Banda Aceh-Aceh hari ini berselimut duka yang mendalam. Dua cahaya penerang dunia, Abu Kuta Krueng (Abu H. Usman bin Ali) dan Aba Lamno (Aba H. Asnawi bin Ramli), telah kembali ke haribaan Ilahi. Kepergian mereka bukan sekadar kehilangan bagi keluarga dan murid-muridnya, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Aceh yang selama ini merasakan manfaat dari ilmu, kebijaksanaan, dan keteladanan mereka.
Lebih menggetarkan hati, keduanya berpulang pada hari yang sama, hanya berbeda dalam hitungan jam. Seolah ada rahasia Ilahi yang sulit dijangkau akal manusia. Dua ulama kharismatik Aceh, yang menjadi panutan, dipanggil dalam waktu yang hampir bersamaan—sebuah pertanda yang membuat banyak orang bertanya, adakah ini bagian dari karāmat?
Sejak kabar wafatnya mereka tersebar, langit Aceh tampak muram. Awan mendung menggantung di atas tanah rencong, seakan alam pun turut berkabung. Udara terasa berbeda, sejuk dan penuh keheningan, seolah memberi isyarat bahwa peristiwa ini bukan sekadar peristiwa biasa.
Di setiap sudut, doa-doa dipanjatkan. Zikir dan tahlil menggema, mengiringi perjalanan dua sosok yang sepanjang hidupnya telah mengabdikan diri kepada agama, bangsa, dan umat. Mereka bukan sekadar ulama dayah, tetapi juga pelita dalam gelap, penunjuk jalan bagi mereka yang mencari kebenaran.
Kini, yang tersisa adalah warisan ilmu dan keteladanan yang harus dijaga dan diteruskan. Masyarakat Aceh, santri-santri, dan para penerus dakwah harus memegang teguh ajaran yang telah mereka sampaikan. Sebab, meskipun raga telah tiada, cahaya ilmu yang mereka tebarkan akan terus hidup di hati dan amal perbuatan umat.
Aceh berduka, namun juga bersyukur pernah memiliki sosok seperti mereka. Semoga Allah menerima segala amal ibadah mereka, melapangkan kuburnya, dan menempatkan mereka di sisi-Nya dengan penuh kemuliaan. Innā lillāhi wa innā ilaihi rājiʿūn. (JZ01CPR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar