13 Des 2024

Meneropong “KTR” dalam Qanun Kota Banda Aceh


Oleh Bung Syarif*

Lahirkan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sejatinya menjadi pedoman bagi warga Kota Banda Aceh dan jajaran Pejabatnya. Dimana semangat lahirnya Qanun ini bertujuan antara lain;

Pertama melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya akibat merokok, kedua; menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat, ketiga; membudayakan hidup sehat, keempat; menekan angka pertumbuhan perokok pemula, kelima; membatasi ruang bagi perokok, pemasaran dan pengiklanan.

Rokok mengandung zat adiktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti; penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, penyakit paru onstruktif kronik, kanker paru, kanker mulut, impotensi, kelainan kehamilan dan janin.

Asap rokok tidak hanya membahayakan perokok, tetapi juga orang lain disekitar (perokok pasif). Asap rokok terdiri dari asap utama yang mengandung 25 % kadar bahan berbahaya dan asap rokok sampingan yang mengandunhg 75 % kadar berbahaya. Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis senyawa kimia. Sekitar 400 jenis diantaranya zat beracun dan 69 jenis tergolong zat penyebab kanker.

Karena itula Qanun ini menjadi penting untuk di Implementasikan. Bukan hanya indah dalam tataran norma tapi hampa dalam implementasinya.

Qanun ini menyebutkan Implementasi KTR meliputi; perkantoran pemerintah, perkantoran swasta, sarana pelayanan kesehatan, sarana pendidikan formal dan informal, arena bermain anak, tempat ibadah, tempat kerja yang tertutup, sarana olahraga yang sifatnya tertutup, tempat pengisian bahan bakar, halte, angkutan umum dan tempat umum yang tertutup lainnya. Karna itu setiap orang dilarang merokok di KTR. Larangan ini, bukan hanya merokok ansich tetapi juga larangan untuk menjual, mempromosikan, mengiklankan pada locus yang telah disebutkan diatas. Pertanyaan kemudian coba Tuan dan Puan cek, apakah Qanun ini berlaku efektif? Atau Qanun ini dikentutin, hehe.

Qanun ini juga memberi mandat kepada Pimpinan OPD untuk melakukan pembinaan dan pengawasan internal di KTR yang menjadi tanggungjawabnya. Melarang setiap orang untuk merokok di KTR yang menjadi tanggungjawabnya serta memasang tanda-tanda dilarang merokok sesuai persyaratan pintu masuk utama dan tempat-tempat yang dipandang perlu dan mudah dibaca. Karna itulah pimpinan OPD perlu menyiapkan ruang khusus merokok yang terbatas.

Lantas apa konsekwensinya jika Pimpinan OPD tidak mengindahkan Qanun ini? Jawabannya diberikan sanksi berupa teguran lisan, peringatan tertulis, penundaan kenaikan pangkat, non aktif dari jabatan serta sanksi administrasi lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.

Qanun ini juga memberikan sanksi pidana bagi setiap orang yang merokok di area KTR berupa pidana kurungan paling lama 3 hari dan atau denda paling banyak 200.000 (dua ratus ribu rupiah). Sementara bagi yang memperjual belikan rokok ditempat KTR dikenakan pidana kurungan paling lama 5 hari dan atau denda paling banyak 500.000 (lima ratus ribu rupiah)

Sementara bagi badan usaha yang mempromosikan dan mengiklankan rokok ditempat atau area KTR dipidana kurungan paling lama 14 hari dan atau denda paling banyak 10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Jika badan usaha memperjualbelikan rokok di tempat atau area yang dinyatakan KTR dipidana kurungan paling lama 10 hari dan atau denda paling banyak 5.000.000 (lima juta rupiah).

Jika kita mau jujur? maka Qanun ini sangat hambar, bahkan secara radikal bisa dikatakan layak dicabut, karna tidak efektif dalam penerapannya.

 

*Penulis adalah Pengurus ICMI Kota Banda Aceh periode 2024-2029, Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry

 

Tidak ada komentar: