Oleh Bung Syarif*
Lahir di Banda Aceh
17 Juni 1980 adalah sosok Ilmuan dunia dalam bidang Bahasa Inggris.
Kepakarannya dalam bidang sastra inggris tidak diragukan, karna itu ia diundang
seminar di berbagai belahan dunia. Mengenakan busana berwarna biru dongker,
Yuyun- sapaan akrab Yunisrina Qismullah Yusuf, berjalan cepat menaiki
anak tangga menuju kantornya di lantai 2 Biro Rektorat lama Universitas Syiah
Kuala (USK).
Ditangannya terlihat berkas yang ia bawa dari ruang sidang. Meski wajahnya terlihat sedikit lelah, ia menyapa dengan senyum lebar. “Baru aja selesai ini,” ujarnya ramah dan mengajak media ini masuk.
Sebelum memasuki
ruang, tepat di samping kiri pintu kaca yang ditempeli sandblast,
berdiri sebuah stand
banner yang bertuliskan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Syiah Kuala.
Kemudian saat
melangkah ke dalam, pandangan mata disambut oleh ruangan sejuk bernuansa hijau.
Di tengah ruangan ini terdapat sebuah meja besar memanjang yang dilingkari
selusinan kursi serta sebuah wall
projector screen. Sementara tepat di sisi kiri ada beberapa
ruang kecil yang sudah disekat; di ruang paling ujung inilah Yuyun sehari-hari
menghabiskan waktu setelah mengajar.
Putri Dr. Qismullah
Yusuf, MA ini dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Sidang Senat
Terbuka yang dipimpin oleh Ketua Senat, Prof Dr. Ir. Abubakar MS di Gedung AAC
Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala, Jumat, 12 November 2021. Ayahandanya
salah seorang pengurus Yayasan Pembina Inshafuddin yang menjadi salah seorang
Dewan Pakar Dayah Terpadu Inshafuddin, dimasa hidupnya. Kini Ayahandanya telah
meninggal dunia dan tradisi keilmuan di warisi pada salah seorang anaknya Prof Yunisrina
Qismullah Yusuf
Tak berselang lama,
prestasi membanggakan kembali ia toreh tatkala namanya masuk sebagai satu dari
sembilan peneliti dari Universitas Syiah Kuala yang masuk dalam darftar 100
ilmuwan paling berpengaruh menurut Alper Doger (AD) Scientific Index 2022.
Wajar. Lihat saja
akun Google Scholar yang ia miliki, sitasi (kutipan) yang diperoleh hampir
mencapai seribuan. Demikian pula artikelnya yang bejibun sudah
dimuat dalam jurnal nasional dan internasional bergengsi. Belum lagi karya
lainnya yang ia miliki, termasuk tulisan kategori fiksi. “Novel pertama saya,
walaupun saya tulis fiction,
tapi kisah saya dan adik saya waktu ke Amerika dulu. Jadi saya umur 5 tahun
dibawa orang tua ke Amerika,” jelas Yuyun bersemangat. Baginya, menulis adalah
sebuah hobi yang menyenangkan.
Hanya itu? Tunggu
dulu. Profesor Yunisrina juga berhasil mengantarkan jurnal Studies in
English Language and Education (SiELE) yang diterbitkan oleh Program Studi
Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Syiah Kuala, terindeks Scopus. Maklum,
Yuyun tercatat sebagai Editor-in-Chief di jurnal tersebut.
Ia menceritakan bahwa
pencapaian yang ia raih saat ini bukan hanya karena produktitasnya menelurkan
karya-karya yang bermanfaat bagi dunia akademik. Ia juga mengungkapkan hal ini
tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, terutama keluarga. Konon,
perjalanannya menuju Guru Besar telah melalui rintangan yang terbilang tidak
mudah.
“Mungkin terlihat
mulus dari luar. Tapi semua orang ada perjuangan. Misalnya seperti kami waktu
sekolah. Pertama kami sekolah kan karena anak sakit,” tuturnya mengenang.
Ia bersama suami, Dr.
Ir. Iskandar yang saat ini didapuk sebagai Wakil Dekan I Fakultas Teknik
Unsyiah, meraih gelar magister dan doktor di kampus yang sama: Universiti
Malaya (UM), Malaysia. Saat itu anak keduanya lahir ketika ia baru merampungkan
studi S2 dari UM. Pada titik inilah kehidupannya diuji.
“Itu saya perbaikan
tesis di RS, waktu melahirkan dia. Cuma anak ke dua saya waktu itu ada masalah.
Dia sakit jantung. Dia sakit ada masalah diafragma hernia. Jadi dia ada
beberapa kali operasi dulu,” sesekali suaranya terdengar lirih ketika
menceritakan kembali perjuangan yang ia lewati.
Dari Lektor Jadi Profesor
Yuyun seakan masih tidak percaya akan gelar Profesor yang kini
ditabalkan didepan namanya: Profesor Yunisrina. Sebab, ia mengaku hanya
mengajukan kenaikan jabatan fungsional dari Lektor menjadi Lektor Kepala.
Bahkan jauh-jauh hari ia dan suaminya berencana ingin menjadi Profesor bareng.
Hingga sebuah panggilan yang masuk di handphone genggam miliknya merubah
rencana itu. “Buk Yun, ini banyak lebih kum nya. Nampaknya syaratnya pun cukup.
Ini kita loncat aja ke Guru Besa.” Suara seorang tim penilai angka kredit
(TPAK) diseberang membuyarkan konsentrasinya. Bagaimana tidak, ia merasa tidak
siap diawal.
Memang, para anggota tim tersebut sangat mendukung langkah ini.
Terlebih mereka sudah melihat dokumen yang diajukan Yuyun melebihi syarat
dibutuhkan untuk Lektor Kepala. “Jadi dorongan juga dari TPAK USK. Ada Prof
Mustanir ketua TPAK waktu ini kan. Prof Syaukani kan, yang ahli rayap di MIPA,
beliau juga banyak telepon saya dan kasih dukungan lah”.
Kondisinya membuat ia ragu mampu meraih peluang yang ada didepan
mata. Apa lagi saat itu ia sedang hamil anak ke enam. Namun suaminya sangat
mendukung dan membantu Yuyun untuk memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.
Demikian pula sang ayah, Dr. Qismullah Yusuf, MA yang juga seorang akademisi.
Akhirnya semua persyaratan terpenuhi. “SK saya 1 September di tanda tangan.
Prosesnya cuma 3 bulan. Saya pun terkejut. Tidak ada minta perbaikan,”
jelasnya.
Ia pun menceritakan bahwa ia belum 20 tahun mengabdi sehingga
syaratnya belum mencukupi. Namun bisa tertutupi dengan kegiatan membimbing
sebanyak 80 Angka Kredit. “Jadi Alhamdulillah di Bahasa Inggris mahasiswa
banyak, jadi itu banyak membantu juga. Bimbingan saya banyak, malah lebih waktu
itu.”
Ia pun melanjutkan, "kemudian ada syarat lagi harus publish
di jurnal yang SJR nya minimal 0,24 atau 0,25 kalau nggak salah, bukan kuartil
diminta. Itu harus ada 4. Abis tu sebagai Corresponding Author dan
sebagai penulis pertama. Juga menjadi reviewer di jurnal bereputasi yang Q1-Q2.
Alhmdulillah saya cukup.”
Kenaikan jabatan akademik dengan loncat jabatan sangat mungkin
ditempuh terlebih bagi dosen dengan prestasi luar biasa jika memenuhi syarat
yang diminta. Yuyun membeberkan tipsnya agar dosen bisa mengikuti jejaknya.
“Harus persistent!” ucapnya mantap. Ia
menyarankan agar mengatur jadwal yang teratur agar semua aspek dalam Tri Darma
Perguruan Tinggi dapat terpenuhi. Misalnya menjadwalkan bimbingan mahasiswa
seminggu dua kali pada hari tertentu saja, sementara pada hari lainnya di
gunakan untuk menulis.
Sebab menurutnya hampir semua kegiatan mempunyai output berupa
artikel. “Suka tidak suka harus semangati diri sendiri. Meunyoe
hana peugot jinoe, singoh hana watee (Kalau tidak kerjakan
sekarang, besok tidak ada waktu-red).” Menurutnya, dosen pasti punya tugas
tambahan lain dari kampus selain mengajar. Sehingga mengerjakan apa yang bisa
dikerjakan disela waktu kosong adalah cara terbaik menjadi produktif. Dengan kepakarannya kini beliau diundang sebagai pembicara dan peneliti diberbagai belahan dunia, kampus USK pun terangkat namanya dengan hasil kajian dan publikasi ilmiahnya.
*Goresan Pena Magister Hukum Tata Negara USK, Ketua Komite Dayah
Terpadu Inshafuddin, Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh

Tidak ada komentar:
Posting Komentar