Oleh Bung Syarif*
Syarikat Islam awal pembentukannya bernama Syarikat Dagan Islam (SDI) didirikan oleh KH Samanhudi di Solo, Jawa Tengah 16 Oktober 1905, guna mempersatukan pedagang-pedangan batik muslim agar bisa menyaingi pedagang Tionghoa. Dimana kala itu masyarakat kraton kurang mendapat perhatian hindia Belanda. SDI bermaksud mendobrak diskriminasi yang ditetapkan kaum bangsawan dan menjalankan ajaran Islam dengan kaffah baik dalam aspek muamalah, Ibadah maupun tauhid. Dalam perjalanannya KH Samanhudi mengajak HOS Tjokro Aminoto yang merupakan bangsawan terpelajar bergabung dalam SDI dan beliau mengubah SDI menjadi Syarikat Islam (SI).
Ormas Islam ini konser dalam bidang Dakwah Ekonomi, Pendidikan, Sosial Keagamaan dan Dakwah Siyasah. Gerakan Dakwah SI terus mendapat simpati rakyat dibawah kepemimpinan HOS Tjokro Aminoto. Melihat perkembangan SI semakin berkembang, Pemerintah Hindia Belanda panda Tahun 1915 berusaha membendung gerakannya dengan memecah belah SI dengan mendirikan Central Syarikat Islam (CSI) atau SI Pusat yang dipimpin HOS Tjokro Aminoto panda saat itu sudah ada 50 Cabang, SI dengantiga juta anggota yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi. Pada Tahun 1923 HOS Tjokro Aminoto mempelopori SI menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) yang menjadi Partai Politik dikalangan Pribumi. Namun panda Tahun 1934 HOS Tjokro Aminoto wafat sehingga kepemimpinan di ganti oleh H. Agus Salim. Tokoh PSII berkontribusi dalam merebut kemerdekaan Indonesia di Tahun 1945.
Pada tahun 1973, PSII harus melebur kedalam Partai Persatuan Pembangunan yang membuat perannya dalam konteks politik nasional menurun.
PSII lantas menyatakan diri sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyah, Matlatul Anwar, PERTI dan Ormas Islam lainnya. Sampai saat ini, SI masih tetap eksis dengan terus berusaha memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara.
Adapun Tujuan dididrikannya SI antara lain; memajukan perdagangan pribumi di Indonesia, membina kerjasama antar sesama anggota, tolong menolong, menciptakan kerukunan sesama muslim, mewujudkan usaha halal, dakwa ekonomi syariat Islam, dakwah siyasah, dakwah Pendidikan dan Sosial keagamaan.
Adapun tokoh-tokohnya antara lain;
KH
Samanhudi
KH
Samanhudi memiliki nama kecil Sudarno Nadi. Dia lahir di Laweyan, Surakarta,
Jawa Tengah, pada tahun 1868. Samanhudi memulai pendidikannya di Sekolah Dasar
Bumiputera kelas satu di Surabaya, Jawa Timur. Di sekolah ini, Samanhudi tidak
hanya belajar tentang pendidikan umum, namun juga pendidikan agama Islam.
Selain belajar, Samanhudi juga mulai menunjukkan minatnya di dunia perdagangan,
terutama perdagangan batik. Dari minatnya inilah Samanhudi mulai mengenal dan
menjalin relasi dengan para pedaganga dari berbagai daerah baik di Jawa Timur,
Jawa Tengah, maupun Jawa Barat. Sementara pendidikan agama Islam ditempuh KH
Samanhudi di sejumlah pondok pesantren.
Beberapa pesantren tempat Ia menuntut ilmu agama antara lain:
Ponpes KH Sayuthi – Ciawigebang
Ponpes KH Abdur Rozak - Cipancur
Ponpes Sarajaya – Cirebon
Ponpes KH Zainal
Musthofa - Tasikmalaya Saat berguru dengan KH Zainal Musthofa ini, Samanhudi
banyak bertukar pikiran tentang perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka. KH
Zaenal Musthofa sendiri juga merupakan Pahlawan Nasional yang memimpin
perlawanan melawan Jepang.
KH
Samanhudi merupakan pendiri SDI yang kemudian berubah nama menjadi SI.
Samanhudi seorang pedagang batik yang berhasil membuka perusahaannya pada tahun
1888. Dia berhasil mengembangkan perusahaannya dengan membuka cabang-cabang di
Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, Bandung, dan Parakan. Pada masa itu, Samanhudi
memiliki minat yang besar untuk mendirikan berbagai organisasi sosial yang
membantu upacara perkawinan, selamatan, dan kematian. Dia memiliki keinginan
yang tinggi untuk menjadi seorang muslim yang beriman.
H.O.S Tjokro Aminoto
H.O.S
Tjokro Aminoto merupakan salah satu tokoh yang sangat penting dalam
perkembangan SI. Dia berhasil mempertahankan kedudukan Kepemimpinannya mulai
dari awal bergabung dengan SI sampai wafat di tahun 1934. Tjokro Aminoto
dikenal dengan sikapnya yang radikal dengan menentang kebiasaan kaum penjajahan Belanda yang melecehkan kaum pribumi. Meski seorang bangsawan, dia
senantiasa menganggap dirinya sama dan sederajat dengan pihak mana pun. Pada
bulan Mei 1912, HOS Tjokro Aminoto bergabung dengan SI atas ajakan H Samanhudi
yang mencari orang berpendidikan tinggi untuk memperkuat organisasi. Dengan
begitu, dia bergabung dan berhasil melebarkan sayap Syarikat Islam ke Pulau
Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Landasan dakwah yang dikembangkannya meliputi Dakwah Ekonomi Syariah, Dakwah Siyasah, Dakwah Pendidikan dan Sosial Keagamaan.
Raden
Mas Tirto Adisutjo
Raden
Mas Tirtoadisutjo merupakan salah satu tokoh yang berpengaruh dalam
perkembangan SI sebagai organisasi. Pada periode 1916 sampai 1921, Anggaran
Dasar pertama pada 11 November 1911 dirumuskan oleh Raden Mas Tirto Adisutjo. Dia
termasuk salah satu orang Indonesia yang memperoleh pendidikan cukup tinggi
yakni lulusan sekolah administrasi pemerintah Belanda dan aktif dalam pers. Dia
kemudian mendirikan organisasi dagang bernama Sarekat Dagang Islamiyah di
Bogor.
Raden
Gunawan
Sahabat karib Samanhudi bernama Raden Gunawan. Dia merupakan anak pegawai
pemerintah yang memperoleh pendidikan agama secara tradisi namun tidak
mendalam. Menjelang akhir 1890-an Gunawan diberhentikan dari tempatnya bekerja
di kantor Asisten Residen Pacitan karena bertikai dengan seseorang Pangreh
Hindia Belanda yang menghina bangsa Indonesia. Gunawan yang melihat hal itu
tidak bisa bertoleransi dengan sikap yang merendahkan bangsanya.
H. Agus Salim
Agus Salim
lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan
Siti Zainab. Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan
Tinggi Riau
Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus bagi anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) Koning Willem III (Kawedrie) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi alumnus terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Duta besar Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada Syaikh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.
Pada tahun 1912-1915, Salim membuka sekolah dasar berbahasa Belanda, Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Kemudian pada tahun 1915 ia terjun ke dunia jurnalistik di Harian Neratja sebagai Wakil Redaktur. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Agus Salim menikah dengan Zaenatun Nahar Almatsier dan dikaruniai 10 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Surat kabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Kota Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).
*Penulis adalah Mantan Aktivis`98, Pengurus ICMI Kota Banda Aceh, Fungsionaris KAHMI Aceh, Fungsionaris DPD KNPI Aceh, Wakil Sekretaris PW SI Aceh, Mantan Sekjen DPP ISKADA Aceh, Mantan Ketum Remaja Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Mantan Ketum DPD Jaringan Nusantara Aceh, Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry
Tidak ada komentar:
Posting Komentar