Oleh Bung Syarif*
HAM Konsep Barat
Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada 10 Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia. Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:
Pertama; hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
Kedua; hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
HAM Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.
Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak
mau membayar zakat. Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak
ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila
tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah
berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi,
niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan
mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan."
(QS. 22: 4)
Jaminan Hak Pribadi
Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan
Al-Qur’an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst."
(QS. 24: 27-28)
Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam
Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah pintu atau melalui
lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar
atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya,
walaupun ia mampu membayar denda.
Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada
negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu
masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari keraguan di
tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin
menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa
rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya
menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan
kalian."
Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah Islamiyah
mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari
kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan
upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa
pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang
dilarang agama.
Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah
berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia
telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan
kemunkaran.
Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang
berlum tampak bukti-buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap
kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk
mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus
yang dilarang agama.
Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki
piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak
yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang
berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara
larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan
mengutarakan aspirasi. Misalnya: "Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu,
barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin
kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29)
Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap
menentang kedzaliman dan orang-orang
yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan
berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata:
‘adl, qisth dan qishas.
Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup.
Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka
seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga
Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar dua puluh ayat.
Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus
lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang
persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia
diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13)
Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi
manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan
wanita. Pada khutbah Haji Wada` (perpisahan) Nabi Muhammad SAW berpesan;
pertama soal kesucian darah, harta dan kehormatan. Intinya pertama; dilarang
berperang dan saling membunuh, akan tetapi lebih pada ajakan untuk hidup damai
dan rukun walaupun dengan non muslim. Kedua; menghapus sistem jahiliyah,
termasuk didalamnya riba dan perbudakan. Ketiga; hak dan kewajiban suami istri
dan keempat bicara soal kewajiban menjalankan ajaran Islam dengan berpedoman
pada Al-Qur`an dan Hadits, kelima bicara soal ukhwah Islamiyah (persaudaraan
sesama muslim), keenam bicara non diskriminasi, tidak ada kelibihan orang arab
dengan non Arab, ras kulit putih dengan kulit hitam yang membedakannya hanyala
ketaqwaan pada Allah. Ketujuh bicara soal kesempurnaan ajaran Islam (risalah
telah selesai). Sebagaimana dijelaskan dengan terang benderang QS Almaidah : 3 yang artinya:’ pada
hari ini telah kusempurnakan untukmu agama mu dan telah kucukupkan kepadamu
nikmatku dan telah ku ridhai Islam menjadi agamamu”
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan
atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa
juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum
dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga
adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah
memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah
manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang
Esa." (QS. 18: 110).
Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah
keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya.
Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh yang disebut
sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa,
kehormatan dan harta benda manusia.
Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar
internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw
bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak
masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya:
"Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau
menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).
Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba
Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan
undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada
soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah
melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari
padanya..." (QS. 2: 267).
Hak-hak Alamiah
Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai
makhluk yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula
(lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195).
a. Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan
meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga
oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat
saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah
kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka
kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
b. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling
suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak
mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu
menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu
memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10:
99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah
memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain
(QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar
menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum
yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah
kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid
melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat
peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat
"Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256). Sedangkan dalam
masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur
syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang.
Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta
keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau
biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau
menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya
Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42).
Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka
mereka boleh mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran
yang asli. Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai
hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah?
Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan
orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7).
c. Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban.
Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak
ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang
dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga
menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu
upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
Hak Hidup
Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh
Allah. Diantara hak-hak ini adalah :
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun
untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah:
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara
kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim
agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan
berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah
Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga
melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu dengan
pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur
dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah
jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal,
kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal
bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang
lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari
kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan
lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara
keseluruhan.
b. Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan
Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah
perwaliannya (QS. 24: 32). Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan
fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang
dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga
yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas
wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban
yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu
tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)
c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan
jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24:
27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban
menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan
kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah,
Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir
dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak
ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku
beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah yang
membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan
shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak
disiksa atau diperlakukan semena-mena. Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya
Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR.
Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari
pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya
Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan
paksaan" (HR. Ibnu Majah).
Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga
tertindas yang mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan
masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila
mereka meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman
Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6).
d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi
putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap
orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah
swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh
orang yang dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah
yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau
kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan
memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu
sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR.
Bukhari dan Muslim).
Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai
kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda:
"Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi
kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan
Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas
nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar
memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak menolak
aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan
untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang
mempertahankan hak.
e. Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada
pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan
mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim,
memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak
muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit,
mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR.
Bukhari).
f. Hak Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan
mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS.
Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata
hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti
aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini.
Misalnya kasus putri bangsawan dari suku
Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid,
sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang berkedudukan
di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang
lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..."
Juga kisah raja
Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar
tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang
mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya
memenangkan perkara.
Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai
Qadli: "Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam
pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu
dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu."
Tentang Kebebasan Mengecam Syari’ah
Sebagian orang mengajak kepada kebebasan berpendapat, termasuk mengemukakan
kritik terhadap kelayakan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan hidup manusia
modern. Disana terdengar suara menuntut persamaan hak laki-laki dengan wanita,
kecaman terhadap poligami, tuntutan akan perkawinan campur (muslim-non muslim).
Dan bahkan mereka mengajak pada pemahaman Al-Qur’an dengan mengubah isi yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
Orang-orang dengan pandangan seperti ini pada dasarnya telah menempatkan
dirinya keluar dari agama Islam (riddah/murtad) yang ancaman hukumannya sangat
berat. Namun jika mayoritas ummat Islam menghendaki hukuman syari’ah atas
mereka, maka jawaban mereka adalah bahwa Al-Qur’an tidak menyebutkan sanksi
riddah. Dengan kata lain mereka ingin mengatakan bahwa sunnah nabi saw. Tidak
memiliki kekuatan legal dalam syari’ah, termasuk sanksi riddah itu.
Untuk menjawab hal ini ada beberapa hal penting yang harus dipahami, yaitu :
· Kebebasan yang diartikan dengan kebebasan tanpa kendali dan ikatan tidak akan dapat ditemukan di masyarakat manapun. Ikatan dan kendali ini diantaranya adalah tidak dibenarkannya keluar dari aturan umum dalam negara. Maka tidak ada kebebasan mengecam hal-hal yang dipandang oleh negara sebagai pilar-pilar pokok bagi masyarakat.
· Islam tidak memaksa seseorang untuk masuk ke dalam Islam, melainkan menjamin kebebasan kepada non-muslim untuk menjalankan syari’at agamanya meskipun bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, manakala ada seorang muslim yang mengklaim bahwa agamnya tidak sempurna, berarti ia telah melakukan kesalahan yang diancam oleh rasulullah saw: "Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia." (HR. Bukhari dan Muslim).
· Meskipun terdapat kebebasan dalam memeluk Islam, tidak berarti bagi orang yang telah masuk Islam mempunyai kebebasan untuk merubah hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
· Dalam Islam tidak ada konsep rahasia di tangan orang suci, dan tidak ada pula kepercayaan yang bertentangan dengan penalaran akal sehat seperti Trinitas dan Kartu Ampunan. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi penentang Islam untuk keluar dari Islam atau melakukan perubahan terhadap Islam.
· Sanksi riddah tidak dijelaskan secara jelas dalam Al-Qur’an sebagaimana ibadah dan muamalah lainnya. Al-Qur’an hanya menjelaskan globalnya saja dan menugaskan rasulullah saw menjelaskan rincian hukum dan kewajiban. Firman Allah: "Dan telah Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya." (QS. 16: 44). Karna itula sanksi riddah; keluar dari agama Islam (murtad) diurai dalam kitab fiqih klasik dan modern) dengan pendekatan persuasif ajak kembali masuk Islam, berdialog, bertaubat hingga hukuman mati (bagi laki-laki dewasa berakal), jika perempuan ditahan hingga ia bertaubat.
· Konstitusi Madinah menjadi panyung hukum HAM secara universal dalam perspektif Islam yang kemudian diadobsi menjadi konsep HAM modern.
*Penulis adalah Magister Hukum Tata Negara USK, Aktivis`98, Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Darul Misbah, Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Peserta Pelatihan Kab/Kota HAM yang dilaksanakan oleh KOMNASHAM RI sejak tanggal 17 s/d 19 Juni 2025, Pengurus ICMI Kota Banda Aceh, Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry, Direktur Aceh Research Institute (ARI),

Tidak ada komentar:
Posting Komentar