Oleh Muhammad Syarif, SHI.,M.H*
Dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Gubernur Aceh Nomor 64 Tahun 2019 tentang Badan Akreditasi Dayah Aceh, Gubernur Aceh telah membentuk Panitia Seleksi Majelis Akreditasi Dayah Aceh (BADA), Kamis 18 Juni 2020.
Melalui Keputusan Gubernur Aceh Nomor 821/1040/2020 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Majelis Akreditasi Dayah Aceh, Gubernur menunjuk 3 orang Panitia Seleksi, yaitu; Tgk H Faisal Ali Pimpinan Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah Aceh Besar yang juga Wakil Ketua MPU Aceh, kemudian Tgk H Rusli Daud Pimpinan Dayah Mishrul Huda Malikussaleh, Lamjamee dan Tgk H Muhibban M Hajad Pimpinan Dayah Mabdaul Ulum Al-Aziziyah.
Sebagaimana dipahami Lahirnya Majelis Badan Akreditasi Dayah berawal dari hasil rekomendasi Rakor Terpadu Dayah se Aceh Tahun 2018 yang diikuti oleh Pejabat Disdik Dayah Kab/Kota, dimana pelaksanaan penentuan Tipologi Dayah selama ini dilakukan oleh Tim bentukan Disdik Dayah Aceh dengan melibatkan unsur pejabat teknis (Disdik Dayah Aceh dan Kanwil Agama Aceh) serta kalangan teungku dayah.
Lahirnya Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah mengamanahkan terbentuknya lembaga otonom yang melakukan Akreditasi Dayah. Keberadaan Badan Akreditasi Dayah Aceh diatur dengan Peraturan Gubernur Aceh.
Karenanya lahirnya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 64 Tahun 2019 secara legal formal keberadaan Majelis BADA dianggap strategis kedepan.
Proses Pengukuhan Anggota Majelis Akreditasi Dayah Aceh periode 2021-2024 berlangsung secara hikmah, di Anjong Mon Mata, Komplek Padepokan Gubernur Aceh, senin 26 April 2021.
Ada banyak harapan Gubernur Aceh saat prosesi pengukuhan tersebut. Pengukuhan itu disaksikan langsung oleh Ketua Komisi VI DPRA, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Ketua Majelis Pendidikan Aceh (MPA), Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Kepala Bank Indonesia (BI) Aceh, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Kakanwil Kemenag Aceh, Ketua BKMT Aceh, para Asisten Sekda, Staf Ahli Gubernur dan Kepala SKPA Pemerintah Aceh.
Adapun mereka yang dikukuhkan; Tgk Haekal Afifa Asyarwani menjabat sebagai Ketua, Tgk Ibnu Hajar menjabat sebagai Wakil Ketua, kemudian Tgk Marbawi Yusuf, Tgk Ilham Mirsal dan Tgk Syarwani menjabat sebagai Anggota.
“Saya percaya Anda akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan,” kata Nova saat pengukuhan.
Formulasi Akreditasi Dayah Masa Lalu
Proses akreditasi Dayah se-Aceh diletakkan pondasinya pada Tahun 2018, dimana disetiap Kab/Kota diberikan borang akreditasi yang disusun oleh Tim Akreditasi bentukan Disdik Dayah Aceh. Kala itu borang akreditasi Dayah diseragamkan antara Dayah Salafiyah (tradisional), Dayah Terpadu (modern) dan Dayah Tahfidz. Dalam pelaksanannya melalui proses yang panjang.
Secara umum ada tiga indikator utama meliputi; Pimpinan (Tgk/Abati, Atau sebutan lain) Jumlah santri yang mondok, Kitab Turast/Kitab Kuning serta 24 Indikator pendukung. Masing-masing indikator wajib dibuktikan dengan devidenya (bukti administratif dan fisik). Setiap Indikator diberikan bobot nilainya (skoring). Akumulatif skoring diberikan nilai Tipologi yaitu: besar dari 750 Tipe A Plus, 590 s/d 749 Tipe A, 510 s/d 589 Tipe B, 430 s/d 509 Tipe C dan kecil dari 430 masuk katagori Dayah Non Tipe. Hasil akhir dari proses akreditasi adalah keluarnya sertipikat Tipologi Dayah yang ditanda-tangani oleh Kepala Disdik Dayah Aceh.
Tentunya dengan Lahirnya Majelis Akreditasi Dayah dan Asesor Akreditasi Dayah, kita berharap adanya formulasi baru dalam penentuan Akreditasi Dayah kedepan. Setidaknya saya menawarkan ada tiga pola akreditasi Dayah yaitu Akreditasi Dayah Salafiyah (tradisional), Akreditasi Dayah Terpadu (Modern) dan Akreditasi Dayah Tahfidz. Ini menjadi penting karena ketiga model dayah ini secara konstitusi dibenarkan dan proses pembelajaran (kurikulum) berbeda. Kalau pola Akreditasinya sama seperti model lama maka sangat dirugikan Dayah Terpadu dan Dayah Tahfidz, karna kalau disamakan dengan Dayah Salafiyah, maka kedua dayah ini tidak mampu bersaing dengan Dayah Salafiyah dalam aspek penguasaan kitab thurast. Tentu kita boleh berharap, keputusan Akhir tetap menjadi kewenangan mutlak Majelis Akreditasi Dayah Aceh.
*Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Sekjen DPP ISKADA Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar