5 Mei 2021

Menjemput THR Bersama Punggawa

Oleh Muhammad Syarif*

Hai teman-teman, tentu kita penasarankan, kenapa THR kita jemput? Apa THR itu harus kita jemput atau tunggu saja langsung masuk rekening, hehe. Tat Nateuh.

Aye bercanda aja. Semua orang pasti menanti THR menjelang Idul Fitri 1442 H, apa lagi pandemi covid-19 membuat semua pada lesu. Lesu aktivitas dan lesu perekonomian. Oya teman-teman, aye nak bercerita sedikit kisah Tunjangan Hari Raya (THR).

THR sendiri bisa dibilang merupakan aturan ketenagakerjaan yang menjadi ciri khas di Indonesia. THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib diberikan pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan dalam bentuk uang yang disesuaikan dengan agama yang dianut pekerja. Bagi yang sudah bekerja setahun penuh atau lebih, besaran THR lazimnya dibayarkan senilai satu kali gaji. Sementara untuk mereka yang bekerja kurang dari setahun, THR dibayar dengan perhitungan secara proporsional. Sejarah THR bermula sejak Kabinet Soekiman Wirjosandjojo. THR baru muncul saat Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer.

Awalnya THR diberikan pemerintah kepada PNS sebesar Rp 125 hingga Rp 200 dan dicairkan setiap akhir bulan Ramadan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri. Selain uang THR, PNS kala itu itu juga diberikan paket berupa sembako, kebiasaan yang belakangan rupanya banyak ditiru dan jadi tradisi perusahaan-perusahaan di Indonesia jelang Lebaran hingga saat ini.

Sesuai aturan pemerintah saat itu, THR hanya berlaku untuk PNS, bukan pekerja swasta. Hal itu rupanya ditentang keras oleh kaum buruh, terutama organisasi buruh yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Para penentang berargumen, THR yang hanya diberikan kepada pamong praja sebagai tindakan tidak adil. Padahal, mereka juga sama-sama bekerja, baik di perusahaan swasta maupun perusahaan negara. Dari waktu ke waktu, kaum buruh terus mendesak pemerintah untuk mewujudkan THR.

Puncaknya, kaum buruh melakukan mogok kerja serentak nasional menuntut hak THR dari pemerintah. Untuk mengakomodir buruh, pemerintah lewat Menteri Perburuhan S.M Abidin kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 3667 Tahun 1954.

Besaran THR untuk pekerja swasta adalah sebesar seperduabelas dari gaji yang diterima dalam rentan waktu satu tahun. Jumlah paling sekurang-kurangnya adalah Rp 50 dan paling besar Rp 300.

Namun surat edaran tersebut hanya bersifat imbauan. Artinya, banyak perusahaan yang tidak membayarkan THR karena menganggapnya sebagai tunjangan pegawai yang diberikan sukarela.

Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1 Tahun 1961 atau saat Menteri Perburuhan dijabat oleh Ahem Erningpraja. Aturan mengenai besaran dan skema THR secara lugas baru diterbitkan pemerintah pada tahun 1994 yakni lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan.


Tahun 2016 pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan, merevisi peraturan mengenai THR. Perubahan ini tertuang dalam peraturan menteri ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Dalam peraturan ini menyebutkan bahwa pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan sudah berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya. Selain itu kewajiban pengusaha untuk memberikan THR, tidak hanya diperuntukan bagi karyawan tetap, melainkan juga untuk karyawan kontrak.

Disebutkan pula bahwa THR diberikan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum hari raya keagamaan masing-masing pekerja. Pada 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 dan Nomor 19 Tahun 2018 tentang THR dan gaji ke-13. Menurut peraturan itu, PNS, pensiunan PNS, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat, anggota MPR, DPR, DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wali kota, bupati dan wakilnya berhak mendapatkan THR dan gaji ke-13. Asyikkan? Makanya kalau ente mau THR,  jadilah warga Indonesia dan menjadi salah satu pejabat dari yang diatur oleh undang-undang, maka anda tidak usah menjempu THR, tinggal mengecek rekening saja dengan syarat negara masih punya persediaan uang, jika suatu saat THR dihapus, anda tidak usah panik, beralihlah menjadi petani, gampangkan? Itu saja kok repot.

 

*Penulis adalah ASN Kota Banda Aceh yang gemar bertani dimasa pendemi covid-19 guna memenuhi kemandirian pangan


 

Tidak ada komentar: