Yogyakarta – Wali Kota Banda Aceh, Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, S.E., menjadi narasumber utama dalam Seminar Rabuan yang digelar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK–KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (22/10/2025) di Auditorium Tahir, Gedung Tahir FK–KMK UGM.
Seminar bertajuk “Peran Penting Rumah Sakit Daerah sebagai Rumah Sakit Pendidikan Tenaga Medis: Situasi, Tantangan, dan Peluang” tersebut menghadirkan sejumlah akademisi dan praktisi kesehatan nasional. Hadir antara lain Kepala Program Studi Magister Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK–KMK UGM, dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D., Ketua Dewan Penasihat Pengurus Pusat ARSADA Dr. dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H., M.A.R.S., serta dua pembahas dari FK–KMK UGM yakni Putu Eka Handayani, S.KM., M.Kes. dan dr. Yoyo, M.Med.Ed., Ph.D.
Dalam paparannya, Wali Kota Illiza
mengangkat tema “Ekspektasi dan Dukungan Pemerintah Daerah dalam Memperkuat
Rumah Sakit Pendidikan: Pengalaman di RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh.” Ia
menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, rumah sakit, dan
perguruan tinggi dalam mencetak tenaga medis yang unggul dan berkeadilan.
“Pemerintah daerah harus hadir bukan
hanya sebagai penyedia fasilitas, tapi juga penyiap tenaga medis yang
berkualitas dan berdaya saing. Kuncinya adalah kolaborasi antara pemerintah
daerah, rumah sakit, dan perguruan tinggi,” ujar Illiza.
Illiza menjelaskan bagaimana Pemerintah
Kota Banda Aceh mendorong RSUD Meuraxa menjadi rumah sakit pendidikan daerah
yang kini telah berstatus Rumah Sakit Pendidikan Tipe B berdasarkan Permenkes
Nomor HK.01.07/MENKES/1350/2022. Menurutnya, capaian tersebut merupakan hasil
dari semangat kolaborasi dan keberpihakan kebijakan terhadap dunia pendidikan
kesehatan.
Salah satu kebijakan progresif yang
diambil Pemko Banda Aceh, kata Illiza, adalah penurunan tarif pendidikan klinik
secara signifikan di RSUD Meuraxa. “Sejak 2025, biaya praktik klinik bagi
mahasiswa kami turunkan dari Rp650.000 menjadi Rp200.000 per bagian, dan bagi
peserta PPDS kami gratiskan sepenuhnya. Ini bentuk nyata keberpihakan
pemerintah terhadap pendidikan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kebijakan ini telah membawa dampak positif—baik bagi mahasiswa, keluarga, maupun ekosistem pendidikan kedokteran di Banda Aceh. Beberapa daerah bahkan telah datang untuk belajar dari kebijakan yang berpihak pada mahasiswa tersebut.
Lebih jauh, Illiza juga memaparkan empat komitmen jangka panjang Pemko Banda Aceh dalam memperkuat pendidikan kedokteran:
• Revisi Perwal tarif BLUD RSUD Meuraxa agar adaptif terhadap sistem pendidikan klinik.
• Dukungan anggaran terintegrasi antara APBK dan BLUD untuk riset dan pengembangan SDM.
• Penataan infrastruktur dan SDM pengajar klinik sesuai standar nasional.
• Penguatan jejaring rumah sakit dan universitas di Aceh untuk memperluas peluang pembelajaran.
Menutup paparannya, Illiza menegaskan bahwa investasi terbesar dalam bidang kesehatan adalah investasi pada manusia.
“Membangun rumah sakit atau memperkuat regulasi hanyalah sarana. Yang lebih penting adalah menyiapkan generasi tenaga medis yang berakhlak, berilmu, dan berjiwa pengabdian,” tuturnya.
Seminar yang turut dihadiri oleh guru
besar FK–KMK UGM Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D., para dosen, dan
mahasiswa Magister Kebijakan dan Manajemen Kesehatan itu berlangsung interaktif.
Para peserta antusias menyimak pengalaman Banda Aceh dalam membangun kolaborasi
pendidikan kedokteran berbasis daerah. “Dari Banda Aceh kita belajar bahwa
dengan kolaborasi dan keberpihakan kebijakan, daerah bisa menjadi pelopor
penguatan rumah sakit pendidikan di Indonesia,” pungkas Illiza. (JZ01CPR)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar