Oleh: Bung Syarif*
Ketika Jepang mendarat di
Sabang pada 11-12 Maret 1942, mereka mulai membangun benteng-benteng pertahanan
di seluruh Pulau Weh untuk persiapan menghadapi Perang Asia Pasifik, khususnya
di tepi pantai berupa benteng pertahanan pantai, dengan dilengkapi meriam anti
kapal perang," batu nisan racikan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Sabang didukung oleh Sabang Heritage Society di papan penanda Japanese Coastal
Fortress.
Selama ini, Kota Sabang masyhur
akan deretan pantai berpasir putih nan indah. Tak banyak yang tahu bahwa daerah
yang terletak di Pulau Weh, Aceh ini juga memiliki ribuan benteng peninggalan
Angkatan Laut Jepang yang sebagian di antaranya masih berdiri kokoh. Julukan
Kota Seribu Benteng pun tersemat pada titik paling utara Indonesia ini.
Selama kurun waktu 1942-1945 Sabang menjadi pangkalan Angkatan Laut yang besar. Hal ini dikarenakan Pulau Weh semasa pemerintahan Hindia Belanda dijadikan sebagai titik utama penyimpanan minyak untuk kapal laut yang terletak di pangkalan angkutan laut Sabang.
Menurut referensi dari Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), sejak 14 Juli 1942, Sabang menjadi markas
Angkatan ke-9 Armada Expeditionary 1 Angkatan Laut Jepang.Selama kurun waktu 1942-1945 Sabang menjadi pangkalan Angkatan Laut yang besar. Hal ini dikarenakan Pulau Weh semasa pemerintahan Hindia Belanda dijadikan sebagai titik utama penyimpanan minyak untuk kapal laut yang terletak di pangkalan angkutan laut Sabang.
Pecahnya Perang Dunia II
berdampak besar bagi Sabang. Jepang menganggap kota ini punya posisi strategis
sebagai pelabuhan militer dan garis pertahanan udara terdepan dalam menghadapi
ancaman sekutu dari arah Barat.
Jepang membangun benteng serta bungker di sekeliling garis pantai dan perbukitan Sabang untuk memperkuat pertahanan mereka, seperti di Ujung Kareung, Aneuk Laot, Bukit Sabang dan sepanjang Pantai Kasih.
Dari ribuan benteng dan bungker yang ada di Sabang, beberapa di antaranya masih kokoh berdiri dan bahkan dijadikan spot-spot wisata sejarah. Biasanya, benteng dan bungker ini dibangun di kawasan yang didukung dengan panorama alam yang indah.
Kompleks benteng besar di Sabang yang telah banyak dikunjungi wisatawan termasuk Kompleks Benteng Batere A, Japanese Coastal Fortress (Benteng Pertahanan Pantai Jepang), dan Benteng Anoi Itam. Namun, di luar benteng besar itu, tersebar pula benteng dan bungker lainnya.
Jepang membangun benteng serta bungker di sekeliling garis pantai dan perbukitan Sabang untuk memperkuat pertahanan mereka, seperti di Ujung Kareung, Aneuk Laot, Bukit Sabang dan sepanjang Pantai Kasih.
Dari ribuan benteng dan bungker yang ada di Sabang, beberapa di antaranya masih kokoh berdiri dan bahkan dijadikan spot-spot wisata sejarah. Biasanya, benteng dan bungker ini dibangun di kawasan yang didukung dengan panorama alam yang indah.
Kompleks benteng besar di Sabang yang telah banyak dikunjungi wisatawan termasuk Kompleks Benteng Batere A, Japanese Coastal Fortress (Benteng Pertahanan Pantai Jepang), dan Benteng Anoi Itam. Namun, di luar benteng besar itu, tersebar pula benteng dan bungker lainnya.
Dari atas bangunan
pengintaian, pengunjung bisa melihat pemandangan Teluk Sabang dengan amat
jelas, lengkap dengan kapal yang tengah lalu lalang dari kejauhan. Melihat
betapa ranumnyan cagar budaya yang ada di Sabang berdasarkan selancaran
disosmed, kami menggunakan momentum Rakor PD Pontren se-Aceh yang berlangsung
sejak tanggal 1 s/d 4 Oktober 2019 guna menelusuri salah satu situs budaya
yaitu “Benteng Jepang” atawa dikenal Benteng Anoi Itam, Sabang. Mata Ie Resort
menjadi markaz besar peserta Rakor PD Pontren Kanwil Kementrian Agama Provinsi
Aceh. Diikuti oleh 23 Kab/Kota dengan komposisi peserta terdiri dari unsur
Kanwil Agama Aceh, Kanmenang Kab/Kota, Disdik Dayah Kab/Kota, Mudi Mahad Aly serta Dispora Aceh.
Perjalanan kami
(Syarif-Mannan-Iqbal) dari markaz besar menuju Benteng Jepang kurang lebih 20
menit, sesampai di sana, ada perasaan senang, sedih dan pilu. Senang karena
Sabang sarat dengan situs budaya dan sejarah yang mashur seantero dunia, sedih dan pilu karena cadar budaya tersebut
kurang terawat bahkan “beucung” bau pesing kata anak-anak zaman sekarang. Maka dari
itu menjadi penting negara hadir disaat yang tepat guna menjaga dan merawat
situs budaya dan sejarah ini. Walaupun “beucung” setidaknya kami sudah melihat
dengan terang benderang. Betapa Sabang itu Indah alamnya, banyak cagar
budayanya, tetapi kurang perawatan....hehe.
*Penulis adalah Peserta
Rakor PD Pontren wakil Banda Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar