Jumlah dayah/pesantren di Aceh sebanyak 1.127 unit dan
memiliki 120 ribu santri. Hal itu berdasarkan data di Dinas Pendidikan Dayah
Aceh tahun 2018.
“Melihat eksistensi dan kepercayaan rakyat kepada
lembaga dayah, jumlah dayah sebanyak itu merupakan social capital yang
luar biasa bagi Pemerintah Aceh dalam menata kehidupan masyarakat yang lebih
baik,” ujar Kadis Pendidikan Dayah, Usamah El-Madny, saat membuka Rakor
Sinkronisasi Dayah Tahun 2018, di Hotel Grand Arabia, Banda Aceh, Rabu,
11 Juli 2018, malam. Rakor sampai 12 Juli 2018 itu diikuti Dinas
Pendidikan Dayah Kabupaten/Kota se-Aceh dan Kanwil Kemenag Aceh.
Usamah menjelaskan, ada tiga lembaga pemerintahan yang
melakukan pembinaan terhadap dayah/pesantren, yaitu Dinas Pendidikan Dayah
Aceh, Kanwil Kemenag Aceh/Kanmenag Kab/Kota dan Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten/Kota.
Dalam melaksanakan tugasnya, ketiga lembaga pemerintah tersebut kadang kala
sering tumpang tindih. Kondisi ini terjadi paling tidak karena dua hal. Database di
ketiga lembaga tersebut tidak sinkron dan selama ini kualitas koordinasi antara
ketiga lembaga dimaksud tidak tuntas.
Usamah menambahkan, ketiga varian database dayah
tersebut menyebabkan pembinaan dayah antara tiga lembaga tersebut dewasa ini
terkesan sporadis. Oleh karena itu, perlu segera menghadirkan database tunggal
yang menjadi rujukan bersama Pemerintah Aceh, Kanwil Kemenag Aceh dan
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengambil kebijakan, juga pembagian tugas yang
jelas antara tiga lembaga itu dalam pembinaan dayah/pesantren di Aceh.
“Jadi salah satu out put yang
diharapkan dari kegiatan ini adalah sinkronisasi data antara Dinas Pendidikan
Dayah Aceh, Kanwil Kemenag Aceh/Kanmenag Kab/Kota dan Dinas Pendidikan
Dayah Kabupaten/Kota, sehingga melahirkan database tunggal
dayah di Aceh. Setelah rakor ini, kita akan melakukan pemutakhiran data dayah
di Aceh, selanjutnya kita harapkan akan hadir sebuah database dayah
yang terintegrasi yang akan menjadi rujukan bersama antara Pemerintah Aceh,
Kanwil Kemenag Aceh dan Disdik Dayah Kab/Kota,” kata Usamah.
Menurut Usamah, hasil rakor ini akan diserahkan kepada
Majelis Pendidikan Aceh (MPA) yang bertugas melakukan pemutakhiran data dayah
Aceh tahun 2018. “Kita berharap paling lambat Desember 2018 sudah kita terima
hasil pemutakhiran data dayah dari MPA. Selanjutnya akan kita gunakan bersama
Pemerintah Aceh, Kanwil Kemenag Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai
dasar pengambilan kebijakan,” ujarnya.
Plt. Gubernur Aceh diwakili Staf Ahli Gubernur, Rahmad
Fitri, mengatakan, dayah berperan penting dalam lahirnya sejarah
sistem pendidikan di Indonesia. Pasalnya, Aceh sebagai wilayah pertama yang
mengembangkan sistem belajar ala dayah dari abad ke-9. Sejak itu, sistem
pendidikan dayah banyak diadopsi lembaga pendidikan modern, sehingga tidak
hanya berfokus mempelajari ilmu-ilmu agama, tapi juga pendidikan umum.
“Ini tentunya menjadi potensi besar bagi kita
mewujudkan ‘Aceh Carong dan Meuadab’. Oleh karena itu, saya mengajak semua
lembaga terkait, baik Dinas Pendidikan Dayah tingkat kabupaten/kota, Kanwil
Kemenang Aceh untuk bersama-sama mengerahkan energinya dalam pengembangan dayah
agar kualitas dayah di Aceh semakin meningkat,” katanya.
Rahmat Fitri melanjutkan, Pemerintah Aceh akan
fokus pada langkah utama yaitu menyusun data dan profil dayah secara
valid, termasuk memetakan tipe-tipe dayah di seluruh Aceh. Selama ini data
dayah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota serta di Kanwil Kemenang Aceh
kerap berbeda.
“Data yang tidak akurat tentunya akan berpengaruh pada
perencanaan dan pengembangan dayah tersebut. Perbedaan ini harus diselesaikan
secara bijak. Untuk itu perlu peran dan dukungan semua pihak agar proses
penyusunan ini terkoordinir dengan baik,” ujar Rahmat Fitri. [Sumber
Portalsatu.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar