Oleh Bung Syarif*
Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) sesungguhnya wujud dari pengakuan
negara atas eksistensi kaum kiyai (Tokoh Agama) atau sebutan lain dalam
memperjuangkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah mencatat
para santri mewakafkan hidupnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik
Indonesia dari kolonialisme.
Resolusi jihad yang dipelopori oleh KH. Hasyim As`ari yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), berhasil membangkitkan semangat jihad santri nusantara dalam mengusir penjajahan Belanda. Pada tanggal 22 Oktober 1945 merupakan Ikhtiar dari gerakan jihad akbar santri. Revolusi ini pula membakar para santri arek-arek surabaya melawan tentara kolonial Belanda NICA yang dipimpin oleh AWS. Mallaby dalam peperangan yang besar selama tiga hari berturut (27-29 oktober 1945), yang pada akhirnya Malllaby tewas.
Gerakan Resolusi jihad ini pula
mengilhami dan menyemangati Tentara Nasional Indonesia bersatu padu dengan para
santri dalam mengusir penjajahan. Itu artinya TNI/POLRI dan Santri kala itu
menyatu. Saat ini kita tentu tidak menarasikan nostalgia akan eksistensi santri
masa lalu dalam ruang hampa. Akan tetapi menjadikan momentum resolusi jihad
sebagai gerakan membangun narasi mimpi besar.
Peringatan HSN perdana dilaksanakan
22 Oktober 2015, yang kemudian menjadi agenda Tahunan Nasional, Provinsi dan
Kab/Kota se-Indonesia. Perayaan HSN dilakukan berjenjang mulai tingkat Kab/Kota,
Provinsi dan Nasional setiap tanggal 22 oktober.
Hari Santri Nasional 2025 mengusung
tema; “Mengawal Indonesia Merdeka menuju peradaban dunia”. Logo HSN-nya Pita
Cakrawala yang mencerminkan sebuah ikatan yang menguatkan bangsa, perjalanan
tanpa henti dan pandangan luas menuntun langkah masa depan bangsa.
Pita adalah simbol ikatan keberagaman
dengan gerakan yang lentur menggambarkan lika-liku perjalanan hidup. Adapun
cakrawala adalah lambang luasnya pandangan batas tak bertepi. Cakrawala juga
mengandung makna visi yang jauh kedepan.
Ada enam pita yang membentuk logo
Hari Santri 2025 masing-masing berwarna hijau, oranye, biru, megenta, kuning
dan ungu. Jumlah pita melambangkan enam kekuatan utama santri yaitu; iman,
ilmu, amal, akhlak, persatuan dan perjuangan. Masing-masing saling melengkapi
untuk satu tujuan.
Warna hijau pada pita merupaka simbol iman,
spritualitas dan kedekatan santri dengan nilai-nilai Islam. Warna oranye
simbol kreativitas, optimisme dan daya juang santri. Warna biru simbol
ilmu, pengetahuan, wawasan dan keterbukaan terhadap dunia. Warna magenta
adalah simbol energi perjuangan, keberanian dan cinta tanah air. Warna
kuning simbol akhlak mulia, kebijaksanaan dan kejayaan. Warna ungu melambangkan keimanan, kesatuan dan
daya imajinasi.
Tepat ditengah-tengah logo Hari
Santri 2025 terdapat titik temu yang seolah-olah menggabungkan keenam pita.
Titik temu ini merupakan gambaran ruang pertemuan global, dialog antarbangsa
dan antarbudaya serta harmoni peradaban dunia.
Disamping kanan bawah logo pita hitam
terdapat tipografi Hari Santri 2025 ini merupakan lambang keteguhan santri
dalam menjaga dan mengawal kemerdekaan Indonesia. Tipografi itu sebagai fondasi
yang menjadi pijakan.
Dalam konteks Aceh maka, sudah
sejatinya santri dayah saling toleransi, saling bersinergi, tidak saling klaim
kebenaran. Perkuat persaudaraan, perkuat keilmuan serta berwawasan global dan
berkarakter ke-Acehan. Santri dayah semakin hebat dan unggul, kita bisa melihat
diberbagai medsos, Santri dayah sudah melahirkan berbagai Inovasi seperti
membikin pesawat, robot, mobil rakitan listrik panel surya, penambilan bakat
minat, kreativitas seni (drama kolosal), kemampuan Kitab Turats (Kitab Gundul)dalam
ajang Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK) tingakt nasional dan MQK Internasional
Tahun 2025.
Ini terlihat dengan terang benderang
di event Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK Tingkatat Nasional dan MQK Internasional.
Dimana Santri dayah Aceh juara nasional dan Internasional bidang kajian Kitab
Turats. Carlie Papa Romeo (CPR) menyebutnya Santri Dayah Pinter dan
Terpandang (Sapodang). Disamping itu santri dayah harus memiliki
ketrampilan dan kewirausahaan.
Karna dengan ketrampilan dan keluasan
ilmu yang paripurnalah santri dayah kedepan mampu bersaing dalam kancah global.
Karna itulah Lembaga Pendidikan Dayah di Aceh harus mampu beradabtasi dalam
mencetak kader Ulama dan Intelektual Muslim di Aceh terutama menyonsong
Indonesia Emas.
Dalam kontek mewujudkan santri dayah pinter
dan terpandang, CPR menawarkan beberapa strategi, antara lain:
Pertama: Santri dayah harus memiliki
sifat pelopor kebaikan (saafiqul khair). Dimanapun ia berada, santri dayah harus
menjadi pemantik pelopor kebaikan. Tutur kata, tindakan dan karakter sebagai
pendakwah harus benar-benar dijalankan dengan baik. Semangat berbuat kebajikan
harus dominan. Kurangi dosis saling mengklaim kebenaran apalagi menganggap diri
paling benar dan hebat.
Kedua: Santri dayah harus berperan
sebagai penerus ulama (naasibul `ulama). Santri merupakan kader ulama masa
depan Aceh. Dengan kapasitas keilmuannya harus mewarnai seluruh sendi kehidupan
bernegara. Disinilah butuh standarisasi dan pengakuan akan ijazah alumni dayah.
Karna itu Imlementasi Pergub Aceh
Nomor 15 Tahun 2025 tentang kurikulum dayah menjadi rujukan seluruh dayah di
Aceh, agar lulusan dayah punya standarisasi baku. Tidak mungkin kompetensi
santri diakui jika ijazah yang dikeluarkan oleh Dayah sebagai lembaga yang
mencetak kader ulama belum diakui oleh negara.
Oleh karenanya sejatinya Dayah Salafiyah
(Tradisional) sudah mengambil program Satuan Pendidikan Muadalah (SPM) atau
Penddikan Diniyah Formal (PDF) yang menjadi pilihan agar negara mengakui
legalitas ijazah alumninya serta dapat dijadikan referensi untuk mengabdi pada
berbagai institusi negara.
Karna tidak semua santri dayah
Salafiyah (Tradisional) bercita-cita menjadi ulama, akan tetapi ada yang
berkeinanan jadi Personil TNI/Polri serta melanjutkan pada Perguruan Tinggi.
Ketiga: Santri dayah harus
benar-benar meninggalkan kemaksiatan. Dimana dengan kapasistas ilmu yang
diterimanya selama modok atau bermukim di dayah/pondok pesantren, harus mampu
menjadi insan yang tawadhuk, santun dan berbudi luhur. Santri harus benar-benar
menjadi pendakwah yang baik.
Keempat: Setiap tindakan yang dilakukan
oleh santri dayah harus mendapat ridha Allah. Apabila keridhaan Ilahi telah
diperolehnya maka akan ada keberkahan dalam segenap aktifitasnya.
Kelima: Santri dayah harus dibekali
ketrampilan life skill dan muatan kewirausahaan, sehingga nantinya akan
mandiri dan mempunyai jiwa kewirausahaan yang tinggi. Dengan kemampuan itulah
santri akan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Keenam: Santri dayah harus menguasai
Digitalisasi dan menguasai Bahasa Asing yang menjadi Bahasa dunia. Karna hidup
dalam era globalisasi dan post modern. Santri ditutut untuk mampu beradaptif
dalam kancah globalisasi. Disinilah Lembaga Pendidikan Dayah harus membuka diri
dalam meramu kurikulum. Jangan ada lagi ungkapan belajar Bahasa Asing adalah
belajar bahasa kape. Karna hidup dijaman post modern sekat-sekat tidak bisa
lagi dibendung. Jangan ada lagi jargon Santri dayah itu hanya belajar ilmu
agama ansich. Santri dayah juga harus memiliki berbagai ketrampilan
sesuai telentanya dan kebutuhan zaman.
Ketujuh: santri dayah harus memiliki
ketrampilan menulis, sehingga lebih mudah dikenal. Setiap gagasan yang ada
ditulis agar dibaca oleh orang lain, yang pada akhirnya membesarkan lembaga
dayah dan memperteguh posisi tawar santri dayah kedepan.
Kedelapan: Santri dayah harus
menampilkan ciri khasnya baik sarungan atau tidak sarungan, akan tetapi karakter
dan keadabannya mesti diatas rata-rata siswa sekolah umum. Karna itulah santri dayah
harus benar-benar belajar mendalami Ilmu agama dan Ilmu lainnya sesuai
kopetensi masing-masing. Kemampuan keilmuan inilah yang mengantarkan kemulian
santri dayah kedepan.
Krue semangat. Selamat memperingati
Hari Santri Nasional 22 Oktober 2025. Santri dayah pinter dan terpandang.
Takbir.
*Penulis adalah Magister Hukum Tata
Negara USK, Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Pengurus ICMI
Kota Banda Aceh periode 2024-2029, Ketua Komite Dayah Terpadu Inshafuddin,
Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry, Wali Santri Dayah Ruhul Islam Anak
Bangsa (RIAB), Sekretaris PC HIPSI Kota Banda Aceh.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar