14 Jan 2025

Ngaji Jinayat (Episode 7)


Oleh Bung Syarif*

Sahabat yang super, CPR mengucapkan salam 51 55  buat teman-teman yang sering mangkal di udara, istimewa buat mitra cuap-cuap CPR antara lain; LDD (Dodon), AST, CJO (Cek Dirman), ACM, BWM (Cek Mustafa), BOS, AAZ, ASF, PJR dan CBD salam kompak selalu. Semangat yang tertuang dalam Pasal 10 Angaran Dasar (AD) RAPI” Rukun di Udara, Akrab di Darat dan Iman di Hati” menjadi moto yang tidak boleh lekang dimakan usia.

Kali ini CPR akan membahas pakem “pelecehan seksual”. Diawali dulu terminologi Pelecehan Seksual yaitu perbuatan asusila atau perbuatan cabul yg sengaja dilakukan seseorang di depan umum atau terhadap orang lain sebagai korban baik laki-laki maupun perempuan tanpa kerelaan korban.

Adapun pakem laranganya dan jenis uqubat yang diatur dalam regeling Jinayat (Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014) yaitu;

Pertama: Setiap orang yang sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual, diancam dengan `uqubat cambuk paling banyak 45 kali atau denda paling banyak 450 gram emas murni atau penjara
paling lama 45 bulan (baca pasal 46)


Kedua:
setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual sebagaimana dimaksud pada pasal 46 terhadap anak, diancam dengan `uqubat cambuk paling banyak 90 kali atau denda paling banyak 900 gram emas murni atau penjara paling lama 90 bulan

Lalu bagaimana jika ada orang muslim yang tinggal diaceh melakukan pelecehan seksual dimana norma hukumnya juga diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana diluar KUHP, maka yang berlaku adalah kertentuan jarimah Qanun ini. Ini dengan terang benderang dimuat dalam Pasal 72 Qanun Jinayat.

Oya sahabat, penyidik dalam hal ini PPNS sangat strategis kedudukannya dalam Qanun Jinayat, karna merekalah yang bisa menggiring pelanggar masuk delik atau jarimah yang sesuai dengan fakta hukum dan peristiwa hukum, yang pada akhirnya di buktikan dalam persidangan oleh jaksa penuntut umum di arena sidang Mahkamah Syar`iyah Kab/Kota.


Oya sahabat sebagai informasi tambahan khusus materi norma hukum pelecehan seksual dan pemerkosaan telah digagas revisinya  sejak Tahun 2022 hingga 2024 yang dinilai oleh sebagian orang belum memenuhi rasa keadilan bagi korban dan CPR ikut terlibat aktif dalam berbagai giat pembahasan-nya.

Semoga saja dimasa kepemimpinan Anggota DPRA periode 2024-2029 tuntas hasil revisi Qanun ini, sehingga nantinya diharapkan materi muatannya memenuhi rasa keadilan bagi korban, bukan malah sebaliknya ya…takbir

*Penulis adalah JZ01CPR, Magister Hukum Tata Negara USK, Penggiat Lembaga Bantuan Hukum, Alumni Lemhannas Pemuda Angkatan I  Dosen Legal Drafting Prodi Hukum Pidana Islam (HPI), Prodi Hukum Tata Negara (HTN) dan Prodi Hukum Keluarga (HK) FSH UIN Ar-Raniry, Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Pengurus ICMI Kota Banda Aceh, Ketua Komite Dayah Terpadu Inshafuddin, Mantan Ketum Remaja Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Mantan Ketum DPD Jaringan Nusantara Aceh, Mantan Sekjen DPP ISKADA Aceh, Direktur Aceh Research Institute (ARI), KAHMI Aceh, PW Syarikat Islam Aceh, Fungsionaris DPD BKPRMI Aceh, Fungsionaris DPD KNPI Aceh

 

Tidak ada komentar: