23 Feb 2022

Urgensi PPNS Dalam Penegakan Qanun Jinayat

 Oleh : Bung Syarif*

Dalam penegakan qanun Jinayat, di Aceh terutama dalam upaya penegakan hukum, dipandang perlu mengatur pedoman penunjukan dan pembinaan Penyiidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Yang bertugas melakuka penyelidikan dan penyidikan terhadap Pelanggaran Qanun Jinayat.

Dalam Pasal 133 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, menyebutukan’ tugas penyelidikan dan penyidikan untuk penegakan syariat Islam yang menjadi kewenangan Mahkamah Syariah sepanjang mengenai Jinayat dilakukan oleh Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Disini digaris bawahi tugas penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Itu artinya penyidik memegang kendali penting dalam menentukan jarimah yang akan dikenakan berdasarkan keyakinannya sebagai penyidik, tentu sudah memenuhi unsur pelanggaran.

Proses penyidikan dalam peristiwa tindak pidana, penyidik menggunakan metode periksaan 7-kah, untuk mengetahui apa dan bagaimana peristiwa yang terjadi:

1.    Apakah (yang terjadi)?

2.    Siapakah (yang salah)?

3.    Bagaimanakah (terjadinya peristiwa pidana itu)?

4.    Dimanakah (peristiwa itu terjadi)?

5.    Bilamanakah (terjadinya peristiwa pidana itu)?

6.    Sebab apakah (peristiwa pidana itu dilakukan)?

7.    Memakai apakah (tersangka telah berbuat peristiwa pidana)?

Sistem penyidikan tindak pidana tersebut diatas, diperlukan data-data/fakta-fakta dan keterangan saksi, alibi tersangka. Kasus-kasu tindak pidana pada dasarnya memiliki 3 bukti segi tiga (triangle evidence) yang merupakan  sebagai sumber pembuktian untuk mengungkapkan tindak pidana yaitu; tempat kejadian, korban dan barang bukti.

Tempat Kejadian Perkara (TKP) yaitu tempat kejadian perkara yang berupa tempat terjadinya kejahatan, pelanggaran, maupun kecelakaan lalu lintas dan merupakan bahan penting sebagai sumber penyidikan perkara pidana.

Korban adalah korban kejayahat yang merupakan orang yang dirugikan baik secara fisik maupun materi oleh pelaku kejahatan seperti korban manusia masih hidup atauy meninggal dunia.

Barang bukti adalah bekas-bekas darah, alat yang dipakai pelaku/tersangka seperti kelongsongan peluruy, pisau atau sidik jari dan sebagainya, Tentunya dalam konteks kasus pidana barang buktinya berbeda dengan pidana lainnya.

Terkait dengan pelaksanaan syariat Islam dan penegakan pelaksanaan Qanun-Qanun, maka dibentuklah Lembaga pendukung yaitu Wilayatul Hisbah. Sebagaimana diatur dalam peraturan Gubernur Aceh No 05 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat, Wilatatul Hisbah merupakan suatu Lembaga yang bertugas mengawasi, membina dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang syariat islam dalam rangka menegakkan amal makruf nahi mungkar dan dapat berfungsi sebagai polsus dan PPNS.

Dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil disebutkan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Aceh yang selanjutnya disebut PPNS Aceh adalah Pejaba penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah Aceh yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran Qanun Aceh dan/atau peraturan perundangan-perundangan lainnya. Disinilah peran penting PPNS dalam menentukan jenis uqubat yang akan dibidik pada setiap orang yang patut diduga melanggar Qanun Jinayat.

Saat ini personil PPNS dilingkungan Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh berjumlah 5 orang, secara kelembagaan berada di Bidang Perundang-undangan. Keberadaan PPNS sangat strategis dan penting dalam proses penyelidikan pelaggaran Qanun Jinayat. Dalam Implementasinya mengingat ruang lingkup pelanggaran jarimah dalam Qanun Jinayat semakin bertambah maka perlu penambahan personil PPNS.

 Mekanisme Kinerja PPNS

Dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penyidik Pegawao Negeri Sipil (PPNS), menyebutkan, sesuai dengan bidang tugasnya PPNS mempunyai hak:

a.    Mendapatkan tunjangan fungsional dan/atau insentif:

b.    Memperoleh perlindungan dan bantuan hukum dari pemerintah Aceh dan/atau pemerintah kabupaten/kota dalam menjalankan tugas nya;

c.    Memperoleh fasilitas, informasi, data dan segala sesuatu yang dianggap perlu untuk penyelidikan dan penyidikan dalam rangka penegakkan Qanun dan/atau Peraturan perundang-undangan lainnya;

d.    Mendapatkan Pendidikan dan pelatihan;

e.    Memakai senjata api sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan/atau

f.     Mendapatkan seragam khusus dalam melaksanakan tugas.

 

Dalam menjalankan tupoksinya PPNS sesuai dengan bidang tugas nya mempunyai kewajiban:

a.    Mentaati kode etik PPNS sesuai dengan Peraturan perundang-undangan;

b.    Melakukan penyelidikan dan penyidikan apabila mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadi nya pelanggaran terhadap Qanun dan/atau Peraturan Perundang-Undangan;

c.    Memberitahukan telah dimulai nya suatu penyidikan kepada penuntut umum dengan Surat Pemberitahuan Dimulai nya Penyidikan (SPDP) dan tembusannya disampaikan kepada korwas PPNS;

d.    Menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum dan tembusannya kepada korwas;

e.    Membuat berita acara setiap tindakan dalam hal:

1.         Penyelidikan;

2.         Pemeriksaan tersangka;

3.         Penangkapan;

4.         Penahanan;

5.         Penggeledahan;

6.         Penyitaan benda;

7.         Pemeriksaan surat;

8.         Pemeriksaan saksi;Dan

9.         pemeriksaan ditempat kejadian.

f.     Membuat laporan pelaksanaan tugas penyelidikan, penyidikan dan eksekusi kepada Gubernur/Bupati/Walikota melalui kepala SKPA/SKPK dimana PPNS yang bersangkutan bertugas.

Pengangkatan, Pemberhentian dan Mutasi

Dalam Pasal 13 Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2012 menyebutkan bahwa;

(1)  Pengangkatan, pemberhentian, dan mutasi PPNS Aceh dan PPNS Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur atas usul kesekretariat PPNS Aceh dan Sekretariat PPNS Kabupaten/Kota.

(2)  Pengangkatan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat satu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.    Masa kerja sebagai PNS paling singkat 2 (dua) Tahun;

b.    Berpangkat paling rendah penata muda, golongan III/a;

c.    Berpedindikan paling rendah Sarjana Hukum atau Sarjana Hukum Islam dan sarjana lain yang setara;

d.    Diutamakan bertugas dibidang teknis operasional penegakkan hukum;

e.    Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pada rumah sakit pemerintah;

f.     Setiap unsur penilaian pekerjaan dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) pegawai negeri sipil paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

g.    Mengikuti dan lulus Pendidikan dan pelatihan dibidang penyidikan;

h.    Melampirkan photo copy Qanun dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya yang menjadi dasar hukum pemberian kewenangan sebagai PPNS;

i.      Melampirkan photo copy  ijazah terakhir yang dilegalisir;

j.      Melampirkan photo copy  keputusan pengangkatan jabatan/pangkat terakhir yang dilegalisir; dan

k.    Surat keterangan bebas narkoba dan zat adiktif (Napza) dari pejabat yang berwenang.

Tentunya Anggota Praja Wibawa yang memenuhi syarat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Tentunya PPNS dapat diberhentikan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

a.    Berhenti sebagai pegawai negeri sipil;

b.    Atas permintaan sendiri;

c.    Melanggar disiplin kepegawaian dan melanggar kode etik PPNS berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d.    tidak lagi bertugas dibidang teknis operasional penegakkan hukum;

e.    Berbuat zalim;

f.     Melakukan perbuatan tercela;

g.    Berhalangan tetap melaksanakan tugas sebagai PPNS;

h.    Melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap;

i.        Tidak lagi memenuhi syarat sebagai PPNS;

 

*Penulis adalah Direktur ARI/ Sekjen DPP ISKADA Aceh/Dosen FSH UIN Ar-Raniry/Kabid PSI Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh

Tidak ada komentar: