Oleh
Syarif Meukek
Sore itu secangkir kopi hadir
Bersama rintik hujan
Ku seruput jelata kopi
Segigil rindu mengetuk pelataran senja
Rintik air mataku menyanyikan lirih simponi
Musim memang telah berganti
Tapi detingan musik masih saja setia
Mengalun mengaliri waktu
Tak ada yang salah dengan rasa pahit itu
Dan kenangan bercumbu di tepi cangkir kopi
Nikmati saja hingga beranda takdir
Sambil menatap kue silai samahani
Semua bisa menjelma bayang
Koyak bagai mimpi menerpa lentik angin
Namum percayalah tak ada yang sia-sia
Jejak kita akan tumbuh menjadi dewasa
Kopi kenangan bersama kolega
Dipersimpangan kutaraja nan bersahaja
Tumpukan roti silai dihambat sang punggawa
Bersama tuan dan puan pecinta ulama
Wahai tuan penikmat Kopi Kutaraja
Jangan mengisap cerutu sambil bercengkrama
Andai tuan tahu kami menderita
Saat asap cerutu membabi buta
Wahai tuan penikmat kopi Kutaraja
Jangan mengoplas bebas cerutu di bilik-bilik lorong publik
Cerutu itu membawa sumpek dan bau taksedap
Bagi kami yang polos tak tersentuh asap kepungan
Kumintakan prajurit untuk menangkap para pengumpul asap cerutu
Tegakkan Qanun dan berikan hukuman bagi penghisap cerutu di lorong publik
Jangan hanya bagus ayat-ayat hukum di pusaran kota
Sikat dengan tegas pembawa asap cerutu.
Itu saja pesan paduka buat prajurit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar