impian, setelah impian itu tercapai janji itu lupa atau sengaja di Lupakan. Buat Bapak Gubernur dan Walikota pemilik Negeri ini, ditanganmu negeri ini rakyat mengharap perubahan, minimal Kota Banda Aceh harus ada perubahan. Kami Rakyat pingin menjelang Azan Magrib tidak ada lagi muda-mudi nongkrong di Trotoar dengan se gelas apokat atau teh dingin, dengan dihiasi lampu remang-remang dan musik Rock. Tidak ada lagi Masyarakat Duduk berpacaran di Lapangan Blangpadang dan Warung Kopi menjelang Azan berkumandang, Tidak ada lagi transaksi Miras di tepi kali dan tidak ada lagi Wisma dan Losmen atau Rumah kost melakukan perbuatan Mesum. Caranya terserah Bapak yang terhormat. Mudah-mudahan Suara dari Rakyat kecil di dengar oleh Pejabat di Provinsi Aceh dan Kota Banda Aceh. Semoga saja kedepan lahir sosok pemimpin di Aceh yang mendengar suara masyarakat kaum lemah, memiliki semangat dan komitmen yang tinggi dalam penegakan Syariat Islam. Jangan menjual agama pada saat Pilkada saja. Wallahu a`lam bishawab


*Wakil Ketua DPD KNPI Kota Banda Aceh

Tidak ada komentar: