19 Jun 2025

HAM: “Antara Teori dan Realita”


Oleh Bung Syarif*

Setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari HAM Internasional. Hari tersebut dijadikan momentum refleksi global tentang hak setiap manusia yang tidak bisa dicabut atau dikurangi. Dirayakan sebagai simbol perjuangan, pengingat dan harapan dunia yang lebih adil.

Ide peringatan HAM muncul pasca perang dunia ke-2 dengan membentuk PBB dan Deklarasi Universal HAM (sejak tahun 1948). Lahirnya hari HAM internasional kemudian mendasari perjuangan kemerdekaan diberbagai negara dan menjadi inspirasi bagi perlawanan dalam menentang penjajahan diatas bumi. Semangat ini mestinya menjadi ruhnya setiap negara yang tergabung dalam organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Lantas bagaimana dengan Bombardir di Palestina oleh negara Israel? penembakan jenderal Iran oleh pasukan Israel?, pembunuhan warga Palestina oleh Israel, Bombardir Rumah Sakit di Gaza dan perusakan Pasilitas Publik lainnya oleh Israel bisa dikualifikasi sebagai pelanggaran HAM berat...? disini jantung berdetak jawabannya ada pada pembaca yang budiman. Aneh bin ajaib dunia tidak kompak dalam menentang penjajahan dan pembantaian di Gaza. Hak Veto menjadi kartu AS-nya Amerika. Kiranya kartu AS Hak Veto perlu dikaji ulang karna Israel berlindung dibalik Hak Veto Amerika Serikat, pelanggaran HAM Internasional terjadi akhir-akhir ini didepan mata hampir setiap harinya kita baca, tonton di televisi.

Dalam Ensiklopedi Wikipedia (http//wikipedia.org), istilah HAM dikatakan mengacu pada konsep bahwa manusia memiliki hak-hak universal atau status yang tidak bergantung pada hukum formal (legal jurisdiction) di suatu negara, juga tidak bergantung pada ras, kebangsaan dan jenis kelamin. Perundang-undangan HAM pada umumnya mencakup hal-hal yaitu, Hak Kemananan (security rights), Hak Kebebasan (liberty rights), Hak Berpolitik (political rights), Hak Proses Hukum (due process rights), Hak Kesetaraan (equality rights), Hak Ekonomi (economic rights), dan Hak Berkelompok (group rights).  

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutkan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia

Pada dasarnya HAM memiliki konsep dasar kebebasan, yaitu : kebebasan berkeyakinan, kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku, dan kebebasan kepemilikan. Namun, eksistensi, keberlakuan dan kandungan dari teori HAM ini terus menjadi bahan perdebatan dalam dunia filsafat dan politik. Karna itulah berbagai teori menyangku tentang HAM meliputi; teori hak kodrati,  teori positivisme hukum, teori kontrak sosial, teori universal, teori relativisme budaya, teori kritis/emansipatoris serta berbagai teori lainnya hanya indah untuk diucapkan akan tetapi pilih kasih dalam penerapan. Hehe, jangan mudah tersinggungya? Nanti jantungan, hehe.

Teori HAM sekilas bagi kebanyakan orang merupakan ide cemerlang dan tampak manis. Akan tetapi, realitanya, jika kita menilik lebih jauh teori yang ada didalamnya berbahaya dan berdampak buruk, tidak saja bagi dunia, tetapi juga bagi umat manusia secara keseluruhan dan umat islam khususnya. Organisasi PBB pun bungkam tidak ada reaksi atas pembantaian genocida pasukan Israel pada warga Palestina di Gaza. Tentunya kita berharap di sidang umum PBB ke-80 di Newyok-Amerika Serikat, Bapak Presiden RI Prabowo Subianto bisa mencuri perhatian dunia dengan pernyataan lantangnya saat bicara di forum Perseikatan Bangsa-Bangsa nantinya di rond ke-3. Karna CPR menduga Sekutu Amerika pasti tidak Iklas Palestina Merdeka dan Berdaulat, bahkan negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Qatar dipastikan patuh dan setia pada Amerika Serikat yang punya Hak Veto.

Berdasarkan kebebasan berkeyakinan, manusia berhak meyakini ideologi atau agama apapun, juga mengingkari agama atau ide apapun, sekalipun itu salah. Sehingga, wajar apabila ide ini menihilkan peran agama dan menyuburkan pemurtadan, bahkan untuk tidak beragama. Contoh kasus, munculnya banyak aliran sesat di Indonesia.

Berdasarkan kebebasan berpendapat, setiap orang berhak/bebas menyatakan pendapat apapun, dalam hal apapun, tanpa terikat apapun. Siapapun boleh dengan terang-terangan menyebarkan ide yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur, moral dan agama sekalipun. Contoh kasus, pembuatan karikatur Nabi Muhammad saw. yang diolok-olok secara bebas di media massa Barat tanpa ada hukuman yang jelas.

Berdasarkan kebebasan berperilaku, setiap orang berhak menjalani kehidupan sesuai dengan kehendaknya selama tidak melanggar kehidupan pribadi orang lain. Pornografi dan pornoaksi dianggap seni, karena seseorang berhak berpakaian dan bertingkah laku seenaknya dalam batas-batas peraturan umum. Di sini tidak ada tempat bagi hukum halal-haram. Maka, wajar apabila banyak menjamurnya majalah porno, VCD porno, jasa-jasa telepon seks, perzinahan dan sebagainya.

Berdasarkan kebebasan berkepemilikan, manusia berhak memiliki segala sesuatu sesuka hatinya dan menggunakan segala sesuatu miliknya itu sekehendaknya selama tidak melanggar hak-hak orang lain.

Pemilik modal sepertinya kini memiliki/menguasai barang-barang yang termasuk dalam pemilikan umum seperti ladang minyak, tambang besar, pantai, sungai dan air, padahal konstitusi kita membatasi kepemilikannya, bahkan dengan jelas disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD1945; “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Ini bermakna negara tidak memiliki bumi, air dan kekayaan alam seperti milik pribadi. Negara menguasai dalam arti mengelola, menjaga dan menjamin akses yang adil bagi rakyat. Aset alam bersifat komunal, bukan komoditas murni yang bisa dimilik bebas oleh individu atau korporasi.

Tapi faktanya berbeza mabro, tidak heran apabila banyak dari sumberdaya alam kita yang diprivatisasi oleh swasta atau individu tertentu dengan alasan program strategis nasional. Warga tergusur dan terusir dari tempat tinggalnya dengan alasan proyek strategis nasional, terkadang ganti rugi tidak sepadan dengan harga pasar yang berlaku. Lantas dimana timbangan HAM itu!, Tuan dan Puan saja yang menjawabnya? Carlie Papa Romeo (CPR) hanya membuka cakrawala saja, disini masbro pahamkan?

 

*Penulis adalah Magister Hukum Tata Negara USK, Aktivis`98, Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Darul Misbah, Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Peserta Pelatihan Kab/Kota HAM yang dilaksanakan oleh KOMNASHAM RI sejak tanggal 17 s/d 19 Juni 2025, Pengurus ICMI Kota Banda Aceh, Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry, Direktur Aceh Research Institute (ARI), 

Tidak ada komentar: