Eksekusi cambuk bagi terpidana yang melanggar Qanun Jinayat dilakukan oleh Jallad, ini diatur secara terang benderang dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat. Dalam Bab X Pergub tersebut mengatur Standarisasi Jallad dalam melakukan Eksekusi Cambuk.
Diantara standar wajib Jallad antara lain; bertaqwa pada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berakhak mulia, bebas narkoba, tidak pernah tersangkut pidana umum dan pidana qanun jinayat, lulus Pendidikan dan pelatihan Jallad, tidak memiliki hubungan dengan keluarga terpidana. Karna itu pula Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam melakukan sertifikasi dan pelatihan bagi calon Jallad (baca pasal 48). Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota belum memiliki Jallad yang tersetifikasi dapat meminta bantuan Jallad yang berasal dari Kabupaten/Kota terdekat.
Tentunya tugas berat menghantui Jallad. Lebih familiar dikenal orang sebagai algojo mengenakan jubah itu merentangkan lengan kanannya setinggi bahu. Di tangannya terlihat rotan sepanjang satu meter yang pangkalnya telah dibengkokkan. Tugas utama Jallad adalah melakukan cambuk terhadap pelanggaran qanun Jinayat sesesuai jumlah hukuman yang diputuskan oleh Hakim Mahkamah Syar`iyah.
Seorang Jallad wajib menjaga kehormatan profesinya itu melalui cerminan perilaku dalam kehidupan sehari-harinya. Sekali pun tak ada yang tahu identitas mereka. Saya membayangkan seorang yang berprofesi sebagai Jallad tentu memiliki beban moral dan mental yang dilematis, apalagi jika yang dihukum adalah orang yang pernah ia kenal dan dekat dengan yang bersangkutan. Yang pasti setiap profesi yang diambil memiliki kadar resiko yang berbeda.
*Penulis adalah Kabid PSI, Sekretaris Forum Muda Alumni Lemhannas Aceh, Sekjen DPP ISKADA Aceh, Dirut ARI, Dosen FSH UIN Ar-Raniry
Tidak ada komentar:
Posting Komentar