26 Mei 2011

Mencari Sistem Hukum Nasional Indonesia

Oleh : Muhammad Syarif


A. Iftitah

Hukum meliputi asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,  termasuk juga lembaga dan proses dalam mewujudkan beriakunya kaidah itu dalam kenyataan di masyarakat. Kata asas dan kaidah dalam definisi hukum di atas menggambarkan hukum sebagai gejala normatif, sedangkan kata lembaga menggambarkan hukum sebagai gejala sosial. Hukum sebagai gejala normatif diartikan bahwa bentuk hukum yang dikehendaki adalah perundang-undangan, sedangkan hukum dalam arti gejala sosiaf berarti faktor-faktor non-yuridis, seperti dikatakan Kelsen, yaitu, "Filosofis, Etis, Sosiologis, Ekonomis, dan Politis", harus diperhatikan.
Tujuan hukum adalah ketertiban. Tujuan lainnya adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia di masyarakat. Di sinilah hukum diperlukan. Hukum memerlukan paksaan bagi penataan ketentuan-ketentuan, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum memerlukan kekuatan bagi penegaknya. Tanpa kekuasaan hukum akan berupa kaidah sosial yang berisikan anjuran belaka. Sehingga hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksananya dan sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan batas-batasnya oleh hukum.[1]
Sistem hukum Indonesia sebagai sebuah system aturan yang berlaku  di Negara Indonesia adalah sistem aturan yang sedemikian rumit dan luas, yang terdiri atas unsur-unsur hukum, di mana unsur hukum yang satu dengan yang lain saling bertautan, saling pengaruh mempengaruhi serta saling mengisi. Oleh karenanya membicarakan suatu bidang atau unsur atau sub system hukum yang berlaku di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari yang lain.[2]
Membicarakan  Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistemik yang berlaku di Indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan, yang unsure-unsur, sub-sistem yang elemen-elemennya saling berkaitan, saling pengaruh-mempengaruhi, serta saling memperkuat atau memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sebagai suatu system, hukum Indonesia terdiri atas sub-subsistem atau elemen-elemen hukum yang beraneka, antara lain Hukum Tata Negara, Hukum Perdata, Hukum Pidana dan Hukum Internasional dengan  masing-masing mempunyai bagian-bagian tersendiri..
Indonesia mengenal beberapa sistem hukum antara lain, Sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Kolonial, Sistem Hukum Islam dan Sistem Hukum Nasional. Sampai abad ke-14 masyarakat Indonesia masih menggunakan hukum adat masing-masing daerah dengan masuknya agama Islam ke Nusantara ini, maka banyak daerah-daerah adat yang yang meresap unsur-unsur hukum Islam dalam kehidupan hukum adatnya. Pada abad ke-17 bangsa Portugis, Inggris dan Belanda datang, maka selain produk hasil  industrinya, mereka juga mempengaruhi masyarakat setempat dengan ajaran agamanya sehingga hukum adat didaerah-daerah tersebut diresapi oleh ajaran agama Kristen-Protestan dan Kristen Katholik.[3]
Setelah merdeka, secara sistemik system hukum nasional Indonesia adalah system hukum yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. karena pluralisme hukum tidak dapat dipertahankan, maka unsur-unsur hukum adat dan agama ditransformasikan atau menjadi bagian dari hukum nasional, yang pada akhir abad ke-21  telah berkembang tidak saja terdiri dari bidang-bidang regular seperti Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara, tetapi telah berkembang pesat khususnya menyangkut hukum lingkungan, hukum ekonomi, hukum kesehatan, computer dan lain sebagainya.[4] Tulisan ini berusaha untuk mendeskripsikan hukum nasional Indonesia saat sekarang serta mencoba mendeskripsikan pengaruh sistem hukum asing dalam sistem hukum Indonesia.


B. Sistem Hukum Nasional Indonesia

Sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh-mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Supaya berbagai unsur itu merupakan kesatuan yang terpadu maka dibutuhkanlah organisasi. Hukum merupakan sistem, berarti hukum itu merupakan tatanan, suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Dengan kata lain, sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai insteraksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum.
Lawren M. Friedman menyebutkan system hukum tidak saja merupakan perintah atau larangan, tapi lebih dari pada itu sebagai seramgkaian aturan yang bisa menunjang, meningkatkan, mengatur dan menyuguhkan cara untuk mencapai tujuan.[5]
Sistem hukum Indonesia sangat terpengaruh dengan sistem hukum kolonial. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menegaskan bahwa “Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama  belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”. Ini artinya sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum Belanda, yaitu ketentuan yang berlaku sejak jaman Belanda. Kemudian setelah merdeka Indonesia menginginkan sistem hukum Indonesia sebenarnya apa yang ada dalam UUD 1945, karena didalamnya sudah ada sistem pemerintahan, sistem perundang-undangan, sistem peradilan dan sebagainya. Tetapi ada juga ketentuan-ketentuan yang lama yang masih tetap berlaku selama sebelum di ubah, contohnya KUHP.
Sistem hukum di Indonesia secara struktural mempunyai banyak kesamaan dengan sistem hukum ketika kolonialisme Belanda masih bercokol di Nusantara. Tetapi, struktur hukum Indonesia tersebut sekarang ini dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, bukan oleh bangsa Belanda. Hal ini penting artinya bagi hukum adat Indonesia, karena hukum adat mudah terpengaruh oleh cita-cita imajinasi kaum elite Indonesia yang menginginkan perubahan, termasuk perubahan dalam hukum waris adat Hukum adat pada zaman Hindia Belanda ditempatkan sebagai bagian kehidupan hukum kolonial.[6]
Berdasarkan pandangan sistemik, maka dalam Sistem Hukum Nasional yang berlaku di Indonesia, adalah Sistem Hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka setiap bidang hukum yang akan merupakan bagian dari Sistem Hukum Nasional wajib bersumber pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.[7]
Selanjutnya khusus untuk Provinsi NAD, dengan diberlakukan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam dan beberapa Qanun Provinsi yang telah berlaku sekarang, dimana disebutkan bahwa untuk Provinsi NAD berlaku hukum syariat, maka sistem hukum di daerah NAD telah menjadi sistem hukum Islam.

C. Pengaruh Sistem Hukum Asing dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia
Menurut Sri Soemantri dewasa ini ada  5 sistem hukum yang berkembang di dunia saat ini, sistem hukum tersebut adalah :[8]
1.     Sistem hukum Anglosaxon atau Common law yang dipelopori oleh Inggris, sistem ini juga dianut atau diikuti oleh negara-negara jajahan Inggris lainnya seperti Amerika serikat, Australia, India, Malaysia, singapura dan sebagainya.
2.     Sistem Hukum Hukum Eropa Kontinental atau Civil Law. Sistem ini dipelopori oleh Perancis, yang kemudian dianut oleh negara jajahannya seperti Belanda, Jerman, Swiss. Termasuk Indonesia yang merupakan jajahan Belanda.
3.     Sistem Hukum Islam, dimana sistem hukum islam ini berasal dari ajaran Allah SWT, sumber hukum utama adalah Alquran dan hadist. Hakim atau Qadhi memutuskan perkara bersumber pada Alquran dan hadist. Apabila tidak ditemukan dasar hukum pada sumber utama maka hakim mengambil sumber lain yakni qiyas (persamaan Illat), dan ijma’ (kesepakatan ulama).
4.     Sistem hukum sosialis, sistem ini dianut oleh negara-negara berpaham sosialis-komunis.
5.     Sistem Hukum China, sistem ini dianut oleh negara China
Dari kelima sistem hukum tersebut Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental, hal ini karena Indonesia merupakan negara jajahan Belanda, dengan demikian maka sistem hukum Indonesia mengikuti hukum kolonial Belanda yakni Eropa kontinental.
Negara Indonesia tidak bisa lepas dari arus globalisasi yang terjadi saat ini. Salah satu akibat globalisasi adalah cukup banyak peraturan-peraturan hukum yang asing atau yang bersifat internasional akan dituangkan dalam perundang-undangan nasional.   Tetapi, Indonesia tidak boleh mengikuti arus globalisasi secara otomatis, karena justru harus dapat memilih secara sadar kaidah-kaidah asing, internasional, atau transnasional mana yang baik atau boleh diterima, dan yang mana yang seharusnya tidak diterima ke dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia.
Pengaruh globalisasi yang paling dirasakan adalah perkembangan ekonomi yang sangat pesat. Sehingga membutuhkan pengaturan perundang-undangan yang juga cepat dan tanggap. Dalam hal ini hukum dapat dijadikan sarana rekayasa sosial-ekonomi. Karena sebenarnya hal itu telah ditentukan dalam Undang-undang Dasar 1945, yaitu dengan asas bahwa segala cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai dan diarahkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat 3). Inilah filsafat ekonomi Indonesia, sehingga ciri-ciri demokrasi ekonomi Indonesia tidak perlu lagi mencari acuan pada teori asing.[9]
          Oleh karena perkembangan globalisasi sekarang banyak dominasi oleh Inggris, Amerika serikat, Australia, India, Malaysia, singapura dan sebagainya, maka pengaruh system hukum aglosaxon  sangat mewarnai system hukum Indonesia terutama dibidang hukum perjanjian, Penanaman Modal, Hukum Keuangan dan Perbankan, Hak  Asasi Manusia dan lain sebagainya.
          Aplikasi kedua system hukum yang berbeda (Eropa Kontinental dan Aglosaxon) telah mengakibatkan disharmoni, hal ini dapat terlihat dari pengaturan yang tidak konsisten satu sama lain dari kedua system hukum tersebut yang terpadu dalam satu materi yang sama.  Dualisme sistem hukum ini dapat menjadi tantangan bagi para ahli hukum untuk menghindari perselisihan hukum.[10]
          Selanjutnya dengan berlakunya Pelaksanaan Syariat Islam yang telah disahkan dengan undang-undang dan  Qanun Provinsi yang telah berlaku sekarang di NAD, maka pengaruh Sistem Hukum Islam secara langsung dan tegas telah masuk disalah satu bagian provinsi di Indonesia.
D. Arah dan Tujuan Sistem Hukum Nasional Indonesia
Arah hukum Indonesia adalah adanya sesuatu yang akan dilakukan, yaitu dibangunnya suatu hukum nasional yang satu atau mempersatukan bangsa Indonesia berdasarkan asas-asas dan konsep hukum yang umum dengan memadukannya dengan asas-asas dan konsep hukum adat atau dalam hal-hal tertentu asas-asas dan konsep hukum Islam.[11]
Bentuk hukum yang Indonesia adalah resepsi (penyerapan) terhadap hukum Eropa, khususnya terhadap hukum Perdata dan Pidana. Hal ini dilakukan berdasarkan Pasal II aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945. Selain resepsi, terdapat juga unified, yaitu cita-cita hukum nasional yang dipersatukan dalam membangun atau membina hukum nasional. Isi hukum nasional Indonesia dipengaruhi arus globalisasi yang menuntut bangsa Indonesia untuk membuka diri terhadap pengaruh bangsa luar, khususnya dalam masalah perekonomian, berdampak pula pada hukum dan peundang-undangan yang berlaku di Indonesia.[12]
Penentuan arah dan tujuan system hukum nasional Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk  menghindari keterpurukan system hukum Indonesia, pembenahan institusi dan aparatur hukum seperti MA, Departemen Hukum dan HAM, Hakim, Jaksa, Kepolisian, Kepengacaraan dan lain sebagainya. Pembenahan ini harus dilakukan secara drastis.[13] Selain hal tersebut perlu  dilakukan  diskusi mengenai arah dan kebijakan hukum yang tepat untuk Indonesia. Merumuskan konsep hukum dengan gaya, bentuk, isi dan jiwa yang sesuai dengan negara Indonesia.
Pembangunan bidang hukum  harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang berkembang kearah modernisasi menurut tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang sehingga tercapai kepastian dan ketertiban sebagai prasarana yang harus ditujukan kearah peningkatan pembinaan kesatuan bangsa, sekaligus berfungsi sebagai sarana menunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh.
Pengembangan konsepsional hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat di Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya, karena walaupun secara teoritis konsepsi hukum yang melandasi kebijaksaan hukum dan perundang-undangan menurut pada peristilahan atau teori masa kini, namun, pada hakikatnya konsepsi tersebut lahir dari masyarakat Indonesia sendiri berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor yang berakar dalam sejarah masyarakat dan bangsa Indonesia.
Konsep hukum merupakan masalah yang sangat mutlak dalam pembangunan hukum. suatu pembangunan hukum yang berkonsep pasti sebaiknya tidak diselenggarakan karena dengan konsep pun pembinaan hukum masih dapat menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Pembangunan bidang hukum  dilakukan tidak saja dengan jalan meningkatkan atau menyempurnakan subtansi hukum tetapi juga menertibkan fungsi lembaga dan institusi hukum serta meningkatkan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum. Pembangunan hukum harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga mampu menciptakan suatu system hukum untuk pembangunan Negara Indonesia.[14]

E. DAFTAR PUSTAKA


Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Bandung, 2000


Lawrence M. Friedman, Amirican Law: An Introduction, W.E. Norton & Company, New York, 1984

Jusuf Anwar, Aspek-aspek Hukum Keuangan dan Perbankan Suatu Tinjauan Praktis, Disampaikan pada Lokakrya Pembangunan Hukum Nasional VIII, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar-Bali, 14-18 Juli 2003

Jurnal Hukum,

Mochtar Kusumaadmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung, 1980

______________, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Penerbit Bina Cipta, Bandung, 1970

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Binacipta, Bandung, 1991

______________, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonsia, Binacipta, Bandung 1990

Sri Soemantri, Bahan Mata Kuliah Politik Hukum, Universitas Padjadjaran Bandung (UNPAD), Bandung, 2004













 



[1] Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Penerbit Bina Cipta, Bandung, 1970, Hlm. 1-3
[2] Ilhmi Bisri, Sistem Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, Hlm. 39
[3] Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nsional, Penerbit Alumni, Bandung, 191, Hlm. 57-60
[4] Jurnal Hukum, Mencari Sistem Hukum Nasinal Indonesia
[5] Lawrence M. Friedman, Amirican Law: An Introduction, W.E. Norton & Company, New York, 1984, Hlm. 5-14, sebagaimana dikutip dalam  Jurnal Hukum, Mencari Sistem Hukum Nasinal Indonesia
[6] Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Bandung, 2000. Hlm. 37
[7] Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Binacipta, Bandung, 1991
[8] Sri Soemantri, Bahan Mata Kuliah Politik Hukum, UNPAD, Bandung, 2004
[9] Sunaryati Hartono, OpCit. Hlm. 58
[10] Jusuf Anwar, Aspek-aspek Hukum Keuangan dan Perbankan Suatu Tinjauan Praktis, Disampaikan pada Lokakrya Pembangunan Hukum Nasional VIII, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar-Bali, 14-18 Juli 2003, Hlm. 5-7
[11] Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung, 1980
[12] Ibid
[13] Jurnal Hukum, Mencari Sistem Hukum Nasinal Indonesia, Hlm. 3
[14] Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonsia, Binacipta, Bandung 1990

Tidak ada komentar: